Bogor (Antaranews Megapolitan) - Sebanyak 64 mahasiswa Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) Bogor mengakhiri pelaksanaan program pendampingan pertanian wilayah perbatasan lintas batas negara (PLBN) Nangabadau, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar). 
   
"Terhitung sejak Senin, 30 Juli 2018 seluruh mahasiswa ditarik dari desa-desa lokasi pendampingan mereka menuju kantor Kecamatan Badau," kata Dr Soesilo Wibowo, salah satu dosen senior STPP Bogor dan pendamping mahasiswa, saat dihubungi di Bogor, Senin.
   
Ia menjelaskan, kegiatan pendampingan ini telah dilaksanakan akan sejak 1 Juli. Selama satu bulan, mahasiswa disebar ke lima desa memberikan pendampingan dan penyuluhan kepada masyarakat setempat.
   
Kelima desa yang dimaksud yakni Desa Tajum, Desa Seriang, Desa Badau, Desa Semuntik, dan Desa Sebidang.
     
"Kegiatan pendampingan ini diintegrasikan dengan Praktek Kerja Lapangan (PKL)," katanya.
   
Ia mengatakan lebih lanjut, kepulangan mahasiswa kembali ke Bogor dilepas oleh Camat Badau. Seluruh mahasiswa dijadwalkan tiba Selasa (31/7) besok.
   
Menurutnya lagi, selama sebulan melakukan pendampingan, berbagai kegiatan telah dilaksanakan oleh mahasiswa STPP Bogor, di antaranya membantu menyusun program penyuluhan, identifikasi potensi wilayah, menyusun rencana kerja penyuluhan, menyusun materi penyuluhan, menetapkan metode penyuluhan, dan melaksanakan penyuluhan.
   
"Mahasiswa juga melakukan evaluasi penyuluhan, mengembangkan dan menumbuhkan kelompok tani, mempelajari program pembangunan, dan mempelajari pengembangan modal usaha," kata Soesilo.
   
Soesilo mengatakan pula, selama sebulan melakukan pendampingan, banyak pengalaman yang diperoleh mahasiswa selama berinteraksi dengan masyarakat daerah pendampingannya. Begitu pula dengan masyarakat yang merasa terbantu dengan kehadiran mahasiswa.
   
"Interaksi yang terjalin ini diharapkan program seperti ini dapat dilanjutkan pada masa yang akan datang," katanya.
   
Menurut Soesilo, masyarakat sangat berharap kegiatan serupa dapat dilakukan tidak hanya satu bulan, namun kalau bisa minimal selama dua bulan. 
   
"Bagi masyarakat, sebulan itu terlalu singkat," katanya. (ANT/BPJ).

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018