Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor Atang Trisnanto menyampaikan empat peta kendala soal pembangunan infrastruktur di daerahnya yang sering kali terlambat dan telah mendapat perhatian pemerintah setempat. 


"Pak Wali sudah turun keliling memantau progres pengerjaan. Semoga bisa cepat selesai tepat waktu dengan kualitas yang memenuhi standar," kata Atang kepada Antara di Kota Bogor, Kamis. 

Menurut dia penyelesaian pembangunan sejumlah infrastruktur yang molor seperti   pembangunan Masjid Agung, Alun-alun Kota bogor, Pedestrian di Jalan Juanda, jalur sepeda di Jalan Sudirman dapat terpetakan dalam empat faktor. 

Pertama, kata Atang, dari sisi waktu penyelesaian infrastruktur, sering terlambat karena dipengaruhi oleh budaya kerja yang selama ini lebih banyak penyelesaian pekerjaan fisik atau pembangunan baru dilakukan di semester kedua. 

Ia menekankan budaya yang kurang baik ini seharusnya tidak diteruskan.

Contonya, pedestrian Jalan Sudirman yang dianggarkan hingga Rp5 miliar sepanjang 1 kilometer sisi jalan dari arah Air Mancur hingga Denpom III/1 Bogor masih dalam proses lelang di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Bogor. 

Atang mengkhawatirkan kualitas proyek pembangunan trotoar dan jalur sepeda itu tidak sesuai dengan kurun waktu pengerjaan itu. 

Kemudian yang kedua, Ketua DPRD itu menilai dari sisi administratif bisa jadi kendala, karena terlalu hati-hati dengan banyaknya tahapan adminstrasi dalam keuangan negara. 

"Hati-hati bagus namun, bisa dibuat timeline dan SOP waktu penyelesaian untuk tiap jenjang sehingga terukur. Saat ini era digital. Sismonev dalam bentuk digital akan membantu," kata Atang. 

Selanjutnya yang ketiga, sambung Atang, kemungkinan kekurangan sumber daya manusia (SDM). Baik secara kuantitas karena sudah lama tidak ada rekrutmen ASN teknis, ataupun juga kekurangan SDM yang handal dan pekerja keras.

Keempat, tahapan pekerjaan yang terdiri dari perencanaan sampai dengan tahapan. Hal ini dapat memperlama proses. Namun, kalau ada sistem yang baik, diyakini bisa dipercepat dan dipantau sesuai indikator kinerja masing-masing.


Pencairan anggaran 

Atang berpendapat pencairan anggaran pun sebenarnya tidak menjadi kendala dengan sistem yang ada. 

Dari sisi penganggaran proyek infrastruktur, kata dia, tergantung dari perolehan pendapatan.  Namun ini tidak bisa jadi alasan sebab ada termin pembayaran untuk pekerjaan fisik yang malah pembayarannya sering diakhir-akhir. 

Justru, menurutnya dalam konteks kebijakan anggaran, sudah jelas dari tahun sebelumnya. 

Pada Bulan Mei hingga Juni tahun setiap tahun, dinas sudah menyusun rencana kerja. Di bulan Agustus telah ada Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang maksimal pada tanggal 30 Nopember sudah disetujui RAPBD. 

"Ada waktu 2 bulan untuk menyiapkan. Sehingga pas Januari tahun berikutnya sudah bisa mulai running," katanya. 

Atang pun menjelaskan mengenai proses sanggah lelang proyek merupakan hal yang wajar jikapun memperlama penunjukkan untuk mendapatkan pemenang yang diupayakan selayak mungkin. 

Untuk itu, Pemerintah Kota Bogor dapat melaksanakan lelang di triwulan I agar peta masalah pertama mengenai budaya kerja yang diakhir-akhirkan dapat lebih cepat terlaksana. 

Solusi ini pun berlaku untuk beberapa belanja daerah yang juga seringkali di akhir tahun. Baik itu belanja tanah, belanja barang, hibah bantuan sosial (bansos).  

"Kalaupun ada tender ulang, bisa maksimal di triwulan II. Jika terus dilakukan secara transparan dan obyektif saya kira akan memperbaiki proses lelangnya," ujar Atang.

Baca juga: Ketua DPRD Kota Bogor titip empat pilar kebangkitan ekonomi kepada calon Ketua BPC Hipmi
Baca juga: Ketua DPRD: Pemuda Bogor banyak isi posisi strategis pejabat publik
Baca juga: Ketua DPRD Kota Bogor titip empat pilar kebangkitan ekonomi kepada calon Ketua BPC Hipmi


 

Pewarta: Linna Susanti

Editor : Budi Setiawanto


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021