Bogor (Antaranews Megapolitan) - Pusat Studi Biofarmaka Tropika (Trop BRC) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB) bekerjasama dengan The Indonesian Association of Natural Drugs Researchers (Perhipba) mengajak masyarakat Indonesia untuk mengembangkan produk-produk herbal lokal. Ajakan tersebut disampaikan dalam acara Seminar on Natural Product as part of World Class Professor Program Scheme A yang diselenggarakan di Auditorium Sumardi Sastrakusumah, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK IPB), Kampus IPB Dramaga, Bogor (1/11).
Direktur Trop BRC IPB, Dr. Irmanida Batubara, mengatakan bahwa potensi produk herbal di Indonesia sangat banyak, namun masih belum optimal dimanfaatkan terutama untuk kepentingan medis. Saat ini masyarakat Indonesia baru sebatas memanfaatkan bahan herbal sebagai bahan pembuatan jamu yang dibuat secara sederhana. Meskipun demikian, beberapa perusahaan sudah berupaya menjadikan produk herbal sebagai ramuan atau jamu yang dikomersialkan secara global.
“Pada kesempatan kali ini, kita akan bertukar pengetahuan dan tentunya pengalaman dalam memanfaatkan produk-produk herbal yang ada. Tidak hanya itu, dengan seminar ini kita sama-sama mendapatkan ilmu dan juga wawasan tambahan terkait bahan alam,” ujar Dr. Irmanida.
Dr. Irmanida menegaskan bahwa sejak dahulu produk-produk herbal memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Beberapa produk herbal tersebut diantaraya adalah temulawak, temuireng, kunyit, jinten dan produk herbal lainnya yang sudah teruji secara klinis dapat menurunkan risiko penyakit dan bahkan dapat menyembuhkannya. Meskipun banyak penelitian yang menyatakan bahwa produk herbal baru mampu menurunkan risiko penyakit degeneratif, ternyata produk herbal sudah digunakan sebagai bahan obat-obatan oleh beberapa negara secara turun-temurun. Sebagai contohnya adalah negara Cina. Di negara tersebut lebih dari 90 persen bahan obat untuk medis menggunakan bahan-bahan herbal.
Sampai saat ini, bahan obat yang dibuat dari produk herbal masih terbilang sedikit. Pasalnya bentuk sediaan produk herbal atau jamu di pasaran masih didominasi oleh racikan yang dibuat dengan seduhan air panas. Di sisi lain, peran dokter yang belum menjadikan produk herbal sebagai bahan obat juga turut menjadi hambatan dalam pemakaiannya. Keputusan dokter yang belum menjadikan produk herbal sebagai obat disebabkan karena dokter tersebut belum memiliki kompetensi dan kemampuan di bidang pengobatan herbal. Saat ini kompetensi seorang dokter diatur dalam undang-undang sehingga dokter tidak bisa sembarangan menggunakan bahan herbal sebagai obat.
Meski demikian, potensi pengembangan obat tradisional atau produk herbal di Indonesia sangat besar. Berdasarkan hasil riset yang telah dilakukan, sebanyak 87 persen pengguna obat herbal mengakui bahwa obat herbal berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit. Di sisi lain, transaksi perdagangan obat tradisional di dunia terus meningkat seiring adanya riset klinik yang menyatakan bahwa obat herbal berkhasiat dan aman dikonsumsi.
Peluang pasar ini dapat dimanfaatkan untuk mengekspor beberapa komoditas unggulan yang khas dari Indonesia, seperti temulawak. Namun, terdapat tantangan yang perlu diperhatikan oleh pelaku bisnis maupun medis, yaitu terdapat standar mutu bahan herbal yang harus dipenuhi supaya kandungan kimia yang terdapat dalam produk tersebut sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
Seminar produk herbal kali ini menghadirkan Prof. Eiichiro Fukusaki (Osaka University, Jepang), Prof. Dr. I Nyoman Pugeng Aryantha (Institut Teknologi Bandung), Prof. Dr. dr. Muhammad T. Kamaludin, M.Sc., Sp.FK. (Universitas Sriwijaya), Dr. Siti Sa’diah, M.Si., Apt., (Trop BRC IPB), Dr. Kholis A Audah, dan Dr. Waras Nurcholis, S.Si., M.Si (Trop BRC IPB). (Rosyid/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Direktur Trop BRC IPB, Dr. Irmanida Batubara, mengatakan bahwa potensi produk herbal di Indonesia sangat banyak, namun masih belum optimal dimanfaatkan terutama untuk kepentingan medis. Saat ini masyarakat Indonesia baru sebatas memanfaatkan bahan herbal sebagai bahan pembuatan jamu yang dibuat secara sederhana. Meskipun demikian, beberapa perusahaan sudah berupaya menjadikan produk herbal sebagai ramuan atau jamu yang dikomersialkan secara global.
“Pada kesempatan kali ini, kita akan bertukar pengetahuan dan tentunya pengalaman dalam memanfaatkan produk-produk herbal yang ada. Tidak hanya itu, dengan seminar ini kita sama-sama mendapatkan ilmu dan juga wawasan tambahan terkait bahan alam,” ujar Dr. Irmanida.
Dr. Irmanida menegaskan bahwa sejak dahulu produk-produk herbal memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Beberapa produk herbal tersebut diantaraya adalah temulawak, temuireng, kunyit, jinten dan produk herbal lainnya yang sudah teruji secara klinis dapat menurunkan risiko penyakit dan bahkan dapat menyembuhkannya. Meskipun banyak penelitian yang menyatakan bahwa produk herbal baru mampu menurunkan risiko penyakit degeneratif, ternyata produk herbal sudah digunakan sebagai bahan obat-obatan oleh beberapa negara secara turun-temurun. Sebagai contohnya adalah negara Cina. Di negara tersebut lebih dari 90 persen bahan obat untuk medis menggunakan bahan-bahan herbal.
Sampai saat ini, bahan obat yang dibuat dari produk herbal masih terbilang sedikit. Pasalnya bentuk sediaan produk herbal atau jamu di pasaran masih didominasi oleh racikan yang dibuat dengan seduhan air panas. Di sisi lain, peran dokter yang belum menjadikan produk herbal sebagai bahan obat juga turut menjadi hambatan dalam pemakaiannya. Keputusan dokter yang belum menjadikan produk herbal sebagai obat disebabkan karena dokter tersebut belum memiliki kompetensi dan kemampuan di bidang pengobatan herbal. Saat ini kompetensi seorang dokter diatur dalam undang-undang sehingga dokter tidak bisa sembarangan menggunakan bahan herbal sebagai obat.
Meski demikian, potensi pengembangan obat tradisional atau produk herbal di Indonesia sangat besar. Berdasarkan hasil riset yang telah dilakukan, sebanyak 87 persen pengguna obat herbal mengakui bahwa obat herbal berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit. Di sisi lain, transaksi perdagangan obat tradisional di dunia terus meningkat seiring adanya riset klinik yang menyatakan bahwa obat herbal berkhasiat dan aman dikonsumsi.
Peluang pasar ini dapat dimanfaatkan untuk mengekspor beberapa komoditas unggulan yang khas dari Indonesia, seperti temulawak. Namun, terdapat tantangan yang perlu diperhatikan oleh pelaku bisnis maupun medis, yaitu terdapat standar mutu bahan herbal yang harus dipenuhi supaya kandungan kimia yang terdapat dalam produk tersebut sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
Seminar produk herbal kali ini menghadirkan Prof. Eiichiro Fukusaki (Osaka University, Jepang), Prof. Dr. I Nyoman Pugeng Aryantha (Institut Teknologi Bandung), Prof. Dr. dr. Muhammad T. Kamaludin, M.Sc., Sp.FK. (Universitas Sriwijaya), Dr. Siti Sa’diah, M.Si., Apt., (Trop BRC IPB), Dr. Kholis A Audah, dan Dr. Waras Nurcholis, S.Si., M.Si (Trop BRC IPB). (Rosyid/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018