Indonesia serius kelola sampah
Oleh Sugiharto Purnama Minggu, 26 Februari 2023 18:30 WIB
Melalui Hari Peduli Sampah Nasional, kita mengingatkan tragedi yang sangat menyakitkan, sampah bisa mengakibatkan orang bisa meninggal kalau kita lalai.
Jakarta (ANTARA) - 21 Februari 2005, Senin dini hari, bukit sampah setinggi 60 meter dengan panjang 200 meter di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Kota Cimahi, Jawa Barat, tiba-tiba longsor, menyapu dua permukiman dan menewaskan 157 orang.
Tragedi 18 tahun silam itu terjadi akibat hujan deras semalam suntuk dan ledakan gas metana dari dalam tumpukan bukit sampah tersebut.
Kisah pilu itu lantas melandasi terciptanya Hari Peduli Sampah Nasional atau HPSN yang diperingati setiap tahun pada 21 Februari guna menumbuhkan kesadaran semua orang tentang bahaya sampah bagi lingkungan, sosial, kesehatan, termasuk nyawa.
"Melalui Hari Peduli Sampah Nasional, kita mengingatkan tragedi yang sangat menyakitkan, sampah bisa mengakibatkan orang bisa meninggal kalau kita lalai," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati saat menghadiri peringatan HPSN 2023 di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Selasa (21/2/2023).
Baca juga: Peringati HPSN, 3.000 orang peserta ikut Gebyar Pilah Sampah di Sumbawa
Indonesia yang mempunyai jumlah penduduk 275 juta jiwa kini sedang menghadapi masalah serius akibat sampah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) mencatat volume timbulan sampah mencapai 18,99 juta ton per tahun. Data itu merupakan akumulasi penginputan data dinamis yang sudah masuk dari 157 kabupaten dan kota se-Indonesia pada tahun 2022.
Dari angka timbulan itu, Indonesia mampu mengurangi sampah 5,03 juta ton per tahun atau 26,5 persen dan penanganan sampah sebesar 9,67 juta ton per tahun atau setara 50,94 persen.
Adapun jumlah sampah yang terkelola mencapai 14,70 juta ton atau setara 77,44 persen dan sampah tidak terkelola ada sebanyak 4,28 juta ton atau sekitar 22,56 persen.
Sementara itu, jumlah TPA yang tercatat di Indonesia saat ini ada sebanyak 532 unit, lalu jumlah tempat pembuangan sampah yang menggunakan konsep reduce (mengurangi), reuse (menggunakan ulang), dan recycle (mendaur ulang) atau dikenal TPS 3R mencapai 2.506 unit; bank sampah sebanyak 13.716 unit; komposting sebanyak 4.118 unit; fasilitas produk kreatif sebanyak 291 unit; dan fasilitas pengelolaan menjadi sumber energi mencapai 32 unit.
Baca juga: Jadi percontohan, tiga TPST di Bali ditargetkan olah 450 ton sampah per hari
Strategi jitu
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mencanangkan program bertajuk Indonesia Bersih 2025 yang berlandaskan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.
Melalui program itu, Indonesia menargetkan dapat menangani 70 persen sampah dan mengurangi 30 persen sisanya melalui strategi dari hulu ke hilir.
Pemerintah berupaya menumbuhkan kesadaran setiap rumah tangga untuk menangani sampahnya secara mandiri melalui kegiatan pengomposan dan budidaya magot untuk sampah organik serta aktivitas pemilahan dan pembuatan kerajinan tangan untuk sampah-sampah anorganik yang tak mudah terurai.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat mayoritas sampah di Indonesia bersumber dari rumah tangga dengan komposisi mencapai 43,3 persen dengan jenis sampah berupa sisa makanan sebanyak 41,1 persen.
Selain berambisi menyelesaikan sampah di sektor rumah tangga, pemerintah juga mewajibkan produsen untuk melakukan pengurangan sampah dengan melakukan desain ulang kemasan dari produk agar mudah didaur ulang dan menarik kembali sampah-sampah anorganik mereka di masyarakat.
Kemudian, sektor hilir yang berada di tempat pemrosesan akhir atau TPA, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggunakan segala macam cara supaya sampah bisa dikelola secara maksimal dan tidak perlu lagi dibuang ke TPA.
Baca juga: Selain menanam pohon, memilah sampah juga bisa kurangi emisi karbon
Beberapa teknologi yang dipakai adalah menyulap sampah yang mudah terbakar dan memiliki nilai kalori tinggi, seperti plastik, kertas, kain, kulit maupun karet menjadi produk refuse derived fuel atau RDF.
RDF merupakan bahan bakar jumputan padat pengganti batu bara yang digunakan pada pembangkit listrik dan pabrik semen. Pengelolaan sampah menjadi produk RDF bisa mengurangi kebutuhan lahan TPA dan meningkatkan kualitas lingkungan.
Beberapa pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTSa yang beroperasi terletak di Solo dan Semarang di Jawa Tengah.
Proyek PLTSa adalah program kolaborasi antara pemerintah dengan pelaku usaha dalam memanfaatkan energi dari sampah guna mengurangi emisi gas metana hingga 30 persen pada tahun 2030, serta mewujudkan target netralitas karbon pada tahun 2060.
Melalui berbagai strategi penanganan dan pengurangan sampah dari sektor hulu hingga ke hilir, pemerintah berharap tidak ada lagi pembangunan TPA baru pada tahun 2030, dan Indonesia dapat terbebas dari TPA mulai 2040.
Tekad turunkan emisi
Sampah punya hubungan erat terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca yang bisa menyebabkan pemanasan global. Gas metana yang terbentuk dari proses pembusukan sampah organik dan karbon dioksida yang terlepas melalui aktivitas pembakaran sampah berkontribusi terhadap perubahan iklim di planet bumi.
Pemerintah bertekad untuk menurunkan emisi dengan mengurangi sampah dan limbah di Indonesia melalui konsep zero waste and zero emission.
Paradigma penanganan sampah melalui kegiatan kumpul, angkut, dan buang perlahan harus ditinggalkan karena sampah semakin menumpuk di TPA. Timbulan sampah yang mayoritas terdiri dari sampah organik mengalami proses pembusukan anaerob yang menimbulkan gas bio yang didominasi gas metana.
Gas metana merupakan salah satu sumber emisi gas rumah kaca. Sampah organik padat seberat satu ton dapat menghasilkan sekitar 50 kilogram gas metana.
Baca juga: Kementerian LHK tidak pernah sebut Medan kota terkotor
Nilai potensi pemanasan global atau global warming potential (GWP) untuk gas metana punya efek hingga 21 kali lipat dibandingkan gas karbon dioksida.
Bila gas metana tidak dikelola secara baik dapat terlepas ke atmosfer, merusak lapisan ozon, dan berkontribusi terhadap pemanasan global. Efek gas metana yang dihasilkan sampah itulah yang kini sedang ditangani oleh pemerintah Indonesia.
Dalam upaya menurunkan emisi yang dihasilkan oleh sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mendorong penyelesaian sampah organik melalui kegiatan mengompos dengan mencanangkan gerakan nasional Hari Kompos.
Aktivitas mengompos bisa menyelesaikan separuh masalah sampah di Indonesia mengingat 41,1 persen timbulan sampah saat ini berupa sisa makanan.
Selain kompos, gerakan lain adalah memanfaatkan gas metana untuk pengganti elpiji pada rumah tangga atau mengubahnya menjadi energi listrik.
Contoh pemanfaatan gas metana berada di TPA Semboro yang terletak di Probolinggo, Jawa Timur. Gas metana yang sudah dimurnikan dialirkan ke rumah-rumah penduduk yang berada di sekitar TPA Semboro untuk menyalakan kompor gas.
Sedangkan, contoh gas metana yang diubah menjadi setrum berada di pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) Sei Mangkei berkapasitas 2,4 megawatt di Simalungun, Sumatera Utara. PLTBg Sei Mangkei hasil kolaborasi Pertamina dan PTPN III mengolah limbah cair organik yang dihasilkan selama produksi kelapa sawit.
Berbekal kolaborasi yang guyub antara masyarakat, pemerintah, produsen, dan pelaku industri yang juga didukung pemanfaatan teknologi, maka penuntasan masalah sampah bukan sesuatu yang mustahil bagi Indonesia.
Tragedi 18 tahun silam itu terjadi akibat hujan deras semalam suntuk dan ledakan gas metana dari dalam tumpukan bukit sampah tersebut.
Kisah pilu itu lantas melandasi terciptanya Hari Peduli Sampah Nasional atau HPSN yang diperingati setiap tahun pada 21 Februari guna menumbuhkan kesadaran semua orang tentang bahaya sampah bagi lingkungan, sosial, kesehatan, termasuk nyawa.
"Melalui Hari Peduli Sampah Nasional, kita mengingatkan tragedi yang sangat menyakitkan, sampah bisa mengakibatkan orang bisa meninggal kalau kita lalai," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati saat menghadiri peringatan HPSN 2023 di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Selasa (21/2/2023).
Baca juga: Peringati HPSN, 3.000 orang peserta ikut Gebyar Pilah Sampah di Sumbawa
Indonesia yang mempunyai jumlah penduduk 275 juta jiwa kini sedang menghadapi masalah serius akibat sampah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) mencatat volume timbulan sampah mencapai 18,99 juta ton per tahun. Data itu merupakan akumulasi penginputan data dinamis yang sudah masuk dari 157 kabupaten dan kota se-Indonesia pada tahun 2022.
Dari angka timbulan itu, Indonesia mampu mengurangi sampah 5,03 juta ton per tahun atau 26,5 persen dan penanganan sampah sebesar 9,67 juta ton per tahun atau setara 50,94 persen.
Adapun jumlah sampah yang terkelola mencapai 14,70 juta ton atau setara 77,44 persen dan sampah tidak terkelola ada sebanyak 4,28 juta ton atau sekitar 22,56 persen.
Sementara itu, jumlah TPA yang tercatat di Indonesia saat ini ada sebanyak 532 unit, lalu jumlah tempat pembuangan sampah yang menggunakan konsep reduce (mengurangi), reuse (menggunakan ulang), dan recycle (mendaur ulang) atau dikenal TPS 3R mencapai 2.506 unit; bank sampah sebanyak 13.716 unit; komposting sebanyak 4.118 unit; fasilitas produk kreatif sebanyak 291 unit; dan fasilitas pengelolaan menjadi sumber energi mencapai 32 unit.
Baca juga: Jadi percontohan, tiga TPST di Bali ditargetkan olah 450 ton sampah per hari
Strategi jitu
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mencanangkan program bertajuk Indonesia Bersih 2025 yang berlandaskan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.
Melalui program itu, Indonesia menargetkan dapat menangani 70 persen sampah dan mengurangi 30 persen sisanya melalui strategi dari hulu ke hilir.
Pemerintah berupaya menumbuhkan kesadaran setiap rumah tangga untuk menangani sampahnya secara mandiri melalui kegiatan pengomposan dan budidaya magot untuk sampah organik serta aktivitas pemilahan dan pembuatan kerajinan tangan untuk sampah-sampah anorganik yang tak mudah terurai.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat mayoritas sampah di Indonesia bersumber dari rumah tangga dengan komposisi mencapai 43,3 persen dengan jenis sampah berupa sisa makanan sebanyak 41,1 persen.
Selain berambisi menyelesaikan sampah di sektor rumah tangga, pemerintah juga mewajibkan produsen untuk melakukan pengurangan sampah dengan melakukan desain ulang kemasan dari produk agar mudah didaur ulang dan menarik kembali sampah-sampah anorganik mereka di masyarakat.
Kemudian, sektor hilir yang berada di tempat pemrosesan akhir atau TPA, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggunakan segala macam cara supaya sampah bisa dikelola secara maksimal dan tidak perlu lagi dibuang ke TPA.
Baca juga: Selain menanam pohon, memilah sampah juga bisa kurangi emisi karbon
Beberapa teknologi yang dipakai adalah menyulap sampah yang mudah terbakar dan memiliki nilai kalori tinggi, seperti plastik, kertas, kain, kulit maupun karet menjadi produk refuse derived fuel atau RDF.
RDF merupakan bahan bakar jumputan padat pengganti batu bara yang digunakan pada pembangkit listrik dan pabrik semen. Pengelolaan sampah menjadi produk RDF bisa mengurangi kebutuhan lahan TPA dan meningkatkan kualitas lingkungan.
Beberapa pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTSa yang beroperasi terletak di Solo dan Semarang di Jawa Tengah.
Proyek PLTSa adalah program kolaborasi antara pemerintah dengan pelaku usaha dalam memanfaatkan energi dari sampah guna mengurangi emisi gas metana hingga 30 persen pada tahun 2030, serta mewujudkan target netralitas karbon pada tahun 2060.
Melalui berbagai strategi penanganan dan pengurangan sampah dari sektor hulu hingga ke hilir, pemerintah berharap tidak ada lagi pembangunan TPA baru pada tahun 2030, dan Indonesia dapat terbebas dari TPA mulai 2040.
Tekad turunkan emisi
Sampah punya hubungan erat terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca yang bisa menyebabkan pemanasan global. Gas metana yang terbentuk dari proses pembusukan sampah organik dan karbon dioksida yang terlepas melalui aktivitas pembakaran sampah berkontribusi terhadap perubahan iklim di planet bumi.
Pemerintah bertekad untuk menurunkan emisi dengan mengurangi sampah dan limbah di Indonesia melalui konsep zero waste and zero emission.
Paradigma penanganan sampah melalui kegiatan kumpul, angkut, dan buang perlahan harus ditinggalkan karena sampah semakin menumpuk di TPA. Timbulan sampah yang mayoritas terdiri dari sampah organik mengalami proses pembusukan anaerob yang menimbulkan gas bio yang didominasi gas metana.
Gas metana merupakan salah satu sumber emisi gas rumah kaca. Sampah organik padat seberat satu ton dapat menghasilkan sekitar 50 kilogram gas metana.
Baca juga: Kementerian LHK tidak pernah sebut Medan kota terkotor
Nilai potensi pemanasan global atau global warming potential (GWP) untuk gas metana punya efek hingga 21 kali lipat dibandingkan gas karbon dioksida.
Bila gas metana tidak dikelola secara baik dapat terlepas ke atmosfer, merusak lapisan ozon, dan berkontribusi terhadap pemanasan global. Efek gas metana yang dihasilkan sampah itulah yang kini sedang ditangani oleh pemerintah Indonesia.
Dalam upaya menurunkan emisi yang dihasilkan oleh sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mendorong penyelesaian sampah organik melalui kegiatan mengompos dengan mencanangkan gerakan nasional Hari Kompos.
Aktivitas mengompos bisa menyelesaikan separuh masalah sampah di Indonesia mengingat 41,1 persen timbulan sampah saat ini berupa sisa makanan.
Selain kompos, gerakan lain adalah memanfaatkan gas metana untuk pengganti elpiji pada rumah tangga atau mengubahnya menjadi energi listrik.
Contoh pemanfaatan gas metana berada di TPA Semboro yang terletak di Probolinggo, Jawa Timur. Gas metana yang sudah dimurnikan dialirkan ke rumah-rumah penduduk yang berada di sekitar TPA Semboro untuk menyalakan kompor gas.
Sedangkan, contoh gas metana yang diubah menjadi setrum berada di pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) Sei Mangkei berkapasitas 2,4 megawatt di Simalungun, Sumatera Utara. PLTBg Sei Mangkei hasil kolaborasi Pertamina dan PTPN III mengolah limbah cair organik yang dihasilkan selama produksi kelapa sawit.
Berbekal kolaborasi yang guyub antara masyarakat, pemerintah, produsen, dan pelaku industri yang juga didukung pemanfaatan teknologi, maka penuntasan masalah sampah bukan sesuatu yang mustahil bagi Indonesia.