Bagi warga yang tinggal di kota besar, lulus sekolah adalah hal yang dinanti-nantikan, terutama saat lulus SD atau SMP. Siswa yang lulus, juga orangtuanya, bisa memilih di mana mereka akan melanjutkan sekolah. Sekolah negeri dan swasta di kota-kota besar bersaing memberikan layanan, program, atau fasilitas. Namun, keadaan yang berbeda—bahkan sangat kontras—terjadi di berbagai pelosok di Tanah Air.

Di Aceh, misalnya. Di Pulo Aceh, kecamatan kepulauan di Aceh Besar, ada dua pulau berpenghuni, yaitu Pulo Breuh dan Pulo Nasi. Pulo Breuh dihuni oleh sekitar 5000 penduduk, terbagi dalam 13 desa. Ada lima SD/sederajat dan dua SMP di Desa Rinon dan Desa Blang Situngkoh, sementara SMA hanya ada di Desa Blang Situngkoh.

Di sana, bangunan sekolah sudah permanen, tapi fasilitas belum memadai. Guru-guru tidak betah tinggal di sana karena wilayahnya yang terpencil. Anak-anak yang berada di daerah pelosok pun kesulitan menjangkau SMA karena harus melintasi gunung dan butuh waktu dua jam perjalanan ke sekolah, itu pun jika kondisi jalan bagus. Tak ada angkutan umum beroperasi. Karenanya, banyak yang enggan melanjutkan studi ke SMA.

Persoalan pendidikan di daerah kepulauan selama ini menjadi PR besar bagi pemerintah. Kesenjangan pendidikan di perkotaan dengan daerah kepulauan masih terbentang lebar. Menjelang akhir masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendi berkata, “Hingga mendekati akhir masa jabatan saya sebagai Mendikbud memang belum ada konsep detail dan komprehensif tentang bagaimana cara menangani pendidikan di daerah dengan karakteristik wilayah kepulauan,” katanya kepada Antaranews (30/9/2019).

Daerah kepulauan tertinggal dalam banyak hal lain, bukan hanya pendidikan. Pembangunan infrastruktur berupa fasilitas pendidikan, kesehatan, dan keamanan mestinya menjadi prioritas; demikian pula pemberdayaan sumber daya alam dan manusia. DPR pun telah mengambil langkah dengan menjadikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan sebagai satu dari 50 RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

RUU ini diharapkan dapat mewadahi berbagai kebijakan untuk memajukan daerah kepulauan.

RUU Daerah Kepulauan merupakan usulan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Wakil Ketua DPD Nono Sampono menyatakan bahwa RUU Daerah Kepulauan adalah bentuk perjuangan untuk pemerataan pembangunan di daerah, terutama daerah kepulauan. Menurutnya, masih banyak persoalan di daerah kepulauan yang mencakup kesejahteraan, keamanan, pendidikan, kemiskinan, dan pengangguran (Sindonews, 6/2/2020).

Pembahasan RUU Daerah Kepulauan tak hanya memperhatikan kepentingan nasional, tapi juga peraturan yang bersifat internasional, karena berhubungan dengan batas negara, yaitu United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) yang diterbitkan pada 1982. UNCLOS mendefinisikan hak dan tanggung jawab negara dalam penggunaan lautan di dunia serta menetapkan pedoman untuk bisnis, lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam laut.

Negara kita adalah negara kepulauan. Ada 17 ribu lebih pulau yang terbentang di nusantara. Di Indonesia ada 86 kabupaten/kota yang termasuk daerah kepulauan dengan indikator yang diatur dalam RUU Daerah Kepulauan. RUU Daerah Kepulauan mestinya menjadi prioritas pembahasan di DPR karena sejalan atau dapat terintegrasi dengan program Tol Laut yang disampaikan Presiden Jokowi, yaitu pengangkutan logistik lewat laut dengan memanfaatkan pelabuhan-pelabuhan di seantero nusantara.  (19/*).

*) Penulis adalah, Mahasiswa Doktoral bidang Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI).

Pewarta: Oleh: Stanislaus Riyanta *)

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020