Bekasi (Antara Megapolitan) - Satuan Reserse Kriminal Polrestro Bekasi Kota, Jawa Barat, menyita belasan ribu butir obat berbagai merk karena diperjualbelikan tanpa resep dokter.
Dari total 13.143 butir obat-obatan terlarang disita dari sepuluh toko di wilayah hukum setempat melalui Razia cipta Kondisi 2017.
"Operasi ini kita gelar bersama Dinas Kesehatan Kota Bekasi dan Badan Pemeriksa obat dan makanan Bandung, Jawa Barat pada periode 12-19 September 2017," kata Wakil Kapolrestro Bekasi Kota AKBP Widjanarko di Bekasi, Jumat.
Menurut dia, belasan ribu butir obat berbagai merk itu disita pihaknya karena diperjualbelikan tanpa resep dokter.
Bahkan sebagian di antaranya diketahui ada yang telah kedaluwarsa dan obat keras yang terlarang diperjualbelikan secara bebas.
Obat-obatan yang disita di antaranya Heximer dan Trihexylfenidil, Tramol, Destro, Alprazolam, Merlopam, Metformin, Amoxicilin, Valdimex, Dexteem Plus, Riklona, Ranitidine, Teosal Tab, Dexaharsen dan Largin Tablet.
Dikatakan Widjanarko, pihaknya juga berhasil menyita sepuluh butir pil PCC yang merupakan jenis obat mengandung bahan aktif generik seperti paracetamol, acetaminofen, caffeine dan juga carisoprodol.
"Obat ini berkategori obat keras golongan IV yang tidak boleh diperdagangkan secara bebas tanpa resep dokter," katanya.
Menurut dia, pil tersebut disita dari seorang pengendara mobil jenis Toyota Etios B 255 NUN yang terjaring razia petugas di Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan berinisial MC.
"Selain itu, kita juga mendapatkan sepucuk senjata airsoft gun berikut enam butir pelur jenis SS1, dua butir peluru pistol revolver dan sepuluh butir peluru gotri," katanya.
Tersangka MC saat ini dikenakan Undang-Undang Kesehatan, UU nomor 36 Tahun 2006 tentang kesehatan dengan ancaman hukuman 10-15 tahun penjara," katanya.
Sementara itu, sebanyak sepuluh pemilik toko obat yang beroperasional secara ilegal itu akan diberikan pembinaan terkait aturan pemasaran obat bagi masyarakat.
"Sanksinya bisa sampai penutupan. Saat ini mereka baru kita beri peringatan dan pembinaan," katanya.
Widjanarko menambahkan, peredaran obat keras itu terjadi di wilayah hukumnya akibat kurangnya penagwasan dari instansi terkait.
"Kegiatan ini untuk antisipasi agar tidak ada korban seperti beberapa lalu di Kendari, Sulawesi Tenggara. Kita sinergi dengan instansi terkait agar kondusif. Selama ini kita kurang pengawasan dan kontrol, kita dorong instansi terkait unk awasi dan razia," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
Dari total 13.143 butir obat-obatan terlarang disita dari sepuluh toko di wilayah hukum setempat melalui Razia cipta Kondisi 2017.
"Operasi ini kita gelar bersama Dinas Kesehatan Kota Bekasi dan Badan Pemeriksa obat dan makanan Bandung, Jawa Barat pada periode 12-19 September 2017," kata Wakil Kapolrestro Bekasi Kota AKBP Widjanarko di Bekasi, Jumat.
Menurut dia, belasan ribu butir obat berbagai merk itu disita pihaknya karena diperjualbelikan tanpa resep dokter.
Bahkan sebagian di antaranya diketahui ada yang telah kedaluwarsa dan obat keras yang terlarang diperjualbelikan secara bebas.
Obat-obatan yang disita di antaranya Heximer dan Trihexylfenidil, Tramol, Destro, Alprazolam, Merlopam, Metformin, Amoxicilin, Valdimex, Dexteem Plus, Riklona, Ranitidine, Teosal Tab, Dexaharsen dan Largin Tablet.
Dikatakan Widjanarko, pihaknya juga berhasil menyita sepuluh butir pil PCC yang merupakan jenis obat mengandung bahan aktif generik seperti paracetamol, acetaminofen, caffeine dan juga carisoprodol.
"Obat ini berkategori obat keras golongan IV yang tidak boleh diperdagangkan secara bebas tanpa resep dokter," katanya.
Menurut dia, pil tersebut disita dari seorang pengendara mobil jenis Toyota Etios B 255 NUN yang terjaring razia petugas di Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan berinisial MC.
"Selain itu, kita juga mendapatkan sepucuk senjata airsoft gun berikut enam butir pelur jenis SS1, dua butir peluru pistol revolver dan sepuluh butir peluru gotri," katanya.
Tersangka MC saat ini dikenakan Undang-Undang Kesehatan, UU nomor 36 Tahun 2006 tentang kesehatan dengan ancaman hukuman 10-15 tahun penjara," katanya.
Sementara itu, sebanyak sepuluh pemilik toko obat yang beroperasional secara ilegal itu akan diberikan pembinaan terkait aturan pemasaran obat bagi masyarakat.
"Sanksinya bisa sampai penutupan. Saat ini mereka baru kita beri peringatan dan pembinaan," katanya.
Widjanarko menambahkan, peredaran obat keras itu terjadi di wilayah hukumnya akibat kurangnya penagwasan dari instansi terkait.
"Kegiatan ini untuk antisipasi agar tidak ada korban seperti beberapa lalu di Kendari, Sulawesi Tenggara. Kita sinergi dengan instansi terkait agar kondusif. Selama ini kita kurang pengawasan dan kontrol, kita dorong instansi terkait unk awasi dan razia," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017