Akademisi Universitas Djuanda (Unida) Dr Aep Saepudin Muhtar menilai bahwa konsep Islam Moderat atau Islam Wasathiyah yang berkembang di Indonesia dapat menjadi kekuatan untuk keutuhan negara-negara anggota ASEAN.

"Dengan aplikasi Islam moderat sebagai watak keberislaman umat Islam di kawasan Asia Tenggara, diharapkan radikalisme dan fundamentalisme Islam menurun pengaruhnya seiring dengan menguatnya moderatisme," kata pria yang akrab disapa Gus Udin di Bogor, Jumat.

Gus Udin yang juga Ketua Bidang Pendidikan dan Pengkaderan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor itu menyebutkan bahwa umat Islam di ASEAN harus meneguhkan posisinya dalam kancah global untuk mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan pada rasa kemanusiaan.

Baca juga: Mahfud MD: Islam "wasathiyah" bendung komunisme dan radikalisme

Negara-negara ASEAN terdiri dari 11 negara dan berpenduduk sekitar 679,7 juta jiwa atau setara dengan 8,09 persen dari jumlah penduduk dunia.

Menurut data The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC) bertajuk The Muslim 500 edisi 2023 menunjukkan, jumlah populasi muslim di Indonesia mencapai 237,55 juta jiwa. Malaysia menempati peringkat kedua negara dengan populasi muslim terbanyak di ASEAN. Jumlahnya mencapai 19,84 juta jiwa atau 61,3 persen dari total populasi Negeri Jiran.

Selanjutnya, Filipina di peringkat ketiga dengan populasi muslim sebesar 6,12 juta jiwa atau 5,57 persen dari populasi negara tersebut. Posisinya diikuti oleh Thailand dengan populasi muslim sebanyak 3,76 juta jiwa (5,4 persen) dan Myanmar sebanyak 2,33 juta jiwa (4,3 persen).

Kemudian, Singapura menempati peringkat keenam dengan populasi muslim 912,65 ribu jiwa atau setara 15,6 persen dari total populasi Negeri Singa.

"Di sisi lain, negara dengan populasi muslim paling sedikit di kawasan ASEAN berada di Timor Leste yaitu hanya 1.318 jiwa. Jumlah ini setara 0,1 persen dari total populasi Bumi Lorosae," terang Gus Udin.

Baca juga: Menggaungkan Islam wasathiyah dari Indonesia

Ia menekankan, dengan jumlah populasi muslim yang besar, ASEAN memiliki potensi besar untuk berkontribusi terhadap dunia antara lain, ajaran Islam mendorong terwujudnya generasi khairu ummah, atau umat terbaik.

Menurut dia, dengan menjadi umat yang terbaik, Islam akan mampu menghadapi tantangan global salah satunya adalah malasah ekonomi, perang antarnegara, konflik kemanusian dan masalah lainnya.

Merujuk pada Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 110 disebutkan bahwa khairu ummah merujuk pada umat Islam yang melaksanakan kebaikan (amar ma’ruf) dan menghindari kemungkaran (nahi munkar), yang dibarengi dengan keimanan kepada Allah Swt.

"Dengan kata lain khairu ummah merupakan cerminan umat yang menjadi contoh dan senantiasa menghadirkan kemasalahan," jelasnya.

Menurut dia, maraknya isu radikalisme atas nama agama yang mengiringi perkembangan Islam di tingkat regional maupun global harus disikapi dengan perumusan rencana-rencana strategis untuk meningkatkan daya saing umat Islam.

"Serta merumuskan konsep Islam Wasathiyah (Islam moderat) sebagai identitas bersama umat muslim di kawasan Asia Tenggara, dalam menghadapi ancaman radikalisme dan fundamentalisme Islam," kata Gus Udin.

Baca juga: Din Syamsudin: Ada 10 prinsip Islam "wasathiyah"

Ia menerangkan, moderatisme tidak akan menunjukkan ataupun menimbulkan kelemahan pada diri umat muslim, melainkan dapat menjadi sikap yang kuat sekaligus tepat dalam menghadapi radikalisme dan fundamentalisme.

"Bahwa moderatisme adalah sesungguhnya Islam itu sendiri, khususnya ketika berada dalam kehidupan bersama yang bersinggungan," tuturnya.

Wasathiyah berasal dari akar kata “wasatha”. Sedangkan secara etimologi pengertian wasathiyah secara berarti: Ditinjau dari segi terminologinya, makna kata “wasathan” yaitu pertengahan sebagai keseimbangan (al-tawazun), yakni keseimbangan antara dua jalan atau dua arah yang saling berhadapan atau bertentangan: spiritualitas (ruhiyah) dengan material (madiyah). Individualitas (fardiyyah) dengan kolektivitas (jama’iyyah).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, pemaknaan wasathiyah dapat dipadukan bahwa; keseimbangan antara keyakinan yang kokoh dengan toleransi yang di dalamnya terdapat nilai-nilai Islam yang dibangun atas dasar pola pikir yang lurus dan pertengahan serta tidak berlebihan dalam hal tertentu.

"Keseimbangan tersebut bisa terlihat dengan kemampuan mensinergikan antara dimensi spiritualitas dengan material, individualitas dengan kolektivitas, tekstual dengan kontekstual, konsistensi dengan perubahan dan meletakkan amal di dalam prinsip-prinsip keseimbangan antara theocentris dan anthropocentris," paparnya.(KR-MFS)

Pewarta: M Fikri Setiawan

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023