Jakarta (ANTARA) - Pengembangan sektor pertanian tidak dapat dilepaskan dari dua aspek utama, yaitu pembangunan pertanian dan pembangunan petani.
Keduanya merupakan elemen yang saling terkait dan harus dikembangkan secara simultan. Membangun sektor pertanian tanpa memperhatikan kesejahteraan petani hanya akan menghasilkan kebijakan yang tidak berkelanjutan.
Pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kesejahteraan petani serta memperkuat kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional.
Pembangunan pertanian yang berhasil akan meningkatkan produksi pangan, mengurangi kemiskinan di perdesaan, serta menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi.
Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan strategi komprehensif yang mencakup peningkatan produktivitas.
Peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui penerapan teknologi pertanian modern, penggunaan benih unggul, serta optimalisasi pengelolaan lahan dan air.
Kemudian penguatan infrastruktur, seperti pembangunan dan perbaikan sistem irigasi, jalan usaha tani, serta fasilitas penyimpanan dan distribusi hasil pertanian.
Tidak kalah penting, pengembangan pasar dan rantai pasok guna memastikan harga yang stabil dan meningkatkan daya saing produk pertanian di tingkat nasional maupun global.
Selain itu, juga mendorong terwujudnya kesejahteraan petani melalui kebijakan peningkatan pendapatan, akses terhadap kredit, serta jaminan sosial dan kesehatan.
Di sisi lain ada yang harus diperhatikan terkait keberlanjutan lingkungan, dengan mempromosikan praktik pertanian ramah lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam.
Peningkatan teknologi digital juga penting untuk mendukung efisiensi produksi, akses informasi, dan penguatan sistem peringatan dini terhadap ancaman cuaca ekstrem.
Dengan gambaran seperti ini, maka tujuan pembangunan pertanian adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Kemudian meningkatkan kemampuan petani dalam mengelola usaha pertaniannya; meningkatkan kemandirian petani dalam mengelola usaha pertaniannya; dan mendongkrak kontribusi petani terhadap perekonomian nasional.
Dengan strategi yang terencana, tujuan utama pembangunan pertanian dapat tercapai, yaitu meningkatkan ketahanan pangan, mendongkrak pendapatan petani, serta memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Pembangunan petani
Pembangunan petani tidak sekadar berbicara tentang peningkatan pendapatan, tetapi juga menyangkut aspek kemandirian dan daya saing dalam mengelola usaha pertanian.
Beberapa langkah strategis yang harus diperhatikan, antara lain peningkatan kapasitas petani, mencakup edukasi teknologi pertanian, manajemen keuangan, dan strategi pemasaran.
Akses terhadap modal dan kredit juga strategis agar petani memiliki daya dukung finansial untuk mengembangkan usaha pertaniannya.
Penguatan kelembagaan petani harus dipikirkan, seperti koperasi dan asosiasi petani, guna meningkatkan posisi tawar petani dalam rantai pasok.
Diversifikasi usaha penting untuk diprioritaskan agar petani tidak hanya bergantung pada satu jenis komoditas, tetapi juga memiliki alternatif pendapatan dari sektor lain yang terkait.
Peningkatan adaptasi terhadap perubahan iklim tidak kalah penting, dengan memperkenalkan metode pertanian berkelanjutan yang mampu menghadapi tantangan cuaca ekstrem.
Melalui pendekatan ini, petani tidak hanya menjadi objek pembangunan, tetapi juga subjek yang berperan aktif dalam menciptakan pertanian yang maju dan mandiri.
Swasembada pangan
Sejak kampanye Pemilihan Presiden 2024, Presiden Prabowo Subianto telah menegaskan komitmennya terhadap pencapaian swasembada pangan.
Itu sebabnya, setelah dirinya diberi kehormatan dan tanggung jawab oleh rakyat untuk mengelola bangsa dan negara dalam 5 tahun ke depan, Presiden Prabowo benar-benar berjuang keras untuk meraihnya dalam tempo yang sesegera mungkin.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa beberapa komoditas pangan strategis, seperti beras, jagung, kedelai, daging sapi, dan gula masih harus diimpor dalam jumlah besar.
Pada tahun 2024, Indonesia masih mengimpor lebih dari 4 juta ton beras. Di tengah kondisi produksi dalam negeri yang belum optimal, pemerintah berencana menghentikan impor beras pada 2025.
Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan kritis terkait apakah Indonesia benar-benar siap mencapai swasembada pangan dalam waktu dekat?
Bayangkan, apa yang sebaiknya ditempuh bangsa ini, sekiranya iklim dan cuaca tidak berpihak kepada sektor pertanian dan kehidupan petani?
Faktor yang perlu diperhatikan, antara lain masih tingginya ketergantungan sektor pertanian terhadap perubahan cuaca. Dampak fenomena El Niño dan La Niña terhadap produksi pangan nasional harus diantisipasi dengan kebijakan mitigasi yang matang.
Kemudian, penguatan produksi dalam negeri harus diimbangi dengan jaminan keberlanjutan pasokan agar tidak terjadi kelangkaan dan lonjakan harga.
Cadangan pangan nasional juga harus menjadi perhatian. Pemerintah perlu memastikan cadangan beras nasional mencukupi, terutama dalam menghadapi kondisi darurat, seperti gagal panen atau bencana alam.
Dalam beberapa bulan ke depan, keberhasilan kebijakan ini akan sangat ditentukan oleh kondisi iklim serta kesiapan sektor pertanian dalam meningkatkan kapasitas produksinya.
Jika strategi yang diterapkan tidak cukup kuat, maka kebijakan penghentian impor dapat berisiko bagi ketahanan pangan nasional.
Sebagai solusi, pemerintah harus memastikan adanya strategi transisi yang jelas, termasuk peningkatan produksi melalui modernisasi pertanian, optimalisasi lahan tidur, serta penguatan sistem cadangan pangan nasional.
Dengan pendekatan yang sistematis dan berbasis data, swasembada pangan bukanlah sekadar slogan politik, tetapi dapat menjadi kenyataan yang berkelanjutan.
Akhirnya semua berharap, dalam beberapa bulan ke depan, iklim dan cuaca akan sangat kondusif bagi dunia pertanian.
Produksi beras akan berlimpah, sehingga target pemerintah menyerap gabah petani setara 3 juta ton beras akan benar-benar dapat terwujud.
*) Entang Sastraatmadja adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat