Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) Prof Hamdi Muluk meminta agar tidak ada pasangan capres-cawapres yang mengklaim kemenangan dan menunggu keputusan KPU yang mempunyai legitimasi konstitusi yang sah.
"Etika politik yang baik dan mempunyai dasar hukum yang kuat adalah keputusan KPU yang sah secara legitimasi konstitusi sebagai hasil akhir pilpres," kata Hamdi Muluk ketika dihubungi ANTARA, di Depok untuk diminta pendapatnya tentang adanya dua pendapat yang berbeda tentang hasil pilpres, Kamis.
Menurut dia hasil keputusan KPU memang masih bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) maka harus menunggu putusan MK tentang hasil pilpres.
"Jika sudah ada putusan MK maka sudah final dan tidak ada lagi upaya hukum lain, maka semua pihak harus menghormati putusan tersebut," ujarnya.
Ia mengatakan dalam proses penghitungan KPU dilakukan secara berjenjang mulai dari penghitungan di Tempat Pemungutan Suara (TPS), Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat kelurahan, Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK), KPU Kota/Kab, KPU Provinsi dan KPU Pusat.
"Penghitungan oleh KPU ini tidak boleh diganggu, tapi boleh diawasi oleh siapapun stakeholder masyarakat, LSM, kampus dan lainnya," ujarnya.
Mengenai proses quick qount atau hitung cepat yang dilakukan oleh lembaga survei, Hamdi Muluk menilai bahwa hitung cepat ini untuk melihat perolehan suara melalui ilmu pengetahuan melalui basis ilmiah yang sebenarnya, yaitu probabilitas statistik yang bisa dipertanggungjawabkan.
"Biasanya margin errornya antara 0,5 sampai 1 persen. Jika ada perbedaan suara sampai 8 persen sudah bisa ditarik kesimpulan," tegasnya.
Dikatakannya di luar negeri, Eropa ataupun Amerika Serikat dimana negara mempunyai tradisi demokrasi yang bagus, maka hasil hitung cepat ini biasanya sudah memberikan ucapan selamat kepada pemenang melalui saluran telepon.
"Setelah ada keputusan resmi baru mereka melakukan selebrasi kemenangan," jelasnya.
Namun kata dia di Indonesia harus menunggu keputusan KPU sebagai lembaga resmi yang mempunyai dasar hukum yang kuat untuk menyatakan siapa pemenang konstestasi pilpres.
"Jadilah negawaran yang menjadi contoh yang baik. Jangan sampai memprovokasi apalagi menggunakan people power," demikian Hamdi Muluk. (ANT-BPJ).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
"Etika politik yang baik dan mempunyai dasar hukum yang kuat adalah keputusan KPU yang sah secara legitimasi konstitusi sebagai hasil akhir pilpres," kata Hamdi Muluk ketika dihubungi ANTARA, di Depok untuk diminta pendapatnya tentang adanya dua pendapat yang berbeda tentang hasil pilpres, Kamis.
Menurut dia hasil keputusan KPU memang masih bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) maka harus menunggu putusan MK tentang hasil pilpres.
"Jika sudah ada putusan MK maka sudah final dan tidak ada lagi upaya hukum lain, maka semua pihak harus menghormati putusan tersebut," ujarnya.
Ia mengatakan dalam proses penghitungan KPU dilakukan secara berjenjang mulai dari penghitungan di Tempat Pemungutan Suara (TPS), Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat kelurahan, Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK), KPU Kota/Kab, KPU Provinsi dan KPU Pusat.
"Penghitungan oleh KPU ini tidak boleh diganggu, tapi boleh diawasi oleh siapapun stakeholder masyarakat, LSM, kampus dan lainnya," ujarnya.
Mengenai proses quick qount atau hitung cepat yang dilakukan oleh lembaga survei, Hamdi Muluk menilai bahwa hitung cepat ini untuk melihat perolehan suara melalui ilmu pengetahuan melalui basis ilmiah yang sebenarnya, yaitu probabilitas statistik yang bisa dipertanggungjawabkan.
"Biasanya margin errornya antara 0,5 sampai 1 persen. Jika ada perbedaan suara sampai 8 persen sudah bisa ditarik kesimpulan," tegasnya.
Dikatakannya di luar negeri, Eropa ataupun Amerika Serikat dimana negara mempunyai tradisi demokrasi yang bagus, maka hasil hitung cepat ini biasanya sudah memberikan ucapan selamat kepada pemenang melalui saluran telepon.
"Setelah ada keputusan resmi baru mereka melakukan selebrasi kemenangan," jelasnya.
Namun kata dia di Indonesia harus menunggu keputusan KPU sebagai lembaga resmi yang mempunyai dasar hukum yang kuat untuk menyatakan siapa pemenang konstestasi pilpres.
"Jadilah negawaran yang menjadi contoh yang baik. Jangan sampai memprovokasi apalagi menggunakan people power," demikian Hamdi Muluk. (ANT-BPJ).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019