Idim Dimyati, anak pertama dari empat bersaudara kelahiran Lebak Banten berhasil meraih mimpinya dengan menjadi mahasiswa di Departemen Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor (IPB). Kini Idim sedang menjalani rutinitas sebagai mahasiswa baru IPB.
Idim bercita cita menjadi seorang arsitek muda seperti Ridwan Kamil atau sebagai penata wilayah dan lingkungan. Keterbatasan ekonomi tak menyurutkan tekadnya untuk menggapai cita-cita.
Idim berhasil mendapatkan beasiswa Afirmasi Dikti (Adik) 3T dan Papua dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) RI.
Lulusan SMAN 2 Rangkasbitung ini berasal dari kampung Sindangwangi des. Sindangwangi Kec. Muncang yang tertinggal dan terpencil di Kabupaten Lebak.
Karena kondisi ekonomi, sejak kecil Idim sudah dititipkan ke Pondok Pesantren di daerahnya.
"Di pondok saya belajar berbagai ilmu yang berkaitan dengan ilmu keagamaan. Oleh pengelola pondok, saya kemudian didaftarkan ke sekolah negeri," ujarnya.
Sejak itu Idim mulai menorehkan berbagai prestasi. Idim selalu mendapatkan peringkat pertama di sekolahnya, menjadi juara II dalam Olimpiade Sains Astronomi dan mendapatkan juara harapan II karya tulis ilmiah nasional di Bandung.
"Alhamdulillah semenjak saya sekolah saya tidak pernah menyusahkan orangtua saya. Saya sekolah tidak pernah dikenakan biaya apapun. Saya mendapatkan berbagai jenis bantuan dan beasiswa di sekolah saya. Untuk meringankan beban orangtua dan orang yang membiayai saya, saya selalu menyisihkan sebagian uang saku saya setiap harinya terkadang 2000 dan terkadang 5000 untuk kepentingan pribadi atau ketika saya mempunyai kebutuhan mendesak," ujarnya.
Pilihannya jatuh ke IPB karena IPB adalah perguruan tinggi pertanian terbesar yang Ia dambakan sejak menginjak SMA. Idim optimis bisa lolos seleksi Bidikmisi dan diterima di IPB. Namun, takdir tidak menuliskan Idim lolos melalui jalur tersebut.
Idim pun pesimis, Ia mulai hilang arah. Namun bimbingan dan arahan guru Bimbingan Konseling di sekolahnya berhasil menaikkan gairahnya untuk menggapai mimpi. Idim diarahkan untuk ikut seleksi beasisa Adik dari Kemenristek Dikti.
"Yang sabar ya Dim, kamu itu mempunyai bakat bagus, Ibu sarankan coba kamu ikuti saja jalur yang lain misalnya SBMPTN dan tak lama nanti juga ada jalur Afirmasi di bawah naungan Kementerian Ristek dan Dikti. Tenang ya Dim, kamu pasti bisa kok, perjalananmu masih sangat panjang," ujarnya saat menirukan ucapan Guru Bimbingan Konselingnya.
Idim mulai membangun semangat baru. Karena keterbatasan ekonomi, Idim belajar otodidak dengan meminjam buku latihan teman-temannya.
"Ketika seleksi afirmasi itu berlangsung, saya berada di kampung dan dalam kondisi sakit. Sempat dilarang orang tua karena perjalanan ke kota yang lumayan jauh, saya tetap nekad. Alhasil saya hanya mempunyai waktu 30 menit untuk menyelesaikan soal-soal ujian. Saat dinyatakan lolos seleksi dan berhasil diterima di IPB, saya sempat tidak percaya saya berhasil mengalahkan 100 peserta lainnya," ujarnya.
Idim dan keluarganya kaget dan menangis haru campur sedih mengingat banyaknya perjuangan yang harus Idim lakukan untuk meraih mimpi bisa kuliah di IPB. Ayahnya pun berpesan bahwa tidak ada perjuangan dan kesuksesan yang tidak diiringi air mata dan kerja keras.
Kini tinggal satu langkah lagi bagi Idim untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Selain ingin menjadi seorang insinyur pertanian, Idim juga ingin membangun daerahnya agar menjadi lebih maju dan tidak tertinggal.
"Daerah saya masih tertinggal dan saya berencana unuk mengembangkannya agar daerah saya menjadi lebih maju. Dan empat tahun ke depan, Rangkasbitung Lebak Banten akan memiliki Arsitek Lanskap muda dari IPB. Amin," ujarnya. (Holy/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
Idim bercita cita menjadi seorang arsitek muda seperti Ridwan Kamil atau sebagai penata wilayah dan lingkungan. Keterbatasan ekonomi tak menyurutkan tekadnya untuk menggapai cita-cita.
Idim berhasil mendapatkan beasiswa Afirmasi Dikti (Adik) 3T dan Papua dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) RI.
Lulusan SMAN 2 Rangkasbitung ini berasal dari kampung Sindangwangi des. Sindangwangi Kec. Muncang yang tertinggal dan terpencil di Kabupaten Lebak.
Karena kondisi ekonomi, sejak kecil Idim sudah dititipkan ke Pondok Pesantren di daerahnya.
"Di pondok saya belajar berbagai ilmu yang berkaitan dengan ilmu keagamaan. Oleh pengelola pondok, saya kemudian didaftarkan ke sekolah negeri," ujarnya.
Sejak itu Idim mulai menorehkan berbagai prestasi. Idim selalu mendapatkan peringkat pertama di sekolahnya, menjadi juara II dalam Olimpiade Sains Astronomi dan mendapatkan juara harapan II karya tulis ilmiah nasional di Bandung.
"Alhamdulillah semenjak saya sekolah saya tidak pernah menyusahkan orangtua saya. Saya sekolah tidak pernah dikenakan biaya apapun. Saya mendapatkan berbagai jenis bantuan dan beasiswa di sekolah saya. Untuk meringankan beban orangtua dan orang yang membiayai saya, saya selalu menyisihkan sebagian uang saku saya setiap harinya terkadang 2000 dan terkadang 5000 untuk kepentingan pribadi atau ketika saya mempunyai kebutuhan mendesak," ujarnya.
Pilihannya jatuh ke IPB karena IPB adalah perguruan tinggi pertanian terbesar yang Ia dambakan sejak menginjak SMA. Idim optimis bisa lolos seleksi Bidikmisi dan diterima di IPB. Namun, takdir tidak menuliskan Idim lolos melalui jalur tersebut.
Idim pun pesimis, Ia mulai hilang arah. Namun bimbingan dan arahan guru Bimbingan Konseling di sekolahnya berhasil menaikkan gairahnya untuk menggapai mimpi. Idim diarahkan untuk ikut seleksi beasisa Adik dari Kemenristek Dikti.
"Yang sabar ya Dim, kamu itu mempunyai bakat bagus, Ibu sarankan coba kamu ikuti saja jalur yang lain misalnya SBMPTN dan tak lama nanti juga ada jalur Afirmasi di bawah naungan Kementerian Ristek dan Dikti. Tenang ya Dim, kamu pasti bisa kok, perjalananmu masih sangat panjang," ujarnya saat menirukan ucapan Guru Bimbingan Konselingnya.
Idim mulai membangun semangat baru. Karena keterbatasan ekonomi, Idim belajar otodidak dengan meminjam buku latihan teman-temannya.
"Ketika seleksi afirmasi itu berlangsung, saya berada di kampung dan dalam kondisi sakit. Sempat dilarang orang tua karena perjalanan ke kota yang lumayan jauh, saya tetap nekad. Alhasil saya hanya mempunyai waktu 30 menit untuk menyelesaikan soal-soal ujian. Saat dinyatakan lolos seleksi dan berhasil diterima di IPB, saya sempat tidak percaya saya berhasil mengalahkan 100 peserta lainnya," ujarnya.
Idim dan keluarganya kaget dan menangis haru campur sedih mengingat banyaknya perjuangan yang harus Idim lakukan untuk meraih mimpi bisa kuliah di IPB. Ayahnya pun berpesan bahwa tidak ada perjuangan dan kesuksesan yang tidak diiringi air mata dan kerja keras.
Kini tinggal satu langkah lagi bagi Idim untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Selain ingin menjadi seorang insinyur pertanian, Idim juga ingin membangun daerahnya agar menjadi lebih maju dan tidak tertinggal.
"Daerah saya masih tertinggal dan saya berencana unuk mengembangkannya agar daerah saya menjadi lebih maju. Dan empat tahun ke depan, Rangkasbitung Lebak Banten akan memiliki Arsitek Lanskap muda dari IPB. Amin," ujarnya. (Holy/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017