Bogor, 29/11 (ANTARA)- Tanah seluas 22 hektar milik Biro Umum Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan yang berada di pinggir Sungai Cipinang, Blok Sondong, Desa Rumpin, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat diserobot oleh penambang pasir yang belum diketahui perizinannya.

"Saat ini kita masih melakukan penyelidikan luas tanah yang sudah dijual belikan oleh oknum warga, kepada penambang pasir yang belum diketahui perizinan operasionalnya," kata Kepala Seksi Sarana Hutan, Balai Diklat Kehutanan, Rumpin, Ahmad Subai, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu.

Subai mengatakan, pihaknya menerima laporan dari sekretaris desa setempat bahwa ada pengajuan akta jual beli (AJB) tanah yang lokasinya berada di tanah milik Kementerian Kehutanan?

Mengetahui AJB tersebut berada di kawasan tanah Kehutanan, sekretaris desa melaporkan adanya jual beli tanah yang kepemilikannya sudah dipegang oleh negara sejak 1991.

"Karena tahu tanah tersebut berada di dalam wilayah Kementerian Kehutanan, sekretaris desa melaporkannya dan tidak memproses AJB nya," kata Subai.

Dari hasil laporan tersebut, lanjut Subai, pihaknya telah melaporkan kejadian kepada Biro Umum Sekretaris Jendral Kementerian Kehutanan serta BKSDA Jawa Barat wilayah Bogor.

"Kami juga melakukan pengecekan di lapangan bersama anggota Polisi Hutan BKSDA wilayah I Bogor untuk memastikan kawasan mana yang telah diperjualbelikan," katanya.

Anggota Polisi Hutan BKSD wilayah I Bogor, Sudrajat mengatakan, dari laporan warga ke pihak kepala desa. Tanah yang sudah diperjualbelikan tersebut luasnya 1 hektar dengan nilai jual lebih dari Rp100 juta.

"Informasi dari warga transaksi itu sudah ada dan dibayarkan. Makanya AJBnya sudah dikirim ke Kantor Desa tapi tidak diproses oleh pihak desa," katanya.

Menurut Sudrajat, tanah yang diserobot tersebut dulunya tanah milik warga yang pada tahun 1991 dibeli oleh Kementerian Kehutanan untuk keperlukan konservasi dan menjaga ekosistem di sepanjang Sungai Cipinang.

Luas tanah yang dibeli Kementerian Kehutanan mencapai 75 hektar, sekitar 22 hektar berada di pinggi aliran sungai.

"Tanah ini dibeli oleh negara, karena kawasannya berada di pinggir sungai. Biar tidak ditempati oleh warga karena rawan longsor," katanya.

Namun, seiring berjalannya waktu, sebuah usaha galian pasir yang tidak diketehuai perizinannya beroperasi di seberang sungai dekat tanah Kementerian Kehutanan.

"Aktivitas galian tersebut telah merambah wilayah Kementerian Kehutanan. Karena sudah mengacak-ngacak sungai dengan membelah alirannya sehingga masuk ke kawasan Kehutanan," kata Sudrajat.

Menurut Sudrajat, keberadaan galian pasir yang berada berbatasan dengan tanah Kementerian Kehutanan sangat mengancam ekosistem dan kerusakan lingkungan.

Pengamatan di lapangan Sungai Cipinang yang awalnya hanya memiliki satu aliran sungai dibuat dua terbelah menjadi dua aliran akibat aktivitas galian pasir.

"Kami bertindak cepat mengantisipasi agar tanah milik negara ini rusak dieksploitasi oleh oknum penambang galian yang tidak ketehui perizinanya," kata Sudrajat.

Sudrajat menambahkan, pihaknya masih melakukan penyelidikan dalam upaya menindak pelaku galian pasir dan penyerobot tanah milik negara dengan mengumpulkan sejumlah bukti di lapangan.

"Biro Umum Sekjen Kemenhut sudah merekomendasikan upaya pencegahan dan penindakan agar aktivitas galian ini tidak merusak ekosistem yang ada di dekat kawasan konservasi," katanya.


Laily R

Pewarta:

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2012