Jakarta (ANTARA) - Pengamat transportasi sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno meminta pemerintah lebih serius dalam mengawasi angkutan logistik.
Pasalnya, Djoko mengatakan kecelakaan angkutan logistik setiap hari terjadi, bahkan bisa mencapai tujuh kali kejadian dalam sehari.
"Armada truk menduduki peringkat kedua penyebab kecelakaan lalu lintas meski jumlah armada truk lebih sedikit ketimbang kendaraan roda empat. Pengawasan terhadap operasional angkutan barang belum maksimal. Memang ini punya konsekuensi terhadap tarif angkutan barang. Tidak masalah, yang paling penting adalah jaminan keselamatan bertransportasi bagi semua warga,” kata Djoko di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Truk tabrak dua motor di Jalan Raya Bogor-Sukabumi akibatkan satu orang tewas
Menurut Djoko, kecelakaan truk dipastikan bakal terus terjadi kalau kompetensi para pengemudi masih rendah dan kondisi kendaraan kurang terawat.
Selain persoalan kelebihan muatan, Djoko menyebut Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (2024) juga mencatat masalah kegagalan pengereman moda kendaraan pengangkut barang masih kerap terjadi akibat tidak adanya regulasi wajib untuk perawatan rem sebagai upaya preventif.
Di sisi lain, meski banyaknya faktor kesalahan, Djoko mengatakan segala kesalahan jika terjadi kecelakaan truk logistik selalu ditumpukan kepada pengemudi.
Baca juga: Truk kontainer tabrak pohon hingga tumbang akibatkan lalin tersendat di Tangerang
“Jarang sekali pengusaha angkutan barang dan pemilik barang diperkarakan. Andai diperkarakan pun setelah ada desakan dari media sosial. Itu pun jika tidak diawasi tidak sampai pengadilan, sehingga tidak ada efek jera,” kata Djoko.
Oleh sebab itu, Djoko mengatakan revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dilakukan, agar pengemudi tidak selalu menjadi obyek kesalahan.
“Harus ada pembenahan menyeluruh dari bisnis angkutan truk. Lini bisnis ini perlu dijalankan secara lebih profesional dengan sistem manajemen keselamatan serta hubungan industrial yang optimal. Untuk itu, proses perekrutan pengemudi juga dilakukan dengan benar. Kompetensi, batasan jam kerja, dan pendapatan minimal juga jadi syarat mutlak,” kata Djoko.
Kementerian Ketenagakerjaan, lanjut Djoko, juga perlu menyusun regulasi yang mengatur upah standar minimum bagi para pengemudi truk.
Baca juga: Ini penyebab truk bermuatan kayu seruduk enam kios di Sukabumi
Berbarengan dengan pendidikan formal para sopir yang diharapkan dapat menekan angka kecelakaan di jalan. Jam kerja dan istirahat pengemudi yang belum diatur secara jelas juga menambah risiko kelelahan yang memicu kecelakaan.
Djoko menjelaskan hal ini selaras amanat pasal 77 (ayat 4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum, calon Pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengemudi angkutan umum.
“Saatnya pemerintah bertindak secara cerdas dan terencana. Kalau sudah bertindak cerdas dan terencana tapi kecelakaan lalu lintas masih tetap terjadi, baru kita bisa bilang itu nasib. Tetapi kalau kondisi pembiaran itu terjadi terus menerus, tidak bisa dikatakan itu nasib,” kata Djoko.