Jakarta (Antaranews Megapolitan) - KPK memeriksa Menteri Sosial Idrus Marham sebagai saksi dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1, Kamis.
"Hari ini sebenarnya saya juga ada undangan di DPR, ya, bersama beberapa menteri di Komisi IX. Akan tetapi, karena saya juga dapat undangan dari KPK, saya harus hormati dan saya harus penuhi undangan pada hari ini karena saya anggap penting. Oleh karena itu, saya hadir di sini," kata Idrus saat tiba di Gedung KPK RI, Jakarta.
Idrus mengaku diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
"Nanti materinya apa? Saya belum bisa menyampaikan kepada teman-teman semua. Saya percaya KPK itu tidak melakukan di luar aturan jadi pasti aturannya biasanya tiga hari sebelumnya sudah diterima," kata Idrus.
Namun, Idrus tidak menjelaskan mengenai apa yang ia ketahui mengenai kasus tersebut.
"Nanti, ya, saya kira sudah, ya, sudah ditunggu," ungkap Idrus.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan bahwa para saksi adalah orang-orang yang punya kaitan dengan perkara tersebut.
"KPU tidak akan manggil orang kalau tidak ada hubungan langsung tidak langsung dengan kasus itu," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK, Rabu (18/7).
Rumah Idrus Marham menjadi lokasi Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih pada hari Jumat (13/7).
KPK rencananya juga akan memeriksa Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara Sofyan Basir pada Jumat (20/7).
"Ya, 'kan sebagai saya katakan itu 35.000 megawatt, kemudian Desember lalu sudah bicara dengan mereka agar plotnya itu hati-hati. Nanti, dikembangkan dahuulu, justru itu yang mau didalami karena ada beberapa hal yang perlu konfirmasi," ungkap Saut menanggapi rencana pemeriksaan Sofyan.
Pada hari Minggu (15/7) petugas KPK menggeledah rumah Dirut PLN Sofyan Basir.
KPK telah menetapkan dua tersangka, Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT), Jumat (13/7), KPK sudah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait dengan kasus itu, yaitu uang Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.
Ada dugaan penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari "commitment fee" sebesar 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait dengan kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Sebelumnya, Eni sudah menerima dari Johannes sebesar Rp4,8 miliar, pada bulan Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 sebanyak Rp2 miliar, dan pada tanggal 8 Juni 2018 sebesar Rp300 juta yang diberikan melalui staf dan keluarga. Tujuan pemberian uang adalah agar Eni memuluskan penandatanganan kerja sama terkait dengan pembangunan PLTU Riau-1
Pada hari Senin (16/7), KPK menggeledah Kantor Pembangkit Jawa Bali (PJB) I di Gedung Indonesia Power yang merupakan anak perusahaan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), ruang kerja tersangka Eni Maulani Saragih di Gedung DPR RI, dan Kantor Pusat PLN. KPK mendapatkan dokumen perjanjian dan skema proyek dan dokumen lain terkait dengan proyek PLTU Riau-1, dokumen rapat, CCTV, dan alat komunikasi dari penggeledahan tersebut.
Proyek PLTU Riau-1 merupakan bagian dari proyek pembakit listrik 35.000 megawatt secara keseluruhan. PLTU Riau-1 masih pada tahap letter of intent (LOI) atau nota kesepakatan. Kemajuan program tersebut telah mencapai 32.000 megawatt dalam bentuk kontrak jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA).
PLTU tersebut dijadwalkan beroperasi pada tahun 2002 dengan kapasitas 2 x 300 megawatt dengan nilai proyek 900 juta dolar AS atau setara Rp12,8 triliun.
Pemegang saham mayoritas adalah PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) Indonesia, anak usaha PLN. Sebanyak 51 persen sahamnya dikuasai PT PJB, sisanya 49 persen konsorsium yang terdiri atas Huadian dan Samantaka.
Johannes Budisutrisno Kotjo ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dengan sangkaa Pasal 5 Ayat 1 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sebagai tersangka penerima suap, Eni Maulani Saragih, disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 yang diubah dengan UU No. 20/2001 jo. Pasal 64 Ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK periksa Mensos Idrus Marham
Kamis, 19 Juli 2018 10:58 WIB
Nanti materinya apa? Saya belum bisa menyampaikan kepada teman-teman semua.