Jakarta (ANTARA) - Beberapa hari yang lalu, elpiji (LPG) dalam tabung hijau ukuran 3 kilogram sempat sulit diperoleh, sehingga menimbulkan antrean panjang konsumen di pangkalan resmi elpiji.
Kini situasi telah kembali normal, setelah pengecer diperbolehkan kembali menjual langsung pada publik.
Kendati akhirnya pengecer boleh kembali menjual elpiji 3 kilogram (biasa disebut “gas melon”), antrean masyarakat berpotensi berulang, mengingat konsumen “gas melon” terbilang besar.
Salah satu sebab, mengapa konsumen gas melon demikian besar, karena ada subsidi, artinya konsumen membeli gas melon di bawah harga keekonomiannya.
Pada mulanya, elpiji bersubsidi itu diperuntukkan bagi masyarakat miskin, sebagaimana tertulis di badan tabung. Namun distribusinya melalui pengecer, dan dijual secara bebas, sehingga ada saja masyarakat yang secara ekonomi bukan kelompok miskin ikut menikmatinya juga, itu sebabnya subsidi energi akan terus meningkat.
Kondisi tersebut semakin memperkuat urgensi reformasi subsidi energi di Indonesia, utamanya bagi elpiji 3 kilogram.
Merujuk data 2024, alokasi subsidi energi mencapai Rp189,1 triliun, dengan Rp87,4 triliun disalurkan untuk elpiji 3 kg.
Angka untuk subsidi elpiji 3 kg adalah yang terbesar dibandingkan subsidi energi lain, seperti jenis bahan bakar minyak tertentu (JBT) dan listrik.
Memperkuat infrastruktur
Pemerintah menargetkan beban subsidi dan impor energi bisa ditekan. Strateginya melalui pengembangan jaringan gas rumah tangga secara masif.
Pembangunan infrastruktur jargas dapat membantu mengurangi subsidi dan impor energi. Pemberian subsidi energi bisa menjadi lebih tepat sasaran dengan adanya jargas.
Pada akhirnya, Indonesia bisa memperbaiki neraca keuangan. Jargas juga dinilai dapat mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat dan penyerapan tenaga kerja selama pembangunan jargas berlangsung.
Jaringan gas juga dapat membantu menurunkan impor yang selama ini membebani negara, rantai bisnis pengembangan jargas cukup panjang, sehingga membutuhkan kerja gotong royong yang sinergis agar jargas bisa optimal memberikan manfaat kepada masyarakat.
Selain itu pengembangan jargas juga selaras dengan program Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo, khususnya dalam upaya swasembada energi sehingga keberlanjutan proyek akan terus dilakukan.
Gas bumi merupakan salah satu sumber energi andalan di era transisi energi, oleh karenanya diperlukan infrastruktur terintegrasi untuk bisa menyalurkan gas dari area sumber gas menuju area penerima manfaat, seperti kawasan industri dan konsumen rumah tangga.
Manfaat pembangunan infrastruktur jaringan gas, agar harga gas lebih terjangkau, dengan biaya (toll fee) lebih murah, guna memenuhi kebutuhan gas untuk industri, pembangkit listrik dan rumah tangga.
Salah satu jargas skala besar yang sudah siap adalah jaringan pipa gas Cisem (Cirebon – Semarang) tahap 1 dengan investasi Rp1,13 triliun. Kemudian dilanjutkan pembangunan Cisem tahap 2, untuk tahun 2024 membutuhkan investasi Rp1,33 triliun, dan untuk tahun 2025 membutuhkan investasi Rp l2,01 triliun. Investasi lebih besar, karena jarak pipa yang dibangun juga lebih panjang.
*) Penulis adalah Dosen UCIC, Cirebon.
Baca juga: DKI Jakarta harus sering berdiskusi dengan pusat terkait mekanisme penyaluran elpiji 3 kg