Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI) bersama Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) di penghujung tahun 2021 membahas program dan riset perikanan rajungan (portunus pelagicus) berkelanjutan.
Pakar perikanan dan kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) University yang juga Direktur Eksekutif APRI Dr Hawis Madduppa dalam penjelasan di Bogor, Jawa Barat, Senin menjelaskan diskusi tersebut membahas kerja sama lanjutan yang sebelumnya telah ada dengan Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan (P4KSI) KKP tahun 2013-2014.
Dalam pertemuan yang diadakan pada Jumat (24/12) 2021 itu, hadir unsur dari Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), Balai Riset Perikanan Laut (BRPL), dan Pusat Riset Perikanan (Pusriskan) KKP.
Baca juga: Kawasan lindung perikanan rajungan digagas di Pulau Talango Sumenep
Ia mengemukakan bahwa industri rajungan sejak tahun 90-an yang berkembang dan di ekspor ke Amerika Serikat, sehingga pada awal tahun 2006 industri rajungan berasosiasi membentuk APRI dengan anggota sebanyak 17 perusahaan.
"Kemudian pada tahun 2014 APRI mengadopsi indikator dari Marine Stewardship Council (MSC) ekolabel," kata Associate Professor Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University itu.
Disebutkannya bahwa saat ini APRI diarahkan kepada "industry-science based".
Ia menambahkan sejak awal BRPL membantu APRI dalam pendataan stok walaupun masih dalam kurun waktu tertentu, namun saat ini pendataan dilakukan setiap hari yang ada di 10 titik Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), yakni di WPP 711, 712, 714, dan 571.
Baca juga: Nelayan rajungan Indonesia telah dibantu dengan teknologi TREKFish
Saat ini, katanya, perikanan rajungan sedang dalam progres sertifikasi MSC dan saat ini sudah masuk ke fase ITM (In-Trasition to MSC) dengan bantuan dana dari Ocean Stewardship Fund (OSF).
Sesuai dengan arahan BRPL, kata dia, tahun 2020 untuk proses kerja sama diajukan kepada Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM).
Kemudian kerja sama ini bisa diarahkan kepada tiga indikator Program Perbaikan Perikanan (Fisheries Improvement Program/FIP), yakni stok ikan yang berkelanjutan, mengurangi dampak kepada lingkungan dan pengelolaan perikanan yang efektif.
"Kami di APRI ingin melakukan kerja sama dengan KKP melalui BRSDM secara resmi," kata Hawis Madduppa.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BRSDM KKP Dr Kusdiantoro S.Pi, M.Sc menjelaskan proses kerja sama sudah diajukan kembali kepada APRI.
Ia menambahkan ada dua hal program terkait rajungan yaitu pengkajian stok dan budi daya rajungan.
Baca juga: Indonesia kini miliki pusat data rajungan berbasis platform digital
Selain itu, kata dia, ada tambahan kajian terkait sosial ekonomi agar riset dilakukan lebih komprehensif.
Menurut dia Menteri KKP mendorong rajungan khususnya pada sektor budi daya.
"Apabila setiap perusahaan/industri mengembangkan budi daya maka akan terjadi transisi dari penangkapan ke budi daya," katanya.
Kemudian hasil dari budi daya tersebut sebanyak 2,5 persennya bisa dikembalikan ke laut untuk 'restocking'," demikian Kusdiantoro.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021
Pakar perikanan dan kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) University yang juga Direktur Eksekutif APRI Dr Hawis Madduppa dalam penjelasan di Bogor, Jawa Barat, Senin menjelaskan diskusi tersebut membahas kerja sama lanjutan yang sebelumnya telah ada dengan Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan (P4KSI) KKP tahun 2013-2014.
Dalam pertemuan yang diadakan pada Jumat (24/12) 2021 itu, hadir unsur dari Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), Balai Riset Perikanan Laut (BRPL), dan Pusat Riset Perikanan (Pusriskan) KKP.
Baca juga: Kawasan lindung perikanan rajungan digagas di Pulau Talango Sumenep
Ia mengemukakan bahwa industri rajungan sejak tahun 90-an yang berkembang dan di ekspor ke Amerika Serikat, sehingga pada awal tahun 2006 industri rajungan berasosiasi membentuk APRI dengan anggota sebanyak 17 perusahaan.
"Kemudian pada tahun 2014 APRI mengadopsi indikator dari Marine Stewardship Council (MSC) ekolabel," kata Associate Professor Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University itu.
Disebutkannya bahwa saat ini APRI diarahkan kepada "industry-science based".
Ia menambahkan sejak awal BRPL membantu APRI dalam pendataan stok walaupun masih dalam kurun waktu tertentu, namun saat ini pendataan dilakukan setiap hari yang ada di 10 titik Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), yakni di WPP 711, 712, 714, dan 571.
Baca juga: Nelayan rajungan Indonesia telah dibantu dengan teknologi TREKFish
Saat ini, katanya, perikanan rajungan sedang dalam progres sertifikasi MSC dan saat ini sudah masuk ke fase ITM (In-Trasition to MSC) dengan bantuan dana dari Ocean Stewardship Fund (OSF).
Sesuai dengan arahan BRPL, kata dia, tahun 2020 untuk proses kerja sama diajukan kepada Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM).
Kemudian kerja sama ini bisa diarahkan kepada tiga indikator Program Perbaikan Perikanan (Fisheries Improvement Program/FIP), yakni stok ikan yang berkelanjutan, mengurangi dampak kepada lingkungan dan pengelolaan perikanan yang efektif.
"Kami di APRI ingin melakukan kerja sama dengan KKP melalui BRSDM secara resmi," kata Hawis Madduppa.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BRSDM KKP Dr Kusdiantoro S.Pi, M.Sc menjelaskan proses kerja sama sudah diajukan kembali kepada APRI.
Ia menambahkan ada dua hal program terkait rajungan yaitu pengkajian stok dan budi daya rajungan.
Baca juga: Indonesia kini miliki pusat data rajungan berbasis platform digital
Selain itu, kata dia, ada tambahan kajian terkait sosial ekonomi agar riset dilakukan lebih komprehensif.
Menurut dia Menteri KKP mendorong rajungan khususnya pada sektor budi daya.
"Apabila setiap perusahaan/industri mengembangkan budi daya maka akan terjadi transisi dari penangkapan ke budi daya," katanya.
Kemudian hasil dari budi daya tersebut sebanyak 2,5 persennya bisa dikembalikan ke laut untuk 'restocking'," demikian Kusdiantoro.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021