Jakarta (ANTARA) - Sepasang suami istri di Desa Balekambang, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat bermimpi memperkenalkan makanan tradisional tempe ke pusaran pasar internasional.
Handry Wahyudi dan Vivi Herviany memulai bisnis keripik tempe dengan nama CV Kahla Global Persada pada 2014.
Pengembangan produk pun ditempuh dari hanya membuat keripik tempe original, kemudian melahirkan beragam rasa seperti rendang, sapi panggang, sambal toel, hingga ayam bawang.
Distribusi penjualan dari yang semula di warung kecil sekitaran rumah mereka, kini meluas ke pasar tradisional, lalu merambah ke pasar modern di berbagai daerah di Indonesia.
Satu tujuan besar yang ada di kepala mereka adalah membuat usaha mereka semakin besar agar semakin banyak tenaga kerja sekitar yang bisa terserap.
Setahun setelah usahanya berjalan, koleganya di Kanada dan Norwegia memesan 24 pax atau satu box keripik tempe Kahla. Tak banyak memang, namun satu box itu berhasil melahirkan ide untuk membuka peluang ke pasar internasional.
“Kalau sebelumnya waktu itu kami tidak bicara piece ya. Waktu itu kami per kilo hitungnya. Waktu itu dari 10 kilo, terus naik lagi menjadi 20 kilo terus sampai Alhamdulillah sekarang kita bisa sampai 30.000 piece per bulan,” kata Handry.
Badai besar menghantam para pelaku usaha di tahun 2020, termasuk CV Kahla Global Persada yang tidak dapat lari dari gempuran pandemi COVID-19.
Sebelum pandemi merebak, Kahla sempat mengikuti Trade Expo Indonesia (TEI) 2019 yang digagas oleh Kementerian Perdagangan.
Di pameran internasional tersebut, keripik tempe Kahla diperkenalkan ke berbagai calon pembeli dari berbagai negara.
Kini keripik tempe Kahla sudah diekspor ke 16 negara di berbagai benua, seperti Malaysia, Singapura, China, Arab Saudi, Australia, hingga Swiss.
Pada Februari 2025, sebanyak satu kontainer penuh atau setara 28.728 pax keripik tempe dikirim ke Arab Saudi untuk dipasarkan di pasar modern di sana.
Masih di tanah pasundan, berdiri sebuah usaha keluarga yang telah berjalan 33 tahun di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Sebanyak 90 karyawan dipekerjakan di lahan seluas 6.000 meter persegi dengan kemampuan produksi hingga 60.000 jenis peralatan dapur yang terbuat dari kayu.
CV Karya Winazar memproduksi 150 jenis peralatan dapur dari kayu mahoni, pinus, dan jati dengan merek dagang Queenra Winazar.
Berbagai peralatan seperti sodet, cobek, talenan, rolling pin dan berbagai peralatan dapur berbagai bentuk dan ukuran dijual dengan standar SNI ISO 9001:2015 untuk manajemen mutunya.
Untuk pemasaran di tingkat domestik, CV Karya Winazar bekerja sama dengan distributor. Sehingga produk mereka telah tersedia di pasar tradisional dan modern di berbagai daerah di Indonesia.
Menurut Asep Mulyadi, generasi kedua pemilik CV Karya Winazar, mimpinya adalah membawa produk Queenra Winazar dapat dijajakan di lima benua.
Kendati baru merambah pasar ASEAN, langkah strategis terus ditempuh oleh Asep. Termasuk dengan menjemput pembeli potensial melalui pameran internasional seperti TEI 2024 dan TEI 2025.
Menurut Asep, dengan semakin berkembang usahanya maka semakin banyak lapangan pekerjaan yang bisa dibuka untuk warga Kabupaten Sukabumi dan sekitarnya.
Go global
Kementerian Perdagangan fokus pada tiga strategi untuk menguatkan daya saing ekspor UMKM, seperti pengembangan produk ekspor, pengembangan pelaku usaha ekspor, dan pengembangan pasar ekspor.
Dalam membantu pengembangan produk ekspor, Kementerian Perdagangan melalui Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Dirjen PEN) menyediakan kegiatan sertifikasi produk dan pengembangan desain produk yang bisa diakses oleh pelaku UMKM.
Peningkatan kapabilitas pelaku UMKM juga dilakukan melalui berbagai pelatihan dan pendampingan yang bekerja sama dengan berbagai stakeholders.
Tahun 2025, Kementerian Perdagangan mulai menjalankan program UMKM Bisa Ekspor yang hingga Juli 2025 telah diikuti oleh 773 UMKM dari berbagai daerah di Indonesia dan melibatkan Atase Perdagangan dan Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) di 33 negara. Pelaku UMKM bisa mengakses layanan tersebut melalui platform InaExport.
“Transaksi ini (dari program UMKM Bisa Ekspor) sampai dengan Juli kemarin itu sudah lumayan banyak ya mencapai 90,04 juta dolar AS atau sekitar Rp1,4 triliun,” ujar Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Fajarini Puntodewi.
Tidak hanya Kementerian Perdagangan, upaya penguatan sektor UMKM juga ditempuh oleh Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Kementerian yang baru didirikan akhir tahun 2024 ini menggagas sebuah konsep holding UMKM yang menciptakan ekosistem kemitraan bisnis berbasis klaster dan menghubungkan UMKM dengan industri besar.
Terbukanya pasar yang lebih luas, meningkatnya kualitas produk UMKM dan kapabilitas pelaku usahanya dapat membuat laju UMKM Indonesia lebih cepat dalam berkompetisi di kancah internasional. Sehingga ekspor produk Indonesia bisa berkelanjutan dalam iklim perdagangan global.
