Sebanyak 24 korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) modus jual organ ginjal jaringan internasional menerima uang ganti rugi atau restitusi senilai Rp799.542.000 berdasarkan hasil putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi Dwi Astuti Beniyati mengatakan uang restitusi tersebut dibebankan kepada pelaku atas kerugian materiil dan immateriil yang diderita korban atau ahli waris berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Cikarang pada 5 April 2024.
"Jadi masing-masing korban menerima uang restitusi senilai Rp33.314.250," katanya di Cikarang, Rabu.
Baca juga: Bareskrim tangkap dua tersangka TPPO terhadap 20 WNI ke Myanmar di Bekasi
Ia mengatakan penyerahan uang restitusi ini merupakan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana sehingga membantu proses pemulihan korban dari penderitaan akibat dari Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Kasus TPPO tersebut ditangani Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi yang didaftarkan ke Pengadilan Negeri Cikarang melalui perkara nomor 501/Pid.Sus/2023/Pn.Ckr dengan terdakwa Hanim alias Teguh dan kawan-kawan.
Perkara TPPO ini berupa perdagangan organ tubuh ginjal oleh 15 orang terdakwa. Seluruh korban dikumpulkan di rumah penampungan yang berlokasi di wilayah Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi sebelum menjalani operasi pengangkatan hingga penjualan ginjal di Kamboja.
Baca juga: Polri Tangani Pemberangkatan Tkw Ilegal Dari Bekasi
"Penyerahan restitusi di Kejari Kabupaten Bekasi ini adalah yang kedua kalinya. Sebelumnya dua orang korban perkara TPPO juga menerima restitusi pada 17 Mei 2022 di Kejaksaan Agung," ucapnya.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Ade Tajudin Sutiawarman menyatakan perkara TPPO merupakan bentuk perbudakan manusia di era modern yang menjadi salah satu perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia.
"Bertambah maraknya masalah perdagangan orang di berbagai negara, termasuk Indonesia dan negara-negara berkembang lain telah menjadi perhatian Indonesia sebagai bangsa, masyarakat internasional, dan anggota organisasi internasional, terutama Perserikatan Bangsa-Bangsa," katanya.
Baca juga: Polisi tangkap tiga tersangka TPPO di Karawang dan Bandung
Ade juga menyatakan TPPO memiliki dampak negatif yang merugikan korban, melibatkan konsekuensi bersifat fisik, psikis, dan sosial ekonomi. Korban kerap mengalami trauma fisik akibat kekerasan atau eksploitasi yang mereka alami.
Secara psikologis, mereka mengalami gangguan mental, kecemasan, dan stres pasca-trauma yang signifikan. Selain itu juga dampak sosial ekonomi yakni kerugian kehilangan pekerjaan, pendidikan, dan serta reputasi sosial.
"Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membantu memulihkan korban TPPO adalah melalui mekanisme restitusi," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi Dwi Astuti Beniyati mengatakan uang restitusi tersebut dibebankan kepada pelaku atas kerugian materiil dan immateriil yang diderita korban atau ahli waris berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Cikarang pada 5 April 2024.
"Jadi masing-masing korban menerima uang restitusi senilai Rp33.314.250," katanya di Cikarang, Rabu.
Baca juga: Bareskrim tangkap dua tersangka TPPO terhadap 20 WNI ke Myanmar di Bekasi
Ia mengatakan penyerahan uang restitusi ini merupakan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana sehingga membantu proses pemulihan korban dari penderitaan akibat dari Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Kasus TPPO tersebut ditangani Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi yang didaftarkan ke Pengadilan Negeri Cikarang melalui perkara nomor 501/Pid.Sus/2023/Pn.Ckr dengan terdakwa Hanim alias Teguh dan kawan-kawan.
Perkara TPPO ini berupa perdagangan organ tubuh ginjal oleh 15 orang terdakwa. Seluruh korban dikumpulkan di rumah penampungan yang berlokasi di wilayah Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi sebelum menjalani operasi pengangkatan hingga penjualan ginjal di Kamboja.
Baca juga: Polri Tangani Pemberangkatan Tkw Ilegal Dari Bekasi
"Penyerahan restitusi di Kejari Kabupaten Bekasi ini adalah yang kedua kalinya. Sebelumnya dua orang korban perkara TPPO juga menerima restitusi pada 17 Mei 2022 di Kejaksaan Agung," ucapnya.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Ade Tajudin Sutiawarman menyatakan perkara TPPO merupakan bentuk perbudakan manusia di era modern yang menjadi salah satu perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia.
"Bertambah maraknya masalah perdagangan orang di berbagai negara, termasuk Indonesia dan negara-negara berkembang lain telah menjadi perhatian Indonesia sebagai bangsa, masyarakat internasional, dan anggota organisasi internasional, terutama Perserikatan Bangsa-Bangsa," katanya.
Baca juga: Polisi tangkap tiga tersangka TPPO di Karawang dan Bandung
Ade juga menyatakan TPPO memiliki dampak negatif yang merugikan korban, melibatkan konsekuensi bersifat fisik, psikis, dan sosial ekonomi. Korban kerap mengalami trauma fisik akibat kekerasan atau eksploitasi yang mereka alami.
Secara psikologis, mereka mengalami gangguan mental, kecemasan, dan stres pasca-trauma yang signifikan. Selain itu juga dampak sosial ekonomi yakni kerugian kehilangan pekerjaan, pendidikan, dan serta reputasi sosial.
"Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membantu memulihkan korban TPPO adalah melalui mekanisme restitusi," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024