Sebagian warga Kawasan Sentul City, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang tergabung dalam Paguyuban Warga Sentul City (PWSC) berharap sengketa pengolahan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di tempatnya bisa diselesaikan dengan cara berdamai.
"Kami meminta PT SGC tetap melayani kami baik soal air bersih maupun pengelolaan lingkungan. Kami tidak peduli dengan putusan Mahkamah Agung," kata Ketua PWSC Erwin Lebe, Selasa.
Menurutnya, cekcok antara pihak-pihak yang berselisih justru berpotensi membuat investasi yang dilakukan sebagian warga di Kawasan Sentul City cenderung ke arah negatif. Ia berharap, sebagian warga yang berseberangan, yakni Komite Warga Sentul City (KWSC) juga bersedia untuk damai.
"Berdamai lah, ngapain ribut-ribut melulu, malu seolah-olah di Sentul City tempat orang yang suka ribut. Karena ribut-ribut ini membuat investasi yang sudah membeli rumah di SC jadi terganggu," ujarnya pula.
Head of Corporate Communication PT Sentul City Tbk Alfian Mujani mengatakan bahwa penetapan tarif air bersih yang diributkan sebagian warga merupakan ketetapan dari Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Bogor tahun 2018 yang berlaku selama tiga tahun.
"Ini perlu kami jelaskan dan luruskan ke publik karena ada upaya penggiringan opini yang sesat seolah-oleh SC seenaknya sendiri menentukan tarif air bersih. Clear tarif air bersih bukan kami yang menentukan melainkan Pemkab Bogor," kata Alfian lagi.
Juru Bicara KWSC Deni Erliana mengatakan, meski kini Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) ikut turun tangan, tapi perkara privatisasi layanan air bersih dan pemeliharaan prasarana, sarana, dan utilitas di kawasan Sentul City telah memasuki sistem peradilan yang telah menghasilkan dua putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
"Salah satunya, menyatakan PT Sentul City Tbk dan anak perusahaannya tak berhak menarik biaya pemeliharaan dan perbaikan lingkungan dari warga di seluruh kawasan Sentul City," kata Deni.
Kemenko Polhukam ikut menggarap sengketa pengolahan SPAM) di Sentul City, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Senin (17/6/2019), setelah Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan kasasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
"Kami meminta PT SGC tetap melayani kami baik soal air bersih maupun pengelolaan lingkungan. Kami tidak peduli dengan putusan Mahkamah Agung," kata Ketua PWSC Erwin Lebe, Selasa.
Menurutnya, cekcok antara pihak-pihak yang berselisih justru berpotensi membuat investasi yang dilakukan sebagian warga di Kawasan Sentul City cenderung ke arah negatif. Ia berharap, sebagian warga yang berseberangan, yakni Komite Warga Sentul City (KWSC) juga bersedia untuk damai.
"Berdamai lah, ngapain ribut-ribut melulu, malu seolah-olah di Sentul City tempat orang yang suka ribut. Karena ribut-ribut ini membuat investasi yang sudah membeli rumah di SC jadi terganggu," ujarnya pula.
Head of Corporate Communication PT Sentul City Tbk Alfian Mujani mengatakan bahwa penetapan tarif air bersih yang diributkan sebagian warga merupakan ketetapan dari Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Bogor tahun 2018 yang berlaku selama tiga tahun.
"Ini perlu kami jelaskan dan luruskan ke publik karena ada upaya penggiringan opini yang sesat seolah-oleh SC seenaknya sendiri menentukan tarif air bersih. Clear tarif air bersih bukan kami yang menentukan melainkan Pemkab Bogor," kata Alfian lagi.
Juru Bicara KWSC Deni Erliana mengatakan, meski kini Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) ikut turun tangan, tapi perkara privatisasi layanan air bersih dan pemeliharaan prasarana, sarana, dan utilitas di kawasan Sentul City telah memasuki sistem peradilan yang telah menghasilkan dua putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
"Salah satunya, menyatakan PT Sentul City Tbk dan anak perusahaannya tak berhak menarik biaya pemeliharaan dan perbaikan lingkungan dari warga di seluruh kawasan Sentul City," kata Deni.
Kemenko Polhukam ikut menggarap sengketa pengolahan SPAM) di Sentul City, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Senin (17/6/2019), setelah Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan kasasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019