Bogor (Antara Megapolitan) - International Center for Applied Finance and Econimics (Intercafe) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar Seminar Internasional "Sustainability and Profitability of Cocoa in Indonesia". Acara itu digelar di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (11/12). 

Direktur Intercafe LPPM IPB, Dr. Nunung Nuryartono menyampaikan Intercafe bersama University of Sydney dan University Hassanudin di bawah payung Australia-Indonesia Center (AIC, Cluster Food and Agriculture) telah melaksanakan penelitian yang sifatnya multidisiplin. Itu digelar untuk dapat memberikan masukan kepada pengambil kebijakan terkait kompleksitas permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan komoditas kakao di Indonesia. 

Penelitian yang mengambil topik besar "Sustainability and Profitabillity of Cocoa Based Farming System in Indonesia" ini telah memasuki tahap akhir studi. 

"Berbagai hasil telah diperoleh, maka menjadi penting untuk diselenggarakan seminar international terkait dengan penelitian yang dilakukan," ujarnya.

Ia menambahkan, seminar international ini diadakan untuk memperoleh perspektif baru terkait dengan keberlanjutan perkebunan kakao ke depan; memberikan masukan kepada pengambil kebijakan langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan sehubungan dengan keberlangsungan budidaya kakao di Indonesia.

Wakil Rektor Bidang Riset dan Kerjasama IPB, Prof. Dr. Anas Miftah Fauzi, ketika membuka acara menyampaikan bahwa sangat penting untuk men-share riset untuk praktik yang lebih baik, produktivitas yang lebih baik yang dilihat dari berbagai disiplin ilmu. Ia berharap produksi kakao Indonesia dapat menjadi nomor 1 dunia dengan sinergitas antar sektor yang lebih baik.

Keynote Speech disampaikan oleh Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Ir. Bambang, MM. Ia mengatakan dengan seminar ini membangunkan kesadaran kita, betapa penting komoditas perkebunan. 

"Produk perkebunan memberikan kontribusi 429 triliun rupiah untuk produk domestik bruto (PDB) Indonesia, melebihi migas. Jika kita memberikan perhatian, maka produktivitas akan berkali-kali lebih besar," ujarnya.

Dikatakannya, kewajiban kita untuk melindungi kakao. Petani sudah tidak lagi memperhatikan kakao. Saat harga komoditas lain naik, kakao turun. Ini ancaman untuk kakao dunia. 

"Jangan harap Indonesia jadi nomor satu dunia. Kita harus mendorong harga bisa kompetitif. Karena itu, seminar kali ini menjadi  momentum sangat strategis. Dalam berbagai kesempatan, presiden dan menteri menyerukan ayo terus perbaiki komoditas perkebunan," paparnya.

Indonesia merupakan urutan ketiga. Pasokan kakao dari Indonesia berkisar kurang lebih sekira 12 persen dari total pasokan dunia. 

Namun ternyata cukup menghadapi tantangan yang serius di antaranya produksi dan produktivitas yang terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu; umur tanaman kakao yang sudah saatnya dilakukan replanting; serangan penyakit yang belum sepenuhnya dapat diatasi; insentif harga yang diterima petani belum mampu mendorong petani lebih bergairah untuk merawat kebun lebih intensif; kebijakan dan sinergi antar pemangku kepentingan belum optimal. Ke depan, pertimbangan sinergitas harus ditingkatkan, untuk memberikan perhatian pada kakao.

Dalam seminar ini salah satu narasumber adalah David Guest dari Sydney Institute of Agriculture, Sidney SouthEast Asia Centre yang menyampaikan risetnya berjudul "Technical Efficiency of Cocoa Farming in Polewali Mandar, West Sulawesi". (dh)

Pewarta: Tim Humas IPB

Editor : M.Ali Khumaini


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017