Depok, 19/12 (ANTARA) - Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail mengatakan Gerakan One Day No Rice (ODNR) atau sehari tanpa nasi yang dicanangkan sejak Selasa (14/2) 2012 merupakan solusi untuk menjaga kedaulatan pangan nasional.

"Kami tidak mengajak tidak makan nasi sepanjang hari, hanya satu hari saja dengan tujuan penganekaragaman pangan dan mengurangi konsumsi beras demi menjaga ketahanan pangan nasional," kata Nur Mahmudi yang juga pakar teknologi pangan lulusan Amerika Serikat itu di Depok, Jumat.

Nur Mahmudi yang meraih gelar Ph.D. Bidang Food Science and Techology Spesialisasi Teknologi Pengolahan Daging Ayam Fakultas Peternakan, Texas A & M University, mengatakan, gerakan Sehari Tanpa Nasi tersebut merupakan aplikasi dari peraturan pemerintah soal diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal.

Program satu hari tanpa nasi tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 010/26-UM yang dikeluarkan Bagian Umum Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Depok tentang One Day No Rice (Satu Hari Tanpa Nasi).

Ia berharap nasi bisa diganti dengan makanan nonpadi yakni ubi, singkong, jagung, sagu, tiwul, gembili, dan bahan makanan nonpadi lainnya.

Menurut dia, setelah berjalan sepuluh bulan program tersebut banyak tanggapan positif dari berbagai pemerintah daerah seperti dari Lombok Utara, Kulonprogo, Medan, Tebing Tinggi, Bolaang Mongondouw Timur dan juga Kepulauan Selayar. Selain itu juga Riau, Banjarmasin, Kendari, Padeglang, dan Wakatobi.

Sedangkan dari pihak restoran sudah diterapkan di rumah makan TikTok Van de Vok, Mang Kabayan, Kantin Lembaga Pendidikan Wisma Hijau, Fitnes Center, Kantin Fakultas Kesehatan Masyarakat, Kantin sekolah Dian Didaktika.

"Dua Universitas juga sudah melakukan kerja sama dengan Pemkot Depok yaitu Universitas Jember dan IPB Bogor," ujar alumnus Institut Pertanian Bogor Teknologi jurusan pangan dan gizi ini.

Dikatakannya program One day No Rice tentunya memicu motivasi untuk mengonsumsi pangan lokal dan juga tumbuhnya kreativitas untuk rekayasa dan menciptakan makanan yang mirip dengan beras.

Ia mencontohkan adanya beras alternatif seperti beras analog, beras cerdas, rasi dan oyek kebumen. "Ini tentunya memunculkan masukan tekologi dan penyerapan tenaga kerja yang tidak sedikit," katanya.

Filsuf dari program sehari tanpa nasi katanya mampu menjaga kesehatan manusia, kedua menjaga ketahanan pangan dengan cara mengurangi konsumsi padi dan menaikkan konsumsi karbohidrat lokal non padi.

Selain itu juga mampu memberdayakan ekonomi desa karena pangan lokal non padi tidak perlu impor. Lahan yang layak untuk ditanam karbohidrat non padi tersedia 30 juta hektare.

Program tersebut tentunya mampu membangkitkan kembali budaya makan nenek moyang dan menyempurnakan dengan tambahan makanan yang berkualitas.

Sementara itu Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Ahmad Suryana mengatakan konsumsi pangan Indonesia harus meningkat dan beragam. Sehingga ketergantungan konsumsi terhadap beras bisa dikurangi dan impor beras semakin berkurng.

"Terlalu banyak nasi tak bagus, secara nasional permintaan akan beras terlalu tinggi saat ini, jadi memang harus dikurangi," ujarnya.

Menurut dia, program Sehari Tanpa Nasi atau One Day No Rice, dapat untuk memperkuat ketahanan pangan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan tidak hanya dari beras namun juga bisa diganti dengan karbohidrat lokal nonpadi.

Sementara mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Hidayat Nur Wahid mengapresiasi program one day no rice yang digagas Nur Mahmudi Ismail.

"Ini merupakan langkah yang baik, di mana pemimpin di tingkat lokal memikirkan kebutuhan di tingkat nasional," ujar dia.

Meskipun demikian, perlu ada dukungan yang kuat dari pemerintah untuk mengajak masyarakat mengonsumsi karbohidrat nonberas. Misalnya saja dengan memberikan subsidi pada petani yang memproduksi bahan pangan loka nonberas.

Saat ini subsidi yang diberikan pada mereka jauh lebih kecil dibandingan dengan petani beras. Seharusnya proporsinya sama besar.

                   
                            Sindiran
Nur Mahmudi mengakui selama menjalankan program ODNR dia seringkali mendapatkan sindiran dari banyak pihak, karena ini hanya merupakan masalah kecil, atau komiditas dirinya untuk pencitraan saja.

Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI) Bambang Wibawarta menilai kebijakan Pemkot Depok yang menerapkan One Day No Rice atau satu hari tanpa nasi tak akan berjalan efektif, karena untuk mengubah kebiasaan lama perlu dilakukan persiapan yang matang, bukan dengan tiba-tiba.

Ia mengatakan, banyak aspek yang harus diperhatikan dalam memberikan kebijakan seperti budaya masyarakat setempat, kesiapan sistem dan perangkatnya.

"Seorang pemimpin dalam memberikan kebijakan harus memperhatikan aspek budaya, tidak hanya peraturan semata," katanya.     

Selain itu, seharusnya dipersiapkan dengan baik segala sesuatunya misalnya pengganti nasi seperti ubi, singkong apakah sudah mudah didapat dan mencukupi untuk dikonsumsi.

"Gizinya juga harus diperhitungkan apakah sudah baik dan mencukupi," ujarnya. 

Ia menilai program tersebut terlalu instan dan tidak bisa berjalan efektif, sehingga nantinya akan berdampak buruk di masyarakat.

Menurut dia, ada beberapa tahapan yang harus dilalui sebelum menerapkan program ODNR tersebut, seperti mempersiapkan makanan pengganti, sosialisasi yang masif, dan perhitungan gizi.

"Saya tidak yakin Pemkot Depok sudah melakukan tahapan tersebut," katanya.

Sementara itu Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat (PD) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok, Jeanne Noveline  menganggap program ini tidak terlalu penting karena tidak bersifat memaksa. 

Ia mengatakan seharusnya pemerintah menyadari bahwa mengubah sesuatu yang menjadi perilaku manusia sehari-hari tidak semudah membalikkan telapak tangan. 

"Bila ingin melakukan suatu perubahan, kita perlu membangun kesadaran dahulu," kata Jeanne.

Jeanne menegaskan, harusnya PNS yang menjadi sasaran dari program 'one day no rice' diberikan pemahaman mengenai tujuan dan manfaat dari program ini.

Walaupun bertujuan untuk kebaikan, ujarnya, sosialisasi secara masif dan terus menerus harus dilakukan terlebih dahulu sebelum program diluncurkan. 

Bila bertujuan untuk diversifikasi pangan, kata dia, maka harus dijelaskan bahwa ada sumber karbohidrat lain selain nasi yang mempunyai nilai gizi yang sama dengan nasi, sehingga 'kita' tidak perlu hanya bergantung kepada nasi.

Dan perlu juga diberikan contoh-contoh sumber karbohidrat tersebut dan cara mengolahnya. Bila bertujuan untuk kesehatan, maka dapat disosialisasikan bahwa nasi bukanlah satu-satunya sumber gizi yang diperlukan oleh tubuh 'kita'.

Dikatakannya Depok bukan merupakan kota penghasil beras, sehingga memang tidak perlu memikirkan mengenai diversifikasi pangan.

Pemerintah Kota seharusnya menerapkan prinsip `first thing first¿  atau mendahulukan untuk melakukan sesuatu yang menjadi prioritas pemerintah atau menangani masalah-masalah yang jauh lebih penting misalnya, mengatasi masalah banjir, wabah penyakit, ataupun masalah pendidikan, katanya. 

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2012