Psikolog Dharmayati Utoyo Lubis MA,Ph.D, menyebutkan untuk menjaga kelanggengan perkawinan, tiap pasangan perlu untuk secara berkala melakukan marital check up, yaitu untuk  bersama sama secara jujur dan  terbuka melakukan introspeksi.

"Apakah ada harapan ataupun kebutuhan yang tidak terpenuhi setelah menjalani  perkawinan sekian lama , apakah perkawinan mereka sudah  berjalan seperti  yang mereka harapkan , sesuaikah  dengan tujuan awal perkawinan," kata Dharmayati Utoyo Lubis saat webinar yang diselenggarakan  Yayasan Psikologi Unggulan Indonesia ( YPUI), Jumat.

Selain itu, merekapun perlu sekali -sekali keluar dari rutinitas ,dengan pergi berdua saja, mengulang pengalaman pengalaman romantis mereka, sehingga perkawinan mereka terasa segar kembali.

Akhirnya, faktor terpenting dalam suatu perkawinan adalah adanya komunikasi yang baik, dalam arti saling nendengar dengan hati, memperjelas dan mengklarifikasi segala sesuatu sesuai dengan yang dimaksud, agar tidak ditafsirkan berdasarkan persepsinya sendiri.

Baca juga: Psikolog UI lakukan studi gerakan hijrah berkelompok dalam intoleransi beragama

Pasangan dalam perkawinanpun harus selalu saling berkoordinasi, selalu kompak, bekerjasama, akomodatif, saling kompromi, bersikap positif terhadap pasangannya, selalu memberi dukungan emosional, saling percaya, saling respek, dan selalu mau  menyelesaikan setiap konflik Dengan demikian, perkawinan yang sehat dan bahagia akan tetap terjaga.

Semoga tiap pasangan di negara kita ini , bisa membina keluarga yang  bahagia , karena bangsa yang kuat berawal dari keluarga kuat yang rasa" adalah Cinta (love)  yang mempunyai multi facet, yaitu cinta,  kasih sayang, romantis, bergelora, rasa yg membuat bahagia, senang, caring, dekat melekat, altruistic, membuat tenang dan damai.

Tapi juga obsesif, posesif, irasional, dan  platonis. Ada teori mengenai cinta yang dikemukakan oleh Sternberg,1988, yaitu Triangle Theory of Love, dimana cinta  meliputi  tiga komponen ,yaitu pertama, adanya Intimacy, dimana ada perasaan dekat,  saling sharing perasaan, keterbukaan diri dan adanya dukungan emosi. 

Kedua, ada Commitment ,yaitu adanya kesepakatan untuk selalu mencintai dan menjaga rasa cinta. 

Baca juga: Psikolog UI: Anak perlu miliki 'growth mindset' yang diasah sejak dini

Ketiga yaitu adanya ketertarikan, romantisme dan seksualitas. Ketiga komponen ini harus selalu ada dan dijaga dalam suatu perkawinan.

Romantisme dalam perkawinan  biasanya tidak berlangsung lama, sehingga bila perkawinan tidak dijaga dan dipupuk, maka  "rasa" atau cinta itu bisa berangsur-angsur menghilang. Proses ini disebut proses disaffection.

Pasangan milenial biasanya sama sama sibuk bekerja , mengejar ambisi, sehingga sudah larut dalam rutinitas pekerjaannya dan tanggung jawab serta kewajiban keluarganya.

Dalam kondisi demikian, bila ada perasaan kecewa terhadap pasangan yang tidak sesuai dengan harapan dan kebutuhannya, maka mereka sering saling kritik, mencari kesalahan,  juga  timbul rasa  sedih, rasa jauh, rasa hambar ataupun rasa marah.

Baca juga: Psikolog UI: Lato-lato dapat timbulkan emosi positif dan asah motorik

Namun di tahap awal ini masih ada motivasi untuk memperbaiki hubungan. Lama kelamaan, bila tidak berhasil, akan timbul rasa apatis dan mulai merasa asing terhadap pasangannya. 

Pada tahap ini, pasangan pun  masih berusaha untuk meminta nasehat teman maupun keluarga, atau berkonsultasi pada psikolog perkawinan. 

Namun pada tahap akhir,  Bila usaha perbaikan tidak berhasil. Maka sudah timbul rasa  muak, semakin hilang rasa percaya  bahkan juga hilang respek dan kepedulian pada pasangannya. Perasaan semakin jauh, dan  tidak ada komunikasi.   

Akhirnya keputusan untuk bercerai sudah semakin kuat.  Proses ini bisa berjalan selama sekitar  2 tahun.

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023