Cisarua, Bogor (Antara Megapolitan) - Pelepasliaran satwa "Curik" Bali (Leucopsar rothschildi) harus dilakukan hati-hati sehingga kemampuan bertahan di alam liar meningkat, kata pelaksana tugas Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KSDAE-KLHK) Bambang Hendroyono.  
   
"Dan mengikuti prosedur yang berlaku," katanya saat membuka kegiatan "Bali Mynah Conservation-International Advisory Board Meeting 2017: Conservation of Bali Mynah in the Past, Present, and Future" di komplek Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis.

Kegiatan yang diikuti pegiat konservasi satwa liar nasional dan mancanegara, yakni dari unsur peneliti, akademisi, dan penangkar itu digagas bersama parapihak.

Di antaranya Lembaga Konservasi Alam Dunia (International Union for Conservation of Nature/IUCN)-Species Survival Commision, Asian Species Action Partnership (ASAP), Asosiasi Kebun Binatang dan Akuarium Eropa (EAZA), KLHK, Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB), Burung Indonesia, dan TSI sebagai tuan rumah.

Dalam sambutan yang disampaikan Direktur Konservasi Sumberdaya Alam Dan Ekosistem Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK Bambang Dahono Adji, dikemukakan bahwa sejak 1990-an upaya pemulihan "Curik Bali" (Jalak Bali) di habitat alaminya (in-situ) telah dilakukan melalui kegiatan pelepasliaran hasil pengembangbiakan di luar habitat alaminya (ex-situ).

"Akan tetapi sebagaimana kita ketahui bersama kegiatan tersebut belum menunjukkan hasil yang signifikan," katanya.

Merujuk data berdasarkan hasil monitoring, Bambang Hendroyono menyebutkan bahwa sebagian Jalak Bali yang telah dilepasliarkan tidak mampu bertahan hidup di alam liar.

"Saya berharap parapihak yang hadir pada lokakarya internasional ini dapat menghasilkan upaya konservasi serta membangun jejaring kerja sama dalam kelestarian 'Curik Bali' ini," katanya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB) Tony Sumampau menjelaskan bahwa lokakarya selama dua hari (23-24/2) itu adalah tindak lanjut dari kegiatan sama pada 1-4 Oktober 2015 di Gianyar, Bali.

Kala itu, lokakarya melahirkan rekomendasi yang menjadi landasan awal bagi penyempurnaan program kerja penyelamatan "Curik Bali" untuk jangka waktu 5-10 tahun.

"Rekomendasi tersebut diharapkan dapat memberikan arahan bagi setiap pemangku kepentingan yang terlibat dalam upaya penyelematan satwa endemik Bali ini," katanya.

Karena itu, lokakarya kali ini akan mengevaluasi pelaksanaan rekomendasi, sekaligus menyusun rencana aksi bersama 2017-2018 untuk penyelamatan "Curik Bali".

Selama lokakarya akan dibangun diskusi yang dibagi dalam tiga grup, membahas rencana aksi bersama yang diselaraskan dengan kegiatan konservasi "Curik Bali" secara "in-situ" dan "ex-situ", demikian Tony Sumampau. (Ant).

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017