Ambon (ANTARA) - Hutan sagu seluas 22 hektare di Negeri Rutong, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon, Maluku, kini dilestarikan pemerintah dan masyarakat setempat sebagai sumber mata pencaharian dengan tetap mempertahankan cara tradisional dalam mengolah komoditas pangan tersebut.
Negeri Rutong terus berupaya mempertahankan sumber pangan utama masyarakat Maluku itu.
Bentangan alam dengan beragam kehidupan plasma nutfah yang terjaga oleh kepatuhan masyarakat adat, menjadikan desa ini layak jadi desa wisata dengan daya tarik yang mengundang decak kagum para pengunjung.
Raja Negeri Rutong, Reza Valdo Maspaitella mengatakan, pemerintah Negeri telah merancang tata ruang wilayah Rutong sejak tahun 2022, dengan membangun jalan masuk ke obyek wisata hutan sagu maupun menuju pesisir pantai kawasan mangrove.
Negeri Rutong merupakan satu satunya Desa di Maluku yang memiliki rencana tata ruang komprehensif, mulai dari kawasan gunung hingga pantai.
Wilayah di Negeri Rutong sudah dibagi dalam titik-titik sesuai peruntukan. Ada titik yang harus lestari, ada juga titik wilayah yang bisa dibangun.
Pohon sagu menjadi lambang kehidupan masyarakat Maluku, khususnya di negeri Rutong, yang memberikan dampak akselerasi percepatan pertumbuhan perekonomian masyarakat setempat.
Pengunjung dapat melihat proses menghasilkan pati sagu,dimulai dari pemilihan pohon sagu yang layak tebang, pembersihan dan pemotongan batang sagu, kemudian bagian isi pohon sagu yang berwarna putih akan dikeruk.
Proses mengeruk isi batang sagu berwarna putih disebut pukul sagu. Isian sagu dibawa ke sahani atau wadah penyaring, menggunakan kamboti atau wadah yang terbuat dari anyaman pelepah kelapa.
Daging sagu disaring untuk mendapatkan pati sagu (sagu manta) di walang goti, atau alat untuk meremas dan memisahkan sagu dengan air yang terbuat dari pelepah sagu.
Air perasan sagu langsung mengalir keluar dari dalam goti. Setelah goti penuh dengan pati sagu, maka akan dipindahkan ke dalam tumang atau tempat sagu.
Wisatawan pun biasanya tertarik membeli hasil olahan sagu yang disediakan sebagai oleh-oleh.
Paket wisata
Terdapat dua paket wisata yang ditawarkan kepada pengunjung. Pertama, adalah paket ekowisata melihat proses pengolahan sagu secara tradisional. Kedua, selain mengunjungi hutan sagu, pengunjung juga dapat menikmati atraksi seni budaya yang ditampilkan jujaro dan mungare (kaum muda mudi) Negeri Rutong, melalui tarian dan musik tradisional.
Pengunjung juga bisa merasakan sensasi memakan ulat sagu, yang mengandung protein dan lemak yang tinggi.
Jika tidak memakai paket wisata, pengunjung hutan sagu dapat memilih datang langsung ke lokasi dengan tarif masuk yang sangat murah yaitu Rp3.000 rupiah per orang.
Untuk membayar tarif masuk, bisa menggunakan uang tunai maupun non tunai dengan menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (Qris) bekerjasama dengan Bank Indonesia, sebagai bentuk pengembangan dari sisi digitalisasi.
Selain memiliki potensi alam untuk menjaga ketahanan pangan, Negeri Rutong juga telah menerapkan digitalisasi melalui platform digital Rutong.id sejak 2021 sebagai bentuk pengembangan desa pintar pertama di Provinsi Maluku.
Negeri Rutong ditetapkan sebagai salah satu dari 15 desa terbaik tingkat nasional yang akan mendapatkan pendampingan dan pembiayaan dalam pengembangan UMKM tahun 2024.
Negeri Rutong juga meraih peringkat ke empat nasional pada ajang bergengsi Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023 kategori desa wisata digital dan konten kreatif.
Potensi hutan sagu Negeri Rutong saat ini terus dikembangkan untuk menjaga ketahanan pangan dalam menghadapi krisis suplai bahan makanan.

Sagu merupakan sumber makanan pokok orang Maluku sejak dahulu. Mereka mengolah sagu menjadi Papeda, sagu lempeng, sagu gula (campuran sagu, gula merah, dan kelapa), Karu- karu (campuran pati sagu, kelapa mentah, kemudian digoreng), atau Uha (sagu mentah dicampur kelapa dibungkus dengan daun sagu dan dibakar).
Baca juga: Mi sagu Ambon lolos ikuti pameran Bazar Herb Euphoria Fest di Bali
Baca juga: Festival Sagu Sebangun angkat potensi desa dan wisata