Jakarta, 5/12 (ANTARA) - Dengan duduk di kursi roda, Bari (15) terus mengotak-atik kabel-kabel di bagian lampu sepeda motor yang tengan ia perbaiki, sementara temannya Mansyur (22) memperbaiki bagian lainnya.
Walaupun mempunyai cacat pada kakinya, kedua pemuda tadi tampak dengan tekun mencoba memperbaiki sepeda motor sebagai salah satu ketrampilan yang dikembangkan di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa (BBRSBD) Prof Dr Soeharso Surakarta.
Bari asal Desa Telagu, Banjarnegara mengaku baru empat bulan masuk Balai "Soeharso", setelah lulus dari SMK Pancabakti. Begitu masuk Balai, Bari mendapatkan operasi "gratis" untuk mengatasi kaki pengkor-nya (tapak kedua kakinya mengarah ke samping). Saat ini kedua kakinya masih berbalut gip, tetapi semangat untuk belajar masih tetap membara.
"Saya paling suka memperbaiki motor Honda karena saya pernah punya motor itu, jadi sudah terbiasa bongkar pasangnya," katanya yang bercita-cita mempunyai bengkel sendiri.
Ia masih harus mengikuti program terapi minimal satu tahun agar bisa berjalan dengan normal setelah operasi pada kedua kakinya itu.
Hal senada diungkap Mansyur asal Sumbawa Besar, NTB yang mempunyai cita-cita membuka bengkel motor dan bengkel tambal ban, karena melihat belum banyak bengkel motor di desanya di Labuan Badan, Kecamatan Badas, Sumbawa. "Saya yakin bisa hidup mandiri dengan mengelola bengkel motor," kata Mansyur yang kaki kanannya lemah akibat kena polio.
Hari itu, Sabtu (26/11), ada sekitar 10 anak tuna daksa tengah melakukan praktek perbaikan kendaraan bermotor.
Menurut Supardi (48), instruktur otomotif, saat ini ada 13 jenis kendaraan roda dua yang menjadi ajang praktek mulai dari mesin empat tak, dua tak dan jenis matic. "Tiga yang terbaru yaitu Supra X 125, Beat Matic dan Matic Mio, baru datang tahun ini," katanya.
Ia mengatakan, para siswa berikan teori dan praktek sehingga mampu memperbaiki mesin motor dari mati ke hidup dan membongkar mesin yang sebelumnya hidup kemudian dirakit kembali sampai kembali hidup.
"Kita persiapkan mereka betul-betul mahir bongkar pasang mesin kendaraan roda dua, dan dengan tambahan mesin matic, pengetahuan mereka akan lebih luas," katanya.
Saat ini, setiap ada kendaraan roda dua milik karyawan yang bermasalah akan menjadi lahan ujicoba bagi para siswa.
Tidak hanya bongkar pasang di bengkel balai, mereka sebenarnya sudah dipersiapkan untuk bekerja di Bengkel Worshop yang akan menerima kendaraan bermasalah dari masyarakat umum Workshop itu masih terkendala aliran listrik karena dayanya belum mencukupi dan belum ada instalasi air bersihnya.
Ketrampilan Lain
Tidak hanya ketrampilan otomotif, ada pula ketrampilan komputer, tata busana, tata boga, dan pertukangan yang diberikan kepada kelayan (istilah penerima manfaat) di BBSBD Soeharso yang sampai sekarang masih dikenal masyarakat dengan sebutan "RC" atau Rehabilitaasi Centrum nama yang dipakai tahun 1950 saat pertama kali berdiri.
Di bidang ketrampilan komputer, sejumlah siswa tampak tekun mempelajari beberapa program komputer seperti MSWord, Excel, Powerpoint, Photoshop, Pagemaker.
Taufik, salah satu kelayan yang sudah 10 bulan menimba ilmu di balai mengaku waktu untuk pendalaman ilmu komputer dirasa kurang karena 50 persen pembinaan juga dihabiskan untuk kegiatan lain seperti motivasi, rohani, olahraga dan pramuka.
"Saya ingin lebih banyak program lain yang diberikan tetapi di sini sudah punya kurikulum sendiri," katanya.
Namun ia cukup mengerti karena tidak semua kelayan yang ada di keahlian komputer itu mempunyai dasar pengetahuan awal yang sama tentang komputer.
Seperti dikatakan Samsul, asal Gerung, NTB, bahwa mereka sebenarnya ingin menguasai lebih banyak ilmu sehingga lebih percaya diri untuk berkompetisi dengan dunia kerja, namun ada beberapa teman kami yang masih baru mengenal komputer.
Baik Taufik maupun Samsul berharap dengan bekal yang mereka dapat sudah bisa bersaing di bursa kerja. "Saya berharap bisa bekerja ditempat yang memungkinkan saya bisa menimba ilmu lebih banyak lagi," kata Taufik.
Jika di keahlian komputer, ada peserta didik yang masih haus ilmu, maka di keahlian pertukangan justru kekurangan instruktur untuk seni ukir kayu karena salah satu instrukturnya telah dipindah ke lembaga lain, hal itu diungkap Surono, instruktur perkayuan.
Ia mengatakan, karena tidak ada guru ukir maka pada tahun 2011 ini, sembilan orang kelayan yang mengambil bidang pertukangan tidak bisa menimba seni ukir yang bisa menambah nilai estetika hasil mebeler.
"Kita arahkan pada pembuatan lemari, meja dan kursi yang desainya tanpa ukuran," katanya.
Dua kelayan yang ditemui yaitu Ambes dan Ali Nurdin keduanya asal Kabupaten Barito Timur mengaku mereka sudah mampu membuat perangkat meja, kursi, lemari, buffet dan sejumlah perabot kayu lainnya, bahkan mereka juga diajarkan tehnik sambungan kayu pada kusen rumah dan kuda-kuda rumah.
Mereka berharap bisa bekerja di industri mebeler atau jika mendapat modal maka secara mandiri akan membuat industri mebeler kecil-kecilan.
Surono mengungkapkan, usai menyelesaikan pendidikan di balai rehabilitasi mereka akan mendapat bantuan modal peralatan kerja pertukangan.
Diarahkan Mandiri
Kepala BBRSBD Surakarta Drs Suhadi MSi, mengatakan, mulai tahun 2011 lulusan lebih diarahkan untuk bisa berusaha secara mandiri, namun tidak menutup kemungkinan mereka bisa bekerja pada perusahaan yang akan menerima mereka.
Menurut Suhadi, usai mengikuti program rehabilitasi mereka akan mendapat bantuan modal agar bisa mandiri sesuai dengan keahliannya misalnya montir akan mendapat peralatan bengkel, demikian juga pertukangan yang mendapat peralatan kerja.
Namun, banyak juga dari mereka yang berkeinginan bekerja di perusahaan yang sudah maju sehingga pihaknya juga menggelar bursa kerja dengan mengundang perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
"Penerimaa manfaat pada Desember ini akan menyelesaikan rehabilitasinya dan sudah ada 16 perusahaan datang ke sini untuk melakukan wawancara langsung dengan mereka," katanya.
Tahun lalu, ia mengungkapkan, ada 22 penerima manfaat yang direkrut sejumlah perusahaan dari 97 yang sempat masuk bursa kerja.
"Apindo di Surakarta dan sekitarnya sudah cukup terbuka menerima para penyandang cacat tuna daksa ini, tetapi sosialisasinya di luar Surakarta itu masih asing sehingga perlu digencarkan semua pihak," katanya.
Ia yakin, dengan program rehabilitasi yang tepat maka penyandang cacat masih bisa memberikan sumbangsih bagi pembangunan sebagai manusia yang produktif dan tidak menjadi beban bagi masyarakatnya.
Ibu Negara Ani Yudhoyono juga mendorong para penyandang cacat untuk tidak berkecil hati dan terus berkarya karena cacat bukan halangan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
"Cacat fisik bukan berarti tidak mampu. Cacat fisik tidak boleh menjadi halangan untuk terus berjuang dan berusaha guna mencapai kehidupan yang lebih baik," kata Ani Yudhoyono di Jakarta, Minggu (4/12) sebelum melepas peserta Gerak Jalan Santai Indonesia Peduli Disabilitas yang diadakan serentak oleh 77 stasiun RRI di seluruh Indonesia.
Ia juga mengatakan bahwa pemerintah terus berusaha untuk menyediakan fasilitas pendukung para penyandang cacat, baik secara infrastruktur maupun dari sisi hukum dan regulasi.
Di BBRSBD Soeharso Mereka Berjuang Untuk mandiri
Senin, 5 Desember 2011 11:19 WIB
di-bbrsbd-soeharso-mereka-berjuang-untuk-mandiri