Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan telah menerima permohonan perlindungan dari keluarga Arya Daru Pangayunan, diplomat Kementerian Luar Negeri yang meninggal dunia secara misterius, dan kini masih melakukan pendalaman sebelum menetapkan bentuk perlindungan.

Ketua LPSK Brigjen Polisi (Purn) Achmadi mengatakan lembaganya telah menindaklanjuti pengajuan tersebut dengan verifikasi awal dan akan memperluas penelusuran informasi pada pihak pemohon serta para pendamping.

"Permohonan perlindungan kepada LPSK sudah masuk dan kami tentu harus melakukan pendalaman secara mendalam terhadap aspek-aspek yang dimohonkan," kata Achmadi di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.

Ia menegaskan keputusan jenis dan bentuk perlindungan tidak bisa ditetapkan berdasar asumsi, melainkan bergantung hasil asesmen tingkat ancaman.

Menurut Achmadi, LPSK sejak awal telah membuka komunikasi dan koordinasi dengan lembaga terkait, termasuk kepolisian, namun langkah teknis akan disesuaikan dengan kewenangan masing-masing dan kebutuhan perlindungan yang teridentifikasi.

"Koordinasi dengan pihak lain sudah dilakukan sejak awal. Tetapi dasar penanganan tetap dari hasil pendalaman permohonan yang masuk," katanya menambahkan.

Menjawab pertanyaan mengenai laporan teror terhadap keluarga Arya Daru, Achmadi menyatakan LPSK akan menggali keterangan lebih jauh dari pihak pemohon dan saksi pendukung guna memetakan risiko serta kebutuhan perlindungan.

LPSK menyatakan akan terus memantau perkembangan dan menyiapkan langkah perlindungan sesuai mandat undang-undang setelah proses asesmen selesai.

Sebelumnya, pada Sabtu (27/9), Meta Ayu Puspitantri, istri almarhum Arya Daru, meminta pihak-pihak yang berwenang menangani kasus suaminya.

Dia meminta Presiden, Kapolri, dan Menteri Luar Negeri untuk membantu menyelesaikan kasus kematian suaminya secara transparan.

Keluarga diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu) almarhum Arya Daru Pangayunan (ADP) mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), setelah mengalami sejumlah kejanggalan

"Benar sudah ada permohonan perlindungan dari keluarga almarhum ADP sebanyak enam orang," kata Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias di Jakarta, Kamis (11/9).

Dia mengatakan permohonan tersebut diajukan oleh keluarga Arya Daru masuk ke LPSK akhir Agustus 2025 dan saat ini masih dalam tahap verifikasi berkas.

"Kami masih verifikasi berkas atau telaah administrasi," kata dia.

Ia menilai pengajuan perlindungan yang disampaikan keluarga diplomat muda Kemenlu ini bukan tanpa sebab karena keluarga menyampaikan adanya sejumlah kejanggalan.

Mereka mengaku mendapat kiriman simbol-simbol aneh berupa gabus berbentuk bintang, hati, hingga bunga kamboja saat acara pengajian.

"Soal kejanggalan juga disampaikan kepada LPSK mengenai ada pihak yang mengirimkan pesan melalui simbol-simbol yang tidak dipahami," kata dia.

Selain itu, keluarga mengatakan bahwa bunga yang ada di makam almarhum disebut diganti oleh pihak tak dikenal.

"Kalau soal alasan secara lebih dalam, sebaiknya bisa ke kuasa hukumnya. Tetapi yang disampaikan kepada LPSK adalah harapannya dengan perlindungan LPSK dapat menguatkan keluarga bersama kuasa hukumnya untuk dapat mengungkap kematian almarhum ADP ini dengan sebenar-benarnya," katanya.

Istri

Istri diplomat muda Kementerian Luar Negeri RI Arya Daru Pangayunan, Meta Ayu Puspitantri, meminta Presiden Prabowo Subianto memastikan kasus kematian suaminya di rumah kos kawasan Menteng, Jakarta Pusat, diusut secara tuntas dan transparan.

"Kepada Bapak Presiden, Bapak Kapolri, dan Bapak Menlu, saya hanya bisa berharap dan memohon agar kasus ini dapat selesai dengan baik, jujur, dan transparan," ujar Meta Ayu saat konferensi pers di Yogyakarta, Sabtu.

Meta Ayu yang akrab disapa Pita mengaku masih sulit menerima kenyataan kehilangan suaminya.

"Sebenarnya sampai sekarang pun, saya pribadi masih merasa ini seperti mimpi, ya. Saya tahu, ini memang kenyataan, tapi ada bagian dari diri saya yang ini seperti mimpi," ujar Pita yang untuk pertama kalinya tampil di hadapan publik.

Menurut dia, Arya Daru adalah pribadi yang penuh kesabaran, mampu menahan amarah, dan selalu menjaga perkataan agar tidak menyakiti orang lain. Nilai itu membuat banyak orang merasakan kebaikan almarhum.

"Sebegitu berharganya Mas Daru bagi saya, bagi anak-anak, bagi orang tua, bagi keluarga, dan saya sangat meyakini bagi teman-teman yang pernah berinteraksi langsung dengan Mas Daru, secara tulus pasti merasakan kebaikan beliau," ujarnya.

Menurut Pita, hati nurani amat penting dalam pengungkapan kasus kematian suaminya sehingga diharapkan tidak diabaikan dalam mencari kebenaran.

"Hakikatnya, Allah menciptakan hati nurani di hati masing-masing setiap orang. Saya mewakili diri saya, keluarga, dan anak-anak, berharap semoga hati nurani itu tidak sepenuhnya dihilangkan," tambahnya.

Penasihat hukum keluarga Arya Daru, Nicholay Aprilindo, mengatakan tampilnya Pita untuk kali pertama ke publik merupakan hasil pendampingan panjang karena yang bersangkutan mengalami trauma mendalam.

Ia menjelaskan bahwa sebelum meninggal, Arya Daru dan keluarga besar sedang menyiapkan keberangkatan ke Finlandia, menyusul penugasan barunya sebagai sekretaris dua di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Helsinki.

Seluruh dokumen dan biaya perjalanan disebut sudah lengkap, termasuk visa dan paspor bagi istri, anak-anak, hingga orang tua dan mertua.

"Mereka akan segera berangkat pada tanggal 31 Juli. Di mana tanggal 30 Juli semua keluarga diharapkan sudah dapat berangkat, berkumpul di Jakarta," jelasnya.

Menurut Nicholay, hal itu menimbulkan tanda tanya besar bagi keluarga mengenai kesimpulan penyidik Polda Metro Jaya yang menyebut kematian Arya Daru tanpa keterlibatan pihak lain.

"Kasus ini tidak boleh menjadi dark case, tidak boleh menguap atau dianggap sepele karena ini menyangkut seorang diplomat, aparatur negara dari Kementerian Luar Negeri," tegas Nicholay.

Pihak keluarga, kata dia, menginginkan ada penyelidikan lanjutan agar kasus tersebut bisa terungkap seterang-terangnya.

Sebelumnya, Arya Daru Pangayunan ditemukan meninggal dunia dengan kondisi kepala terlilit plakban di kamar 105 Guest House Gondia, Menteng, Jakarta Pusat, pada 8 Juli 2025.

Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menyimpulkan kematian tersebut tanpa keterlibatan orang lain.

Pemeriksaan toksikologi tidak menemukan zat berbahaya, sementara Pusat Laboratorium Forensik Polri menyatakan tidak ada DNA maupun sidik jari selain milik Arya Daru di lokasi kejadian.

Bareskrim

Penasihat hukum keluarga diplomat muda Kemlu RI Arya Daru Pangayunan meminta agar kasus kematian Arya ditarik dan ditangani langsung oleh Bareskrim Mabes Polri, bukan sekadar asistensi terhadap Polda Metro Jaya.

"Saya minta kasus itu ditarik, diselidiki, ditindaklanjuti, dan ditangani oleh Bareskrim Mabes Polri. Jadi bukan kami minta asistensi, tetapi kami minta ditangani langsung oleh Mabes Polri biar lebih komprehensif," kata penasihat hukum keluarga Arya Daru, Nicholay Aprilindo saat konferensi pers di Yogyakarta, Sabtu.

Dia menegaskan bahwa pengungkapan kasus itu harus dilakukan secara terang benderang.

Menurut Nicholay, dalam setiap peristiwa pidana tidak ada kejahatan yang sempurna sehingga peluang untuk mengungkap fakta selalu ada.


"Dalam pengungkapan kasus ini segala bukti-bukti harus seterang cahaya, bahkan lebih terang dari cahaya," ucap dia.

Nicholay menyebut timnya telah menempuh berbagai upaya hukum dengan mengirimkan surat kepada Kapolri, Kapolda Metro Jaya, Menteri Luar Negeri, hingga Komisi I, III, dan XIII DPR RI.

Menurut dia, tanggapan positif sejauh ini datang dari Kementerian Luar Negeri yang menilai kasus tersebut menyangkut kepentingan lembaga karena melibatkan staf diplomatnya.

"Kami sudah bertemu langsung dengan Menteri Luar Negeri Bapak Sugiono dan beliau sangat berharap kasus ini dibuka, diungkap seterang-terangnya, dan ditindaklanjuti serta dilakukan penyelidikan lanjutan atau penyelidikan ulang," ujar dia.

Menurut Nicholay, pihak keluarga menolak adanya framing negatif terkait kematian Arya Daru, misalnya dengan penggunaan kata "privasi".

"Kata-kata 'privacy' itu merupakan framing negatif," ucap dia.

Dalam kesempatan itu, Nicholay juga mengungkap bahwa keluarga sempat mengalami sejumlah teror setelah kematian Arya.


Teror pertama, ujar dia, dialami keluarga sehari setelah acara tahlilan, pada 9 Juli malam berupa amplop berisi styrofoam, bunga kamboja, hati, dan bintang.

Berikutnya pada 27 Juli makam Arya diacak-acak dan teror ketiga muncul pada September, ketika istri bersama anak Arya berziarah dan mendapati bunga mawar merah disusun membentuk garis di atas makam.

"Ini adalah suatu pesan dari pihak tertentu kepada keluarga, istri, maupun orang tua almarhum," katanya.

Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menyatakan hanya melakukan asistensi kepada Polda Metro Jaya dalam penanganan kasus kematian Arya Daru.

Pernyataan itu disampaikan setelah tim kuasa hukum keluarga mendatangi Bareskrim pada 23 September untuk menindaklanjuti surat permohonan bantuan pengungkapan misteri kematian Arya yang dikirim kepada Kapolri pada 28 Agustus 2025.

Baca juga: Polda Metro Jaya akan umumkan penyebab kematian diplomat Kemlu pada Selasa
Baca juga: Polda Metro Jaya libatkan sejumlah ahli untuk ungkap kematian diplomat muda Kemlu

 


 

Pewarta: Aria Ananda

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2025