Bogor (Antaranews Bogor) - Inventor beras analog Prof Slamet Budijanto meraih guru besar di Institut Pertanian Bogor atas karya dan penelitiannya selama ini.
"Indonesia ke depan tidak bisa lagi mengandalkan sumber karbohidrat hanya dari beras (padi) sehingga dibutuhkan diversifikasi pangan yang lain," katanya di Kampus IPB Darmaga, Bogor, Jawa Barat, Jumat.
Bersama dua guru besar lainnya yakni pakar gizi Fakultas Ekologi Manusia (Fema) Prof evy Damayanthi dan pakar Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB Prof Muh Yusram Massijaya, mereka memberikan penjelasan mengenai inti dari riset ketiganya, yang akan disampaikan pada orasi ilmiah, Sabtu (21/6).
Dalam Undang Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, dijelaskan bahwa inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara besama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.
Sedangkan invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
Slamet Budijanto yang pada 2012 menjabat Direktur Food Technopark (F-Technopark) Fakultas Teknologi Pertanian IPB adalah inventor beras analog mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian IPB Annisa Karunia, Suba Santika Widara dan Yulianti.
Ia mengatakan bahwa Indonesia harus bisa memenuhi kebutuhan pangan pokok masyarakatnya. Salah satunya dengan percepatan dan penguatan program penganekaragaman pangan pokok.
Untuk itu, ia meneliti pengembangan teknologi pengolahan beras analog dari bahan baku lokal selain beras.
Menurut dia, saat ini beras analog sudah diproduksi dan dijual dengan jumlah terbatas.
Ditegaskannya bahwa penelitian yang komprehensif dengan melibatkan ahli lintas disiplin dan para pemangku kepentingan lain
sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan pengembangan beras analog ke depan.
Sementara itu, Evy Damayanthi mengulas bahwa komponen fungsional pangan, gizi seimbang dan nutrigenomik dapat dipilih untuk mencegah penyakit tidak menular (PTM) kronis di Indonesia.
Ia menyebutkan PTM, terutama penyakit kardiovaskular, kanker, pernafasan kronis dan diabetes, sesuai data Badan Kesehatan PBB (WHO) pada 2013 merupakan pembunuh terbesar di dunia.
Sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan adanya peningkatan prevalensi beberapa PTM di Indonesia dan adanya masalah gizi ganda, yakni kekurangan gizi sekaligus kelebihan gizi.
Ia mengemukakan kajian nutrigenomik akan memberikan pemahaman yang penting tentang mekanisme kerja komponen fungsional di dalam pangan untuk mencegah dan memperbaiki kesehatan.
Dengan demikian, kata dia, pengembangan ilmu gizi di perguruan tinggi diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk memecahkan masalah gizi dan kesehatan, melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
Muh Yusram Massijaya dalam kesempatan itu mengangkat tema pemanfaatan kayu berdiameter kecil, bambu dan limbah lignoselulosa sebagai bahan baku industri pengolahan kayu Indonesia di masa mendatang bukanlah pilihan, tetapi sudah merupakan keharusan sebagai akibat dari perubahan pasokan bahan baku kayu.
Ia memberi contoh bahwa ada limbah berupa pelepah tanaman sawit, yang belum dimanfaatkan adalah mencapai 60 juta meter kubik per tahun.
"Jika itu dimanfaatkan, mungkin akan ada nilai tambah ekonomi yang bisa digali, namun itu membutuhkan kerja sama penelitian antara perguruan tinggi, pemerintah, peneliti, pengusaha dan masyarakat," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014
"Indonesia ke depan tidak bisa lagi mengandalkan sumber karbohidrat hanya dari beras (padi) sehingga dibutuhkan diversifikasi pangan yang lain," katanya di Kampus IPB Darmaga, Bogor, Jawa Barat, Jumat.
Bersama dua guru besar lainnya yakni pakar gizi Fakultas Ekologi Manusia (Fema) Prof evy Damayanthi dan pakar Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB Prof Muh Yusram Massijaya, mereka memberikan penjelasan mengenai inti dari riset ketiganya, yang akan disampaikan pada orasi ilmiah, Sabtu (21/6).
Dalam Undang Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, dijelaskan bahwa inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara besama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.
Sedangkan invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
Slamet Budijanto yang pada 2012 menjabat Direktur Food Technopark (F-Technopark) Fakultas Teknologi Pertanian IPB adalah inventor beras analog mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian IPB Annisa Karunia, Suba Santika Widara dan Yulianti.
Ia mengatakan bahwa Indonesia harus bisa memenuhi kebutuhan pangan pokok masyarakatnya. Salah satunya dengan percepatan dan penguatan program penganekaragaman pangan pokok.
Untuk itu, ia meneliti pengembangan teknologi pengolahan beras analog dari bahan baku lokal selain beras.
Menurut dia, saat ini beras analog sudah diproduksi dan dijual dengan jumlah terbatas.
Ditegaskannya bahwa penelitian yang komprehensif dengan melibatkan ahli lintas disiplin dan para pemangku kepentingan lain
sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan pengembangan beras analog ke depan.
Sementara itu, Evy Damayanthi mengulas bahwa komponen fungsional pangan, gizi seimbang dan nutrigenomik dapat dipilih untuk mencegah penyakit tidak menular (PTM) kronis di Indonesia.
Ia menyebutkan PTM, terutama penyakit kardiovaskular, kanker, pernafasan kronis dan diabetes, sesuai data Badan Kesehatan PBB (WHO) pada 2013 merupakan pembunuh terbesar di dunia.
Sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan adanya peningkatan prevalensi beberapa PTM di Indonesia dan adanya masalah gizi ganda, yakni kekurangan gizi sekaligus kelebihan gizi.
Ia mengemukakan kajian nutrigenomik akan memberikan pemahaman yang penting tentang mekanisme kerja komponen fungsional di dalam pangan untuk mencegah dan memperbaiki kesehatan.
Dengan demikian, kata dia, pengembangan ilmu gizi di perguruan tinggi diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk memecahkan masalah gizi dan kesehatan, melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
Muh Yusram Massijaya dalam kesempatan itu mengangkat tema pemanfaatan kayu berdiameter kecil, bambu dan limbah lignoselulosa sebagai bahan baku industri pengolahan kayu Indonesia di masa mendatang bukanlah pilihan, tetapi sudah merupakan keharusan sebagai akibat dari perubahan pasokan bahan baku kayu.
Ia memberi contoh bahwa ada limbah berupa pelepah tanaman sawit, yang belum dimanfaatkan adalah mencapai 60 juta meter kubik per tahun.
"Jika itu dimanfaatkan, mungkin akan ada nilai tambah ekonomi yang bisa digali, namun itu membutuhkan kerja sama penelitian antara perguruan tinggi, pemerintah, peneliti, pengusaha dan masyarakat," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014