Jakarta (Antara Megapolitan) - Pemerintah akan menerapkan skema baru untuk menentukan besaran tarif listrik yang berasal dari pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT).
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran dalam jumpa pers di Jakarta, Senin, mengatakan pemerintah berupaya untuk membuat hitungan harga listrik dari EBT transparan, akuntabel dan terukur secara keekonomian.
"Pemerintah memberi ruang, misalnya harga listrik EBT tidak akan sama di semua wilayah, tapi disesuaikan dengan potensi yang ada sehingga dapat membantu memasok energi di wilayah," katanya.
Tumiran menjelaskan, dengan skema baru tersebut, harga listrik EBT untuk tiap daerah tidak sama karena hitungannya adalah maksimal 85 persen dari Biaya Pokok Produksi (BPP) regional.
Misalnya, BPP tenaga listrik di wilayah Indonesia Timur sebesar Rp2.500 per kWh, maka harga listrik EBT adalah 85 persen dari Rp2.500, yakni Rp2.150 per kWh.
Khusus di Pulau Jawa, karena BPP tenaga listriknya rendah, maka akan diberlakukan BPP nasional yang pada 2016 ditetapkan sebesar Rp980 per kWh.
"Ini supaya teman-teman yang investasi energi terbarukan bisa mengupayakan untuk menekan harga, mengefisienkan skala produksi dan menyusun investasi untuk lebih murah," katanya.