KJRI Jeddah menindaklanjuti pengaduan pekerja migran Indonesia terkait pengemplangan gaji yang mereka alami.
KJRI kemudian berhasil mencairkan gaji PMI yang dikemplang oleh pengguna jasa atau majikan sekitar Rp7,6 miliar.
Sepanjang periode Januari hingga Juli 2019, Tim Pelayanan dan Pelindungan KJRI Jeddah berhasil mengupayakan pencairan gaji PMI yang umumnya bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART). Besaran gaji tersebut mencapai 2.079.883 riyal Saudi atau sekitar Rp7,6 miliar.
Sekitar Rp 7,6 miliar itu merupakan total dari 105 PMI dengan rentang gaji yang bervariasi. Sedangkan massa tunggakan terlama adalah 15 tahun.
Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah Mohamad Hery Saripudin melalui keterangan tertulisnya, Selasa, mengatakan tunggakan upah yang menumpuk membuat pengguna jasa mencari cara agar terhindar dari kewajiban membayar upah bulanan itu.
Salah satu cara itu adalah menyuruh PMI melakukan cap jempol, namun PMI tersebut tidak memahami isi surat.
"Ada yang nyuruh pembantunya cap jempol atau tanda tangan. Padahal pembantu tidak mengerti isinya. Ada pula yang melaporkan pekerjanya kabur, sehingga dia tidak perlu bayar gajinya setelah pekerjanya itu dideportasi. Macam-macam. Tapi tetap kami kejar dia sampai bayar," kata Hery.
Konsul Tenaga Kerja Mochamad Yusuf mengatakan pengurusan gaji menjadi rumit di pengadilan dan kantor tenaga kerja ketika PMI telah menandatangani surat tersebut.
Namun penipuan akhirnya terungkap oleh instansi yang berwenang di Arab Saudi, walaupun melalui tahap persidangan yang rumit.
"Kalau bahasa lisan, mereka sudah paham. Tapi ketika harus menandatangani sesuatu atau membubuhkan cap jempol atas permintaan majikan, dia tidak tahu itu isinya apa. Ini yang membuat proses persidangan di pengadilan dan maktab amal (kantor tenaga kerja) jadi berbelit-belit," ujar Yusuf.
Yusuf mengatakan saat wawancara untuk berita acara pemeriksaan (BAP), PMI mengaku belum menerima gaji hingga bertahun-tahun.
Wawancara tersebut dilakukan secara khusus oleh KJRI Jeddah tanpa pendampingan pengguna jasa atau pihak yang mewakili.
Pascamoratorium pengiriman PMI yang tidak memiliki keahlian, seperti sopir rumahan dan asisten rumah tangga, permasalahan masih saja bermunculan.
WNI perempuan juga direkrut perusahaan untuk bekerja sebagai tenaga kebersihan di kantor-kantor dan instansi di Arab Saudi, namun kemudian disalurkan ke sektor rumah tangga.
PMI melaporkan sebagian dari mereka diberangkatkan dengan visa ziarah, namun diberi kartu izin menetap dan bekerja. KJRI Jeddah menyebut PMI tidak betah bekerja karena merasa tertekan dan upah yang diterima tidak sesuai dengan kesepakatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019