Bogor (Antaranews Megapolitan) - Indonesia merupakan negara yang memiliki biodiversitas yang tinggi. Namun, potensi keanekaragaman hayatinya masih banyak yang belum tergali. Hal tersebut dapat disebabkan karena luasnya wilayah yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Sehingga, keanekaragaman hayati di Indonesia belum terdata dengan baik. Selain itu, potensi yang tersimpan di pedalaman Indonesia khususnya belum dapat ditangani sebagaimana semestinya.
Sebagai mahasiswa yang berkecimpung di bidang konservasi dan ekowisata hutan, Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowista, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (Himakova Fahutan IPB) menggelar Seminar Nasional Pusaka Nusantara 2018 di Gedung Andi Hakim Nasution, Kampus IPB Dramaga, Bogor (20/10). Seminar Nasional Pusaka Nusantara 2018 merupakan acara yang dilaksanakan untuk menyampaikan hasil dari dua ekspedisi yang telah dilakukan oleh Himakova yaitu Ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (Surili) 2018 dan Ekspedisi Flora, Fauna dan Ekowisata Indonesia (Rafflesia) 2018.
Ekspedisi Surili 2018 merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengeksplorasi potensi keanekaragaman hayati, potensi ekowisata, pemetaan gua dan kajian sosial-budaya masyakarat lokal Indonesia. Ekspedisi Surili 2018 telah dilakukan di Taman Nasional Aketajawe Lolobata, Maluku Utara pada tanggal 16 Agustus sampai 1 September 2018. Ekspedisi yang dilakukan di Bumi Halmahera ini masih kuat terbalut dalam budaya masyarakat Suku Tobelo Dalam.
Taman Nasional Aketajawe Lolobata mempunyai dua kawasan inti yang terpisah menjadi kelompok hutan Aketajawe dan kelompok hutan Lolobata. Satwa endemik yang dapat ditemui di kawasan ini antara lain cekakak murung, mandar gendang, kepodang halmahera, bidadari halmahera, dan kuskus kuning. Kawasan taman nasional ini masih dihuni oleh suku adat yang hidup secara nomaden dan primitif. Suku tersebut adalah Suku Tobelo Dalam. Kearifan lokal ditunjukkan dengan kesederhanaan hidup Suku Tobelo Dalam yang selaras dengan alam. Suku Tobelo Dalam hidup secara sederhana dan berpindah secara berkelompok tanpa merusak alam.
“Keeksotisan potensi hayati yang dimiliki oleh Bumi Halmahera masih belum banyak tergali. Keeksotisan Bumi Halmahera dapat dilihat dengan adanya bidadari halmahera yang di Taman Nasional Aketajawe dan masih banyak yang lain. Hal menarik yang ditemukan dalam kehidupan masyarakat lokal yaitu adanya anggapan bahwa burung nuri bernilai sakral karena dapat berbicara sehingga muncul larangan untuk memakan burung nuri,” ujar Ketua Pelaksana Ekspedisi Surili 2018, Ramdani.
Menurut salah satu staf dari Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ade Soeharso, S.Hut, M.Si mengatakan database tentang keanekaragaman hayati terkait identifikasi dan inventarisasi sangat membantu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik untuk melakukan pendataan keanekaragaman hayati yang ada di Taman Nasional Aketajawe.
“Masih banyak orang yang salah mengartikan konservasi. Sehingga masih banyak potensi yang belum tergali dan juga dimanfaatkan tanpa meninggalkan makna dari konservasi itu sendiri”, ungkap guru besar Fahutan IPB, Prof. Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA.
Sementara itu, Ekspedisi Rafflesia 2018 dilaksanakan di Geopark Ciletuh Palabuhanratu (GCP), Sukabumi pada tanggal 16-26 Januari 2018. Ekspedisi dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman, kekayaan, kemerataan, dominansi dan status konservasi dari berbagai flora dan fauna yang tersimpan di dalam GCP, Sukabumi. Berbagai jenis mamalia, burung, herpetofauna, kupu-kupu, dan flora didata untuk dijadikan bahan rujukan bagi pengelolaan dan perlindungan kawasan bagi pihak terkait. Tidak hanya flora dan fauna saja yang dikaji, melainkan kondisi sosial-budaya masyarakat, gua, dan potensi ekowisata juga dikaji. (AD/Zul).
Kata kunci: Ekspedisi Mahasiswa IPB, Suku Tobelo Dalam, Himakova IPB, Fakultas Kehutanan IPB, Surili, Rafflesia, Hutan Lolobata, Seminar Pusaka Nusantara.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Sebagai mahasiswa yang berkecimpung di bidang konservasi dan ekowisata hutan, Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowista, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (Himakova Fahutan IPB) menggelar Seminar Nasional Pusaka Nusantara 2018 di Gedung Andi Hakim Nasution, Kampus IPB Dramaga, Bogor (20/10). Seminar Nasional Pusaka Nusantara 2018 merupakan acara yang dilaksanakan untuk menyampaikan hasil dari dua ekspedisi yang telah dilakukan oleh Himakova yaitu Ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (Surili) 2018 dan Ekspedisi Flora, Fauna dan Ekowisata Indonesia (Rafflesia) 2018.
Ekspedisi Surili 2018 merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengeksplorasi potensi keanekaragaman hayati, potensi ekowisata, pemetaan gua dan kajian sosial-budaya masyakarat lokal Indonesia. Ekspedisi Surili 2018 telah dilakukan di Taman Nasional Aketajawe Lolobata, Maluku Utara pada tanggal 16 Agustus sampai 1 September 2018. Ekspedisi yang dilakukan di Bumi Halmahera ini masih kuat terbalut dalam budaya masyarakat Suku Tobelo Dalam.
Taman Nasional Aketajawe Lolobata mempunyai dua kawasan inti yang terpisah menjadi kelompok hutan Aketajawe dan kelompok hutan Lolobata. Satwa endemik yang dapat ditemui di kawasan ini antara lain cekakak murung, mandar gendang, kepodang halmahera, bidadari halmahera, dan kuskus kuning. Kawasan taman nasional ini masih dihuni oleh suku adat yang hidup secara nomaden dan primitif. Suku tersebut adalah Suku Tobelo Dalam. Kearifan lokal ditunjukkan dengan kesederhanaan hidup Suku Tobelo Dalam yang selaras dengan alam. Suku Tobelo Dalam hidup secara sederhana dan berpindah secara berkelompok tanpa merusak alam.
“Keeksotisan potensi hayati yang dimiliki oleh Bumi Halmahera masih belum banyak tergali. Keeksotisan Bumi Halmahera dapat dilihat dengan adanya bidadari halmahera yang di Taman Nasional Aketajawe dan masih banyak yang lain. Hal menarik yang ditemukan dalam kehidupan masyarakat lokal yaitu adanya anggapan bahwa burung nuri bernilai sakral karena dapat berbicara sehingga muncul larangan untuk memakan burung nuri,” ujar Ketua Pelaksana Ekspedisi Surili 2018, Ramdani.
Menurut salah satu staf dari Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ade Soeharso, S.Hut, M.Si mengatakan database tentang keanekaragaman hayati terkait identifikasi dan inventarisasi sangat membantu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik untuk melakukan pendataan keanekaragaman hayati yang ada di Taman Nasional Aketajawe.
“Masih banyak orang yang salah mengartikan konservasi. Sehingga masih banyak potensi yang belum tergali dan juga dimanfaatkan tanpa meninggalkan makna dari konservasi itu sendiri”, ungkap guru besar Fahutan IPB, Prof. Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA.
Sementara itu, Ekspedisi Rafflesia 2018 dilaksanakan di Geopark Ciletuh Palabuhanratu (GCP), Sukabumi pada tanggal 16-26 Januari 2018. Ekspedisi dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman, kekayaan, kemerataan, dominansi dan status konservasi dari berbagai flora dan fauna yang tersimpan di dalam GCP, Sukabumi. Berbagai jenis mamalia, burung, herpetofauna, kupu-kupu, dan flora didata untuk dijadikan bahan rujukan bagi pengelolaan dan perlindungan kawasan bagi pihak terkait. Tidak hanya flora dan fauna saja yang dikaji, melainkan kondisi sosial-budaya masyarakat, gua, dan potensi ekowisata juga dikaji. (AD/Zul).
Kata kunci: Ekspedisi Mahasiswa IPB, Suku Tobelo Dalam, Himakova IPB, Fakultas Kehutanan IPB, Surili, Rafflesia, Hutan Lolobata, Seminar Pusaka Nusantara.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018