Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Vahd Nabyl A. Mulachela mengatakan pihaknya telah melakukan koordinasi dengan otoritas Nepal untuk memastikan 134 WNI di negara tersebut dalam kondisi aman.
"Sebagai langkah cepat, Kementerian Luar Negeri RI melalui KBRI Dhaka telah berkoordinasi dengan otoritas setempat untuk memastikan bahwa 134 WNI di Nepal dalam kondisi aman," kata Nabyl melalui pesan video di Jakarta, Jumat.
Nabyl menjelaskan bahwa saat ini KBRI Dhaka juga telah menghubungi para WNI tersebut, baik yang menetap di Nepal maupun mereka yang melakukan wisata atau menghadiri pertemuan internasional di Ibu Kota Katmandu, Nepal.
"KBRI Dhaka telah menghubungi WNI di Nepal untuk memastikan keberadaan mereka dalam kondisi aman," katanya.
Selain itu, KBRI Dhaka juga telah mengeluarkan imbauan agar para WNI di Nepal menghindari lokasi yang menjadi titik demonstrasi dan selalu bersikap waspada.
"Untuk memberikan perlindungan lebih lanjut, KBRI juga menyediakan hotline 24 jam bagi mereka," ucapnya.
KBRI juga telah melakukan koordinasi dengan otoritas setempat untuk membantu WNI yang kesulitan mengakses bandara karena jalanan ditutup sehingga dapat kembali ke tanah air dengan selamat.
Menurut Nabyl, hingga kini Kemlu RI masih mengikuti perkembangan di Nepal secara saksama.
Anggota Komisi I DPR RI Taufiq Abdullah mendesak pemerintah segera melakukan segala upaya perlindungan, termasuk menyiapkan langkah mitigasi hingga evakuasi jika diperlukan terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) di Nepal, imbas adanya kerusuhan besar di negara tersebut.
Dia pun merasa turut prihatin dengan kerusuhan yang yang semakin meluas di Nepal, dan berharap situasinya bisa berangsur kondusif.
"Namun jika keadaan semakin tidak menentu dan mengancam keselamatan WNI, maka langkah evakuasi perlu dipersiapkan dengan tepat waktu,” kata Taufiq di Jakarta, Kamis.
Berdasarkan data Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), menurut dia, terdapat 57 WNI yang bermukim di Nepal. Selain itu, ada 43 anggota Delegasi RI yang sedang menghadiri konferensi, 2 anggota TNI yang mengikuti pelatihan, serta 23 wisatawan yang sedang berlibur di negara tersebut.
Dia meminta pemerintah memberikan fasilitasi penuh serta menjalin komunikasi intensif dengan seluruh WNI di Nepal maupun pihak-pihak terkait untuk memastikan keselamatan mereka.
“Komunikasi intensif dengan para WNI sangat dibutuhkan, baik untuk mengingatkan kewaspadaan, memastikan mereka menghindari kerumunan massa, maupun memantau keberadaan WNI agar tetap aman di tengah konflik,” katanya.
Dia juga mengimbau seluruh WNI di Nepal agar tetap tenang dan terus berkoordinasi dengan KBRI. Ia menekankan pentingnya kepatuhan terhadap instruksi yang disampaikan oleh perwakilan RI.
“Butuh kerja sama antara WNI dan KBRI untuk memastikan semuanya berada dalam kondisi sehat dan selamat tanpa kurang suatu apa pun. Kami percaya pemerintah akan memastikan dan menjamin keselamatan seluruh WNI,” katanya.
Kementerian Luar Negeri menyatakan bahwa sejumlah 18 warga negara Indonesia (WNI) telah berhasil dievakuasi dari Nepal menyusul gangguan keamanan akibat kerusuhan besar yang melanda negara tersebut.
Menurut pernyataan tertulis Kemlu RI yang diterima di Jakarta, Kamis, para WNI tersebut dipulangkan dengan pendampingan tim pelindungan WNI dari Bandara Internasional Tribhuvan, Kathmandu, Kamis.
Mereka dijadwalkan tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Jumat (12/9).
Kemlu RI mencatat 18 WNI tersebut berasal dari berbagai instansi, di antaranya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Kesehatan, lembaga GIZ Indonesia dan asosiasi hydro, serta Universitas Indonesia.
Sebagian besar anggota rombongan tersebut berada di Kathmandu untuk mengikuti agenda kerja sama energi terbarukan Indonesia-Nepal-Jerman “3rd Exchange of Renewable Energy Mini-grids in South-South and Triangular Cooperation” (ENTRI) yang berlangsung pada 8—12 September 2025.
Selain peserta agenda kerja sama tersebut, ada pula sejumlah WNI dalam kelompok repatriasi tersebut yang sedang berwisata di Nepal saat kerusuhan terjadi.
Menurut hasil penelusuran tim pelindungan WNI di Nepal, sebagian besar WNI sedang berada di Kathmandu. Sementara beberapa WNI lainnya sedang berada di Pokhara dan Lumbini.
Kemlu RI menegaskan bahwa tim pelindungan WNI dari Kemlu dan KBRI Dhaka, yang diakreditasikan ke Nepal, akan terus bertahan di negara tersebut untuk memantau perkembangan situasi di lapangan dan memastikan kepulangan WNI dengan selamat.
Secara terpisah, Direktur Informasi dan Media Kemlu RI Hartyo Harkomoyo mengatakan pada Kamis bahwa pihaknya terus menjaga komunikasi dengan seratusan WNI di Nepal untuk memastikan keselamatan mereka.
“Saat ini KBRI Dhaka secara intensif terus menjalin komunikasi dengan 134 WNI yang ada di sana, baik yang sedang menetap atau tujuan-tujuan tertentu untuk berkunjung di sana maupun yang tergabung dalam delegasi pertemuan internasional di Kathmandu,” kata Hartyo saat ditemui di Kantor Kemlu RI.
Media sosial
Protes terhadap korupsi di pemerintahan serta pelarangan media sosial populer di Nepal yang merebak pada Senin (8/9) berubah menjadi kerusuhan dan penjarahan massal yang mengakibatkan 31 orang tewas dan ratusan lainnya terluka.
Buntut kerusuhan tersebut, pemerintahan Nepal ambruk usai Perdana Menteri Sharma Oli mengajukan pengunduran diri kepada Presiden Ram Chandra Paudel yang langsung mempersiapkan pembentukan pemerintahan baru.
Nepal diguncang gelombang protes besar-besaran yang menelan banyak korban jiwa dan ratusan luka-luka dalam dua hari terakhir. Aksi unjuk rasa yang disebut sebagai “Revolusi Gen Z” itu berujung pada pengunduran diri Perdana Menteri KP Sharma Oli pada Senin (8/9), serta memicu keterlibatan militer dalam mengendalikan situasi.
Kerusuhan bermula dari keputusan pemerintah Nepal yang melarang 26 platform media sosial, termasuk WhatsApp, Instagram, dan Facebook. Alasan resmi larangan tersebut adalah karena platform dianggap tidak memenuhi tenggat waktu pendaftaran ke Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi.
Namun, kebijakan itu ditolak luas oleh masyarakat, terutama generasi muda, yang menilai pemerintah berusaha membungkam kampanye antikorupsi yang marak di media sosial. Larangan ini akhirnya dicabut pada Senin malam, tetapi aksi protes terlanjur meluas dengan membawa tuntutan yang lebih mendasar.
Masalah yang lebih dalam
Bagi ribuan demonstran, larangan media sosial hanyalah pemicu awal. Akar dari kerusuhan adalah kekecewaan yang sudah lama menumpuk terhadap praktik korupsi di lingkaran elit politik Nepal.
Banyak peserta aksi berasal dari kalangan mahasiswa dan pelajar. Mereka mengusung tuntutan agar pemerintah mengakhiri “praktik korup” dan menegakkan kepemimpinan yang bersih. Slogan-slogan seperti #NepoBaby dan #NepoKids muncul di berbagai poster dan unggahan media sosial, menyoroti gaya hidup mewah keluarga politisi yang kontras dengan kesulitan ekonomi rakyat.
Kekerasan dan kerugian besar
Situasi memanas ketika ribuan pengunjuk rasa memadati Kathmandu dan kota besar lainnya, menembus barikade polisi hingga ke gedung parlemen. Aparat merespons dengan gas air mata, meriam air, peluru karet, bahkan peluru tajam.
Bentrok pada Senin menyebabkan 19 orang tewas, sementara tiga orang lainnya meninggal pada Selasa, sehingga total korban mencapai sedikitnya 22 jiwa. Sekitar 350 orang dilaporkan luka-luka, termasuk polisi.
Unjuk rasa juga meluas dengan pembakaran gedung parlemen, kantor Partai Kongres Nepal, serta rumah sejumlah tokoh politik, termasuk mantan perdana menteri Sher Bahadur Deuba. Media setempat melaporkan penembakan di markas besar kepolisian, serta kaburnya 1.500 tahanan dari penjara Nakkhu di Lalitpur.
Kekosongan kekuasaan dan peran militer
Pengunduran diri PM KP Sharma Oli telah diterima Presiden Ram Chandra Paudel, yang segera memulai proses memilih perdana menteri baru. Namun, di tengah kekacauan, militer menyatakan mengambil alih pengendalian keamanan nasional.
Menurut laporan surat kabar India Today pada Selasa (9/9), Presiden Nepal Ram Chandra Paudel juga menyatakan mundur di tengah aksi kerusuhan yang melanda negara tersebut
Kepala Staf Angkatan Darat Nepal, Jenderal Ashok Raj Sigdel, menegaskan bahwa semua institusi keamanan siap bertindak untuk mengendalikan situasi. Ia juga mengundang para pengunjuk rasa berdialog demi menemukan solusi damai, meski protes sejauh ini belum memiliki kepemimpinan terpusat.
Apa yang dituntut para demonstran?
Para pengunjuk rasa, yang sebagian besar dari generasi muda dan mahasiswa, menegaskan dua tuntutan utama, yaitu pencabutan larangan media sosial dan penghentian praktik korupsi. Dengan pencabutan larangan, fokus kini bergeser pada desakan pembaruan politik dan keadilan sosial.
Kerusuhan di Nepal kini menjadi salah satu krisis politik terburuk dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini memperlihatkan jurang ketidakpercayaan masyarakat terhadap elit politik dan kebutuhan mendesak akan reformasi yang lebih substansial serta menuntut pemerintah berfokus kepada rakyat.
Baca juga: Presiden Nepal imbau semua pihak bekerja sama
Baca juga: Kemlu RI berhasil evakuasi 18 WNI dari Nepal menyusul kerusuhan besar
Baca juga: DPR minta pemerintah evakuasi WNI dari Nepal
