Jakarta, (Antara Megapolitan) - Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) sebagai representatif lembaga transfer teknologi di Indonesia telah melakukan kerja sama dengan Jerman dalam membuat skema transfer teknologi sesuai budaya lokal Indonesia.

Ketua Umum Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Dr Warsito P Taruno, M. Eng di Jakarta, Sabtu, menjelaskan kerja sama itu dilakukan pihaknya dengan Steinbeis Transfer Center, Jerman.

Steinbeis Transfer Center adalah sebuah lembaga transfer teknologi di Jerman yang telah berpengalaman selama lebih dari 30 tahun untuk membantu pengembangan dan penerapan teknologi pada usaha kecil, menengah, hingga skala besar.

Ia juga menjelaskan dalam seminar Internasional dan Bincang Ilmuwan Muda di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, yang bertepatan akhir pekan peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA), dihadirkan Direktur Steinbeis Transfer Center for Economic Promotion Georg Villinger.

Villinger dalam kesempatan itu berharap MITI dapat berperan dalam mendorong pemberdayaan masyarakat Indonesia dengan aplikasi teknologi, pendidikan, dan pendampingan melalui jejaring ilmuwannya yang luas.

Dalam seminar itu, ia juga menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan masyarakat berbasis teknologi dengan jumlah penduduk yang sangat besar.

Ia juga mengharapkan Indonesia dapat belajar dari pengalaman pemerintah negara BRIC`s (Brazil, Rusia, India, dan Tiongkok), bahwa pembangunan infrastruktur belaka tanpa peningkatan kemampuan mengembangkan teknologi yang dapat menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan akan mengalami stagnasi di suatu saat.

Sementara itu, Warsito P Taruno menyatakan upaya pihaknya dalam melakukan pemberdayaan masyarakat berbasis teknologi saat ini menjadi contoh program transfer teknologi bagi negara-negara ASEAN yang tergabung dalam program "Promoting Innovation and Technology" (PIT).

"Kami mengambil peran untuk menjadi promotor dan katalisator dalam upaya pemberdayaan masyarakat berbasis teknologi untuk masyarakat lapis bawah yang disebut `bottom of pyramid`," katanya.

PIT-ASEAN, kata dia, adalah sebuah program kerja sama Sekretariat ASEAN dengan Pemerintah Jerman.

Ia juga mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur harus memberi manfaat sepenuhnya bagi ekonomi rakyat melalui pemberdayaan teknologi.

Indonesia, katanya, mengalami peningkatan pada peringkat Indeks Daya Saing Global tahun 2014-2015, yang berhasil naik empat tingkat menjadi urutan ke-34 dari 144 negara sesuai laporan yang ditulis oleh World Economic Forum (WEF), di bawah Malaysia (ke-20) dan Thailand (ke-33).

WEF menulis peran pembangunan infrastruktur cukup besar mendongkrak peringkat indeks daya saing Indonesia.

Indonesia akan mengalami pertumbuhan ekonomi cepat pada dasa warsa ke depan menuju visi Indonesia 2025 dengan adanya percepatan pembangunan infrastruktur di segala bidang yang saat ini gencar

dilakukan pemerintah melanjutkan program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang dicanangkan oleh pemerintah sebelumnya.

Warsito menyebut sebagai salah satu "leading nation" pada forum negara-negara Asia-Afrika, Indonesia harus menjadi contoh dalam pembangunan yang mementingkan kesejahteraan masyarakat.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, katanya, menetapkan rencana pembangunan empat infrastruktur prioritas utama yaitu infrastruktur energi, perhubungan, kedaulatan pangan, dan pariwisata untuk menggeliatkan perekonomian dalam negeri.

Namun, katanya, Indonesia juga dihadapkan pada permasalahan krusial, yakni apakah sebagian besar rakyat Indonesia akan dapat mengambil bagian dan manfaat dari proses ekonomi dan pembangunan yang ada.

"Atau pembangunan infrastruktur yang masif hanya akan menguntungkan pemilik modal?" kata ilmuwan Indonesia penemu alat pemindai aktivitas otak 4D Brain Activity Scanner berbasis Electrical Capacitance Volume Tomography/ECVT (tomografi kapasitansi listrik berbasis medan listrik statis), teknologi yang jauh lebih canggih dibandingkan CT-Scan itu.

Atas kondisi, Warsito mengungkapkan pemerintah harus bisa menjamin sebagian besar rakyat Indonesia dapat berpartisipasi dalam rantai ekonomi nasional maupun global.

Oleh karena itu, proses pemberdayaan masyarakat dan bangsa harus berjalan, bukan sekadar program "santunan" terhadap masyarakat lapis bawah melalui berbagai program subsidi, demikian Warsito P Taruno.

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015