Bogor (Antaranews Megapolitan) - Dekan Sekolah Vokasi Institut Pertanian Bogor (IPB) sekaligus Ketua Umum Forum Pendidikan Tinggi Vokasi Indonesia (FPTVI), Dr. Ir. Arief Daryanto dalam kongres FPTVI di Universitas Airlangga, Surabaya, Selasa (16/10) mengatakan bahwa Revolusi Industri 4.0 yang saat ini sedang berlangsung menjadi tantangan tersendiri bagi lulusan perguruan tinggi Vokasi di Indonesia. Menurutnya, revolusi industri kali ini berbeda dengan tonggak revolusi industri lainnya.
Revolusi industri 1.0 menggunakan air dan uap sebagai sumber energi, revolusi industri 2.0 menggunakan listrik, dan revolusi industri 3.0 menggunakan komputer. Sedangkan revolusi industri 4.0 ciri-cirinya menggunakan internet dan cyber physical system.
Dalam kongres FPTVI yang digelar kelima kalinya ini, para pemimpin sekolah vokasi harus menemukan jawaban atas persoalan ini. Dr. Arief menyebut, revolusi industri 4.0 telah membawa dampak besar bagi industrialisasi. Contohnya, berkat revolusi industri 4.0, perusahaan Uber yang merupakan perusahaan internet asal Amerika bisa menjadi perusahaan taksi terbesar meski tidak punya taksi.
Ia menambahkan, arus globalisasi sudah tidak terbendung masuk ke Indonesia. Disertai dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, dunia kini memasuki era revolusi industri 4.0, yakni menekankan pada pola digital economy, artificial intelligence, big data, robotic, dan lain sebagainya atau dikenal dengan fenomena disruptive innovation. Menghadapi tantangan tersebut, metode pengajaran di perguruan tinggi pun dituntut untuk berubah lebih baik sehingga dapat menghasilkan generasi masa depan yang berkualitas.
Pada forum ini, Dr. Arief juga mengingatkan agar Sekolah Vokasi mempertahankan terus pola 3-2-1 yang menjadi ciri penting pendidikan vokasi. Dr. Arief menjelaskan, pola 3-2-1 adalah 3 semester di kelas, 2 semester di industri, dan 1 semester menulis karya akhir.
"Pola 3-2-1 menjadi ciri penting pendidikan vokasi untuk mencetak lulusan terampil di industri dan masyarakat. Sampai sekarang masyarakat masih menganggap pendidikan vokasi adalah sekolah kelas dua. Padahal, pendidikan vokasi sangat penting bagi bangsa,” tuturnya.
Ia menjeaskan, pendidikan vokasi dalam menjawab tantangan Revolusi 4.0 telah melakukan banyak hal, diantaranya perubahan dalam bidang sumber daya meliputi pengembangan kapasitas dosen dalam pengembangan pembelajaran bagi mahasiswa.
Berkaitan dengan sumber daya, pada era ini dosen memiliki tuntutan lebih, baik dalam kompetensi maupun kemampuan untuk melakukan kolaborasi riset dengan dosen kelas dunia.
Dr. Arief berharap Sekolah Vokasi Indonesia terus maju dan berkembang. Untuk itu, sangat penting mengedepankan adanya pertemuan sekurang-kurangnya enam bulan sekali, terus menyelenggarakan seminar nasional tahunan, ikut serta dalam pelaksanakan seminar regional atau internasional dan memberikan masukan kepada pemerintah terkait pendidikan vokasi. (Awl/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Revolusi industri 1.0 menggunakan air dan uap sebagai sumber energi, revolusi industri 2.0 menggunakan listrik, dan revolusi industri 3.0 menggunakan komputer. Sedangkan revolusi industri 4.0 ciri-cirinya menggunakan internet dan cyber physical system.
Dalam kongres FPTVI yang digelar kelima kalinya ini, para pemimpin sekolah vokasi harus menemukan jawaban atas persoalan ini. Dr. Arief menyebut, revolusi industri 4.0 telah membawa dampak besar bagi industrialisasi. Contohnya, berkat revolusi industri 4.0, perusahaan Uber yang merupakan perusahaan internet asal Amerika bisa menjadi perusahaan taksi terbesar meski tidak punya taksi.
Ia menambahkan, arus globalisasi sudah tidak terbendung masuk ke Indonesia. Disertai dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, dunia kini memasuki era revolusi industri 4.0, yakni menekankan pada pola digital economy, artificial intelligence, big data, robotic, dan lain sebagainya atau dikenal dengan fenomena disruptive innovation. Menghadapi tantangan tersebut, metode pengajaran di perguruan tinggi pun dituntut untuk berubah lebih baik sehingga dapat menghasilkan generasi masa depan yang berkualitas.
Pada forum ini, Dr. Arief juga mengingatkan agar Sekolah Vokasi mempertahankan terus pola 3-2-1 yang menjadi ciri penting pendidikan vokasi. Dr. Arief menjelaskan, pola 3-2-1 adalah 3 semester di kelas, 2 semester di industri, dan 1 semester menulis karya akhir.
"Pola 3-2-1 menjadi ciri penting pendidikan vokasi untuk mencetak lulusan terampil di industri dan masyarakat. Sampai sekarang masyarakat masih menganggap pendidikan vokasi adalah sekolah kelas dua. Padahal, pendidikan vokasi sangat penting bagi bangsa,” tuturnya.
Ia menjeaskan, pendidikan vokasi dalam menjawab tantangan Revolusi 4.0 telah melakukan banyak hal, diantaranya perubahan dalam bidang sumber daya meliputi pengembangan kapasitas dosen dalam pengembangan pembelajaran bagi mahasiswa.
Berkaitan dengan sumber daya, pada era ini dosen memiliki tuntutan lebih, baik dalam kompetensi maupun kemampuan untuk melakukan kolaborasi riset dengan dosen kelas dunia.
Dr. Arief berharap Sekolah Vokasi Indonesia terus maju dan berkembang. Untuk itu, sangat penting mengedepankan adanya pertemuan sekurang-kurangnya enam bulan sekali, terus menyelenggarakan seminar nasional tahunan, ikut serta dalam pelaksanakan seminar regional atau internasional dan memberikan masukan kepada pemerintah terkait pendidikan vokasi. (Awl/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018