Bekasi (Antaranews Megapolitan) - Kepala Bidang Pertanahan pada Dinas Perumahan dan Permukiman Provinsi Jawa Barat, Dede Wahyudin, mengimbau kepada ribuan warga yang terdampak pembangunan Tol Jakarta-Cikampek II Sisi Selatan untuk mewaspadai aktivitas spekulan tanah yang mulai bermunculan.

"Sejak agenda sosialisasi proyek ini kami lakukan pada sepekan terakhir, spekulan mulai bermunculan untuk membeli lahan yang akan kami bebaskan untuk pembangunan tol baru ini," katanya di Bekasi.

Hal itu dikatakannya saat menjadi pembicara dalam acara sosialisasi yang berlangsung di Kantor Kelurahan Pedurenan, Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi.

Dikatakan Dede, berdasarkan Dokumen Penyusunan Pengadaan Tanah (DPPT) yang dikeluarkan oleh PT Jasa Marga Jakarta-Cikampek II Sisi Selatan diketahui jumlah lahan yang akan terdampak pembangunan tol berjumlah 3.733 bidang yang tersebar di empat kabupaten, satu kota, 12 kecamatan dan 33 kelurahan.

Kebutuhan luas tanah untuk proyek ini berkisar 757,66 hektare yang menghampar di sepanjang trase tol mulai dari Junction Jatiasih-Kota Bekasi yang beririsan dengan jalan tol eksisting, Tol JORR sampai Junction Sadang-Kabupaten Purwakarta yang beririsan dengan jalan tol eksisting dan Tol Purbaleunyi.

Selain itu, ada pula di sekitar Junction Setu-Kabupaten Bekasi yang beririsan dengan Jalan Tol Cimanggis-Cibitung.

"Total panjang jalan tol mencapai 62 kilometer dengan lebar jalan berkisar 60 meter," katanya.

Dikatakan Dede, proses pengadaan lahan dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi kepentingan umum kepada masyarakat dipastikan akan mendongkrak harga jual lahan dari harga pasaran saat ini.

Situasi itu mendorong oknum yang berprofesi sebagai spekulan tanah mengambil keuntungan dari dana pembebasan lahan pemerintah dengan memborong lahan yang ada saat ini.

"Pemerintah ini kan ingin mengambil hak warga (tanah) untuk pembebasan jalan tol, namun saat ini pemerintah akan memperhatikan azas kemanusiaan, demokrasi dan adil dalam pelaksanaannya," katanya.

Harga acuan yang akan diambil pemerintah merujuk pada penilaian tim apresial, namun dipastikan tidak akan

berdasar pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah saat ini.

"Akan dikompensasi nilai penggantian. Pelaksanaannya yang sudah-sudah, selalu di atas harga pasaran saat ini dengan memperhatikan penilaian harta wajar," katanya.

Dede mencontohkan, harga sebuah warung bilik penjual makanan atau minuman bisa lebih mahal harganya dari gapura atau kantor pos, sebab ada nilai ekonomis di dalamnya.

"Dengan adanya pembebasan ini, maka warung tersebut akan terputus nilai produktivitasnya dalam menghasilkan uang bagi pemilik, sehingga harganya pasti bisa lebih tiinggi dari gapura atau bangunan statis lainnya," katanya.

Biasanya, kata Dede, para spekulan tanah akan membli lahan warga yang terdampak dengan harga NJOP saat ini, namun akan dijual dengan harga pembebasan lahan dari pemerintah yang lebih tinggi.

Untuk itu, pihaknya akan mengintensifkan kegiatan sosialisasi kepada para pemilik 3.733 bidang tanah agar tidak terjadi pengalihan hak hingga proses pembebasan oleh pemerintah berlangsung.

Sementara itu, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Pedurenan, Ishab, berperan aktif mengimbau masyarakat untuk menghindari praktik spekulan tanah.

"Hingga saat ini saya belum dengar ada lahan yang dibeli spekulan di Kelurahan Pedurenan, namun kami juga intensif memonitoring situasi agar proses pembangunan jalan tol baru ini tetap berjalan lancar," katanya.

Pewarta: Andi Firdaus

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018