Bekasi (Antara Megapolitan) - Pemerhati lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Douglas J Manurung merekomendasikan pembentukan Balai Pengelolaan Sampah Regional (BPSR) sebagai solusi mengatasi permasalahan sampah di Indonesia.

"Model kelembagaan BPSR ini yang paling cocok untuk mengelola konsep tempat pembuangan akhir sampah (TPA) regional di Indonesia," katanya di Bekasi, Rabu.

Menurut dia, tugas kelembagaan BPSR ini nantinya menangani isu permasalahan sampah yang bersifat lintas kabupaten/kota atau bahkan lintas provinsi.

Dalam disertasinya pada ujian terbuka program doktor di IPB Bogor, Jawa Barat, Selasa (29/3), Douglas memaparkan sejumlah persoalan yang akan muncul dari penerapan sistem TPA regional.

Persoalan itu di antaranya terkait keterbatasan anggaran pemerintah daerah dalam mengelola TPA secara mandiri.

"Mayoritas TPA di Indonesia masih mengadopsi sistem konvensional yakni `opendumping` yang merupakan sistem pembuangan paling sederhana, di mana sampah dibuang begitu saja di TPA tanpa perlakuan lebih lanjut. Seharusnya sistem itu tidak diberlakukan lagi karena banyak menimbulkan persoalan, mulai dari kontaminasi air tanah oleh air lindi, bau, ceceran sampah hingga asap," ujarnya.

Hal itu terjadi karena mahalnya biaya pengelolaan sampah TPA yang harus ditanggung pemerintah daerah bila menerapkan sistem modern yakni "sanitary landfill" di mana sampah diurug dan dibuang secara sistematis.

Untuk itu, diperlukan regulasi dalam pembentukan lembaga BPSR untuk mengelola TPA regional secara terintegrasi dari beberapa daerah yang secara domisili lokasinya berdekatan.

"BPSR mempunyai fungsi antara lain, mengkaji bahan petunjuk teknis di bidang pengelolaan sampah regional," ujarnya.

Model kelembagaan BPSR dianggap efektif untuk mengatasi konflik yang muncul setelah terjadi kesepakatan kerja sama antardaerah kabupaten/kota ataupun antarprovinsi.

"Kelembagaan BPSR nantinya akan mengatasi konflik yang muncul setelah disepakati kerja sama antardaerah sehingga dengan adanya kelembagaan ini, dapat lebih efesien, efektif dan terakomodasi kepentingan semua pihak yang berkonflik," katanya.

Dari delapan wilayah yang dianalisis untuk dijadikan TPA regional yakni Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, hanya tiga daerah yang dianggap rasional bergabung dalam satu TPA regional yakni Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor.

Menurutnya, koordinasi antarwilayah dalam TPA regional cukup berada di bawah kendali BPSR.

"Kepala daerah tidak melakukan intervensi terhadap pengelolaan sampah secara langsung, cukup berkoordinasi dengan BPSR nantinya," katanya.

Model kelembagaan BPSR diharapkan menjadi model kelembagaan yang berkelanjutan dengan memperhatikan kriteria ekonomi, kelembagaan, sosial, teknologi, dan lingkungan.

"Model kelembagaan TPA sampah regional yang diimplementasikan di TPST Bantargebang Bekasi diharapkan menjadi model kelembagaan yang berkelanjutan dengan memperhatikan kriteria ekonomi, kelembagaan, sosial, teknologi, dan lingkungan," ujarnya.

Sedangkan Kelembagaan Badan Pengelolaan Sampah Nasional diharapkan dibentuk setingkat dengan kementerian yang memiliki Badan Pengelolaan Sampah Regional di tiap-tiap provinsi.

"Pembentukan Badan Pengelolaan Sampah Nasional dilakukan agar terjadi sinergi dalam pengelolaan anggaran persampahan secara nasional, supaya tidak terjadi tumpang tindih anggaran sampah dan lingkungan hidup antarkementerian. Badan ini bertindak melakukan fungsi perumusan dan penetapan kebijakan pengembangan TPA regional dan melakukan koordinasi pelaksanaan TPA regional," katanya.

Disertasi itu telah diterima oleh para penguji di IPB Bogor dan berhasil mengantarkannya memperoleh gelar Doktor.  

Pewarta: Andi Firdaus

Editor : M.Ali Khumaini


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016