Anggota Tim Ahli Hukum dan Perundangan-undangan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpes) Henry Indraguna yang juga Anggota Dewan Pakar Partai Golkar menyatakan sistem pemilu proporsional terbuka sudah tepat dibandingkan dengan sistem pemilu proporsional tertutup.
Untuk itu, kata Henry Indraguna di Jakarta, Jumat meminta majelis hakim konstitusi menolak permohonan hak uji materil terkait sistem pemilihan terbuka menjadi sistem pemilihan tertutup.
Henry menegaskan Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memiliki kapasitas kenegarawanan yang mumpuni dan sangat paham bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan dalam pencerminan proses demokratisasi di Indonesia sudah seharusnya menyatakan menolak permohonan uji materiil (judicial review) terhadap Undang-Undang Pemilu.
"Putusan Hakim MK sudah sepatutnya harus menolak permohonan uji materiil ini demi menjaga kedaulatan yang berada di tangan rakyat," kata Doktor Ilmu Hukum dari dua perguruan tinggi ternama di New York, AS, ini.
Henry menjelaskan, sejak 2008 sistem pemilu Indonesia menganut sistem proporsional terbuka, yang diberlakukan sebagai bentuk ketaatan kepada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dibacakan sejak 23 Desember 2008.
"Dengan begitu permohonan hak uji materiil terkait sistem pemilihan terbuka menjadi sistem pemilihan tertutup sudah seharusnya dinyatakan di tolak, demi menjaga kedaulatan yang berada di tangan rakyat," kata Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini.
Ketentuan Pasal 168 Ayat 2 yang menyatakan Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, beserta dengan ketentuan-ketentuan pasal terkait lainnya seperti ketentuan Pasal 342 Ayat 2, Pasal 352 ayat 1 huruf b Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3), telah sedang dimohonkan untuk diuji oleh Mahkamah Konstitusi RI, dengan dalil-dalil yang pada pokoknya Pemohon berpendapat bahwa UU Pemilu telah mengerdilkan organisasi partai politik dan pengurus partai politik.
Henry Indraguna yang juga Anggota Tim Ahli Hukum dan Perundangan-undangan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpes) menuturkan pada dasarnya di dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 22-24/PUU-VI/2008, tanggal 23 Desember 2008 juga telah sangat jelas dan terang dinyatakan sebagai berikut: Bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Dengan demikian adanya keinginan rakyat memilih wakil-wakilnya yang diajukan oleh partai politik dalam Pemilu, sesuai dengan kehendak dan keinginannya dapat terwujud, harapan agar wakil yang terpilih tersebut juga tidak hanya mementingkan kepentingan partai politik, tetapi mampu membawa aspirasi rakyat pemilih.
"Dengan sistem proporsional terbuka, rakyat secara bebas memilih dan menentukan calon anggota legislatif yang dipilih, maka akan lebih sederhana dan mudah ditentukan siapa yang berhak terpilih, yaitu calon yang memperoleh suara atau dukungan rakyat paling banyak," kata Henry.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Untuk itu, kata Henry Indraguna di Jakarta, Jumat meminta majelis hakim konstitusi menolak permohonan hak uji materil terkait sistem pemilihan terbuka menjadi sistem pemilihan tertutup.
Henry menegaskan Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memiliki kapasitas kenegarawanan yang mumpuni dan sangat paham bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan dalam pencerminan proses demokratisasi di Indonesia sudah seharusnya menyatakan menolak permohonan uji materiil (judicial review) terhadap Undang-Undang Pemilu.
"Putusan Hakim MK sudah sepatutnya harus menolak permohonan uji materiil ini demi menjaga kedaulatan yang berada di tangan rakyat," kata Doktor Ilmu Hukum dari dua perguruan tinggi ternama di New York, AS, ini.
Henry menjelaskan, sejak 2008 sistem pemilu Indonesia menganut sistem proporsional terbuka, yang diberlakukan sebagai bentuk ketaatan kepada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dibacakan sejak 23 Desember 2008.
"Dengan begitu permohonan hak uji materiil terkait sistem pemilihan terbuka menjadi sistem pemilihan tertutup sudah seharusnya dinyatakan di tolak, demi menjaga kedaulatan yang berada di tangan rakyat," kata Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini.
Ketentuan Pasal 168 Ayat 2 yang menyatakan Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, beserta dengan ketentuan-ketentuan pasal terkait lainnya seperti ketentuan Pasal 342 Ayat 2, Pasal 352 ayat 1 huruf b Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3), telah sedang dimohonkan untuk diuji oleh Mahkamah Konstitusi RI, dengan dalil-dalil yang pada pokoknya Pemohon berpendapat bahwa UU Pemilu telah mengerdilkan organisasi partai politik dan pengurus partai politik.
Henry Indraguna yang juga Anggota Tim Ahli Hukum dan Perundangan-undangan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpes) menuturkan pada dasarnya di dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 22-24/PUU-VI/2008, tanggal 23 Desember 2008 juga telah sangat jelas dan terang dinyatakan sebagai berikut: Bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Dengan demikian adanya keinginan rakyat memilih wakil-wakilnya yang diajukan oleh partai politik dalam Pemilu, sesuai dengan kehendak dan keinginannya dapat terwujud, harapan agar wakil yang terpilih tersebut juga tidak hanya mementingkan kepentingan partai politik, tetapi mampu membawa aspirasi rakyat pemilih.
"Dengan sistem proporsional terbuka, rakyat secara bebas memilih dan menentukan calon anggota legislatif yang dipilih, maka akan lebih sederhana dan mudah ditentukan siapa yang berhak terpilih, yaitu calon yang memperoleh suara atau dukungan rakyat paling banyak," kata Henry.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023