Bandarlampung (ANTARA) - Way Kambas bukan hanya gajah. Tempat ini tidak sekadar menjadi pusat latihan gajah, tempat konservasi gajah, atau rumah gajah Lampung, tapi juga rumah bagi flora maupun fauna lain.
Way Kambas dengan luas 1.300 kilometer persegi merupakan rumah bagi banyak flora dan fauna, baik endemik Sumatera ataupun satwa pendatang yang ‘mengontrak’ sementara di hutan konservasi di Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, ini.
Sebanyak 312 jenis burung endemik Sumatera hidup di tempat tersebut. Selain itu, ada mamalia besar seperti gajah, badak, harimau, tapir, beruang, jenis primata yakni kukang dan siamang. Ada pula reptil seperti buaya maupun kadal. Bahkan kupu-kupu dan capung dengan berbagai warna yang cantik pun bertentangan menghiasi taman nasional tersebut.
Sedangkan flora endemik yang tumbuh di daerah tersebut di antaranya jenis kantong semar yang berjumlah enam jenis.
Banyaknya satwa dan flora yang hidup di dalamnya telah menggerakkan berbagai pihak untuk memperkenalkan kembali Way Kambas sebagai rumah bagi banyak satwa tak hanya gajah melalui kegiatan wisata minat khusus.
Wisata minat khusus ini diberlakukan bersamaan dengan perubahan konsep wisata di Taman Nasional Way Kambas dari sebelumnya terlihat layaknya tempat pertunjukan sirkus, kini lebih ramah terhadap satwa, sesuai dengan habitat hidupnya.
Paket wisata
Konsep wisata minat khusus ini terbagi menjadi berbagai paket wisata yang dikelola oleh desa penyangga yang ada di sekitar taman nasional tersebut.

Di antara paket wisata itu adalah susur Sungai Way Bungur. Pengunjung dapat merasakan kehidupan serta budaya di desa penyangga, pengamatan burung, melihat kehidupan gajah liar, melakukan restorasi hutan.
Adapula jenis paket ekowisata safari tengah malam. Untuk menikmatinya wisatawan cukup membayar Rp500 ribu per orang ditambah dengan PNBP bagi wisatawan domestik Rp20 ribu per orang, sedangkan untuk wisatawan mancanegara Rp200 ribu per orang.
Dalam paket ini wisatawan diminta untuk menjelajahi wilayah Taman Nasional Way Kambas di tengah malam yang gelap dan hanya mengandalkan sinar bulan serta senter tangan sebagai penerang jalan.
Selama safari malam banyak hal disuguhkan oleh alam untuk dinikmati wisatawan, seperti perjalanan menggunakan mobil safari tanpa cap, bertemu seekor rusa dengan mata berbinar tersorot lampu senter menyapa di balik semak-semak, dan bila beruntung macan akar pun dapat disapa.
Atraksi lainnya, satwa nokturnal pun dapat ditemui di sepanjang jalan. Burung-burung tertidur di sarangnya di balik dahan pohon. Mereka seperti mengintip para wisatawan yang kebanyakan datang dari berbagai kota di Indonesia ataupun di luar negeri. Mereka terpukau dengan habitat satwa yang masih terjaga.
Di tengah malam yang sunyi dan hanya terdengar suara satwa bersahut-sahutan, suara seorang lelaki pemandu tur berusia 40 tahunan bersemangat menjelaskan beragam jenis burung yang ditemui selama safari malam.
"Savannah Nightjar atau burung Cabak Kota ada di bawah tangga. Itu ada Sunda Pygmy Woodpecker juga," ujar Wiyoko seorang pemandu tur yang merupakan warga dari desa penyangga Taman Nasional Way Kambas yaitu Desa Braja Harjosari.
Wiyoko lihai dalam membantu wisatawan mencari satwa di tengah kegelapan malam. Ia menjelaskan jenis satwa dengan rinci, dan memanggil satwa-satwa nokturnal.
Wiyoko bersama para pemandu tur lainnya sebenarnya bukanlah seorang ahli satwa yang menimba ilmu khusus di sebuah institusi pendidikan formal. Mereka merupakan warga desa penyangga yang dilatih, diberi kesempatan dan diberdayakan oleh jajaran Taman Nasional Way Kambas untuk ikut serta melestarikan satwa di sana melalui pengelolaan ekowisata berbasis potensi di desa masing-masing.
Wisata minat khusus yang baru dimulai pada 2024 itu ternyata menjadi berkah bagi masyarakat desa penyangga. Dengan terjaganya alam dan satwa oleh warga setempat, dapat menghidupi mereka dan membuatnya lebih sejahtera.
I Wayan Tony Chandra salah seorang pegiat wisata yang juga pemandu tur dari Ecolodge Indonesia menceritakan bahwa sejak wisata minat khusus di taman nasional di ujung Selatan Pulau Sumatera dibuka pada 2024, dia sudah menerima kunjungan 60 orang wisatawan domestik serta 92 orang wisatawan mancanegara.
Kuota
Wisata minat khusus ini memiliki ketentuan kuota. Bila kuota trip telah terpenuhi maka untuk sementara waktu bagian trip yang penuh tersebut tidak menerima wisatawan.
Hal ini dilakukan untuk tetap memberi waktu serta ruang kepada satwa serta lingkungan agar tetap terjaga.
Satwa yang ada di Way Kambas telah terbiasa menyambut tamu-tamu yang singgah dan bertamu di rumah mereka.
Untuk menjaga keselamatan wisatawan dalam perjalanan wisata minat khusus, dalam satu kelompok perjalanan yang berisi empat sampai lima orang, harus didampingi oleh seorang polisi hutan (polhut). Jika ada delapan orang dalam satu kelompok maka harus ada pendampingan dari dua polisi hutan.
Para wisatawan tidak diperbolehkan menyusuri kawasan taman nasional dengan berjalan kaki, tapi harus naik mobil safari jenis jeep. Tujuannya, untuk menjaga keselamatan wisatawan dari berbagai hal yang tidak diinginkan.
Keseimbangan dan kelestarian ekosistem antara satwa, flora, alam, masyarakat desa penyangga, pemangku kepentingan yakni Taman Nasional Way Kambas dan wisatawan menjadi harmoni di Way Kambas.
Sektor pariwisata, pelestarian lingkungan dan satwa serta peningkatan kesejahteraan masyarakat desa dapat berjalan seiring.Way Kambas menjadi potret keharmonisan di Lampung bagian timur.
Wisata safari malam di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung jadi salah satu ekowisata yang memperkenalkan berbagai satwa yang dilindungi di area tersebut kepada masyarakat.
"Wisata safari malam di Way Kambas ini dapat melihat berbagai satwa yang ada di seputar kandang gajah dan di daerah tanah lapang yang ada di sebelah selatan kandang gajah. Tujuannya adalah memperkenalkan berbagai satwa yang ada di sini," kata Ketua Koperasi Wisata Gajah Alam Sejahtera Tanaman Nasional Way Kambas Tengku Dedi Surya di Lampung Timur.
Dengan melakukan kegiatan wisata safari malam, kata dia, wisatawan diajak untuk mengenal perilaku satwa nokturnal yang ada di area taman nasional tersebut, sekaligus melihat kegiatan gajah pada malam hari.
"Selama ini wisatawan hanya tahu di sini tempatnya pelestarian gajah, sehingga kami ingin mengedukasi masyarakat di sini banyak satwa dilindungi lain, seperti burung endemik atau migrasi dari luar negeri, ada kukang, tapir, rusa, macan dahan, dan berbagai jenis primata serta reptil," katanya.
Dia menjelaskan minat wisatawan belum banyak hadir karena baru dibuka pada 2024, Namun sudah mulai ada wisatawan yang mengikuti safari malam. Dengan rata-rata per bulan enam perjalanan wisata.
"Rata-rata perjalanan wisata baik dari wisatawan mancanegara ataupun lokal itu enam trip sebulan, namun untuk periode Juli-Agustus bisa 20-30 trip cukup ramai. Bahkan kalau wisatawan mancanegara sampai berhari-hari," ucap dia.
Menurut dia, biaya wisata yang harus dibayarkan oleh wisatawan untuk ikut serta wisata safari malam adalah Rp500 ribu per kelompok berisi empat orang.
"Biaya safari malam tadi di luar biaya penginapan, karena boleh mendirikan tenda di lokasi yang ditentukan, namun saat ini masih dipersiapkan untuk area toiletnya. Bila ingin di penginapan dapat menginap di desa-desa penyangga atau menggunakan camper van," ujar dia.
Ia melanjutkan masyarakat yang ingin berwisata edukasi di taman nasional dapat menghubungi administrasi Balai Taman Nasional Way Kambas di media sosial atau melalui koperasi wisata gajah.
"Biasanya di sini setelah bermain dengan gajah, kemudian melihat matahari terbenam, langsung safari malam. Perjalanannya di sekitar kandang sampai ke arah Desa Marga Ayu, ini jadi cara lain taman nasional juga untuk mengedukasi masyarakat agar menjaga habitat satwa liar yang ada di lingkungannya," kata Teuku Dedi Surya.
Penyangga
Desa penyangga di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Kabupaten Lampung Timur menginisiasi pelaksanaan program adopsi sarang bagi burung liar ataupun dilindungi yang ada di sekitar desa guna menjaga kelestarian satwa di habitanya.
"Di sekitar Taman Nasional Way Kambas ini ada 38 desa penyangga yang ikut serta dalam pelestarian serta edukasi pelestarian satwa. Di sini ada desa yang sudah mendeklarasikan sebagai Kampung Ramah Burung," ujar Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) MHD Zaidi.
Ia mengatakan desa penyangga yang telah mendeklarasikan diri sebagai Kampung Ramah Burung adalah Desa Labuhan Ratu IX.
"Saat desa sudah mendeklarasikan diri sebagai Kampung Ramah Burung, mereka menjalankan salah satu program, yaitu adopsi sarang burung, mengajak masyarakat untuk ikut serta sebagai donatur dalam pelestarian burung liar di sekitar Taman Nasional Way Kambas," katanya.
Dia menjelaskan mekanisme program adopsi sarang burung tersebut, yaitu masyarakat memberikan donasi kepada desa untuk menjaga sarang beserta telur burung yang ada di dalamnya, kemudian telur burung tersebut dijaga sampai menetas dan terbang ke habitat.
"Jadi, saat warga desa menemukan sarang burung di desanya atau di sekitar taman nasional, mereka akan menjaga sarang itu tetap di habitatnya, sampai burung dewasa dan bisa terbang. Ini seperti menjadikan masyarakat sebagai bapak asuh bagi satwa," ucap dia.
Ia mengatakan program adopsi sarang burung liar tersebut menerima biaya adopsi yang terjangkau sekitar Rp100 ribu per sarang.
"Ini sudah disebar ke media sosial dan murah untuk ikut serta program pelestarian ini. Burung liar ini banyak ditemukan di desa, karena mereka sudah merasa aman dan nyaman di sana, sebab masyarakat desa sudah paham menjaga kelestarian satwa tersebut," tambahnya.
Habitat burung liar yang merupakan endemik Taman Nasional Way Kambas dan burung migrasi masih tetap terjaga di desa-desa penyangga.
"Di desa, wisatawan juga bisa melakukan pengamatan burung di malam hari. Setiap desa penyangga punya potensi masing-masing dan melalui program adopsi sarang ini bisa mengajarkan bahwa semua orang dapat berkontribusi menjaga kelestarian satwa liar dan satwa dilindungi," ujar dia.
Inovasi
Taman Nasional Way Kambas (TNWK) mengelola wisata edukasi dengan mengedepankan pola wisata yang terinterkoneksi.
"Desember ini tepat satu tahun Taman Nasional Way Kambas kembali dibuka dengan konsep wisata baru, sejak diterapkan aturan baru setelah pandemi COVID-19 pada Desember 2023 lalu," ujar Zaidi.
Ia mengatakan dengan meniadakan atraksi gajah dalam pola wisata barunya, Taman Nasional Way Kambas memilih untuk menerapkan wisata edukasi bagi wisatawan yang ingin berinteraksi dengan para gajah jinak di wilayah konservasi satwa tersebut.
"Ke depan pola wisata yang akan dikembangkan di sini yaitu dengan menggunakan pola interkoneksi. Jadi ada kolaborasi antara pemerintah daerah, masyarakat desa penyangga untuk menjaga pelestarian gajah sekaligus mengelola wisata edukasi di sini," katanya.
Dia menjelaskan dengan pola tersebut maka akan membawa dampak positif, sekaligus meningkatkan kesadaran untuk menjaga kelestarian serta kesehatan para gajah oleh berbagai pihak.
"Dengan cara ini mudah-mudahan sektor pariwisata Kabupaten Lampung Timur akan meningkat, sebab ikon di Lampung Timur adalah Way Kambas beserta para gajah. Dan manfaatnya harus dirasakan semua termasuk desa penyangga," ucap dia.
Hingga akhir tahun perkembangan wisata edukasi di Taman Nasional Way Kambas terus mengalami perkembangan positif meski ada kenaikan tarif masuk dari Rp 5 ribu menjadi Rp20 ribu pada Senin-Jumat. Sedangkan pada Sabtu dan Minggu tarif masuk naik menjadi Rp30 ribu.
"Dengan kenaikan tarif sebenarnya tidak terlalu menurunkan minat pengunjung, dan pengunjung masih banyak yang datang untuk berwisata edukasi. Saat ini juga ada perubahan bahwa parkir kendaraan pengunjung di dalam semua tidak di rest area, dan kendaraan pengangkut wisatawan milik warga ada di dalam. Sehingga kalau ada yang mau naik dipersilahkan," tambahnya.
Menurut dia, pihaknya akan terus berinovasi untuk meningkatkan kunjungan wisata edukasi di Taman Nasional Way Kambas.
Inovasi akan terus dilakukan, jadi masyarakat sekitar, wisatawan dan pemerintah daerah memiliki andil menjaga kelestarian gajah yang ada di Taman Nasional Way Kambas.
Baca juga: Safari malam Way Kambas jadi sarana edukasi
Baca juga: Pembangunan Taman Safari di IKN akhir 2025
Baca juga: Dubes China Wang Lutong lihat kondisi Cai Tao-Hu Chun 8 tahun tinggal di TSI Bogor