Bogor (Antaranews Megapolitan) - Melihat pentingnya perlindungan terhadap varietas tanaman yang dihasilkan para inovator Institut Pertanian Bogor (IPB), Direktorat Inovasi dan Kewirausahaan IPB kerjasama dengan Kementerian Pertanian (Kementan) RI menggelar Workshop Perlindungan Varietas Tanaman (PVT). Workshop PVT digelar di Gedung Executive Development Training Center (ETDC), Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (19/7).
Dalam sambutannya, Wakil Rektor Bidang Inovasi, Bisnis dan Kewirausahaan, Prof. Dr. Erika B Laconi menyampaikan bahwa IPB memiliki banyak sekali inovasi-inovasi yang harus dilindungi hak kekayaan intelektualnya. Salah satunya dalam bidang varietas tanaman.
“Mendapatkan Kekayaan Intelektual (KI) itu tidak mudah. Oleh karena itu harus dilindungi hasil karyanya. Karena KI itu merupakan hasil karya dari kecerdasan manusia yang telah melalui curahan tenaga, pikiran, daya cipta, rasa serta karsa yang mempunyai nilai atau manfaat ekonomi bagi kehidupan manusia dan lingkungan. Sebagai suatu kekayaan, KI dikategorikan sebagai aset tak berwujud (intangible asset) yang perlu dikelola dengan baik dengan sistem perlindungan KI yang telah berlaku secara global,” ujarnya.
Sistem KI merupakan perlindungan terhadap karya intelektual yang berbasis hukum dan digunakan sebagai salah satu instrumen bisnis. Saat ini, terdapat tujuh jenis KI yang telah berkembang dan disahkan melalui undang-undang oleh pemerintah Indonesia, yaitu Hak Cipta, Paten, Merek dan Indikasi Geografis, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST), Rahasia Dagang, dan Perlindungan Varietas Tanaman (PVT).
Ke depan varietas lain pun akan mendapatkan perlakuan yang sama, misalnya benih ikan. Satu contoh ikan sidat. Menurut Prof. Erika, ikan sidat di dunia itu jagoannya di Indonesia. Bahkan Jepang ingin ambil ikan sidat Indonesia. Tidak hanya itu, benih-benih lain pun perlu dilindungi.
“Untuk melindungi varietas sapinya, Australia menggunakan chip pada semua sapinya sehingga dibawa kemana pun mereka tahu bahwa itu punya Australia dan penyeberangan termonitor dengan baik. Saat ini ada sekitar 1.450 inovasi karya IPB. Sehingga karya IPB ini perlu dilindungi dan dihitung juga dalam bentuk royalti. Oleh sebab itu, ini yang kita harus pelajari dengan cermat. Segera adakan perlindungan terhadap verietas kita. Tidak boleh nyebrang sebelum ada logonya,” terangnya.
Harapannya dari workshop ini, peserta yang akan melakukan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bisa memahami aturan-aturan yang berlaku, tidak salah dalam melakukan pencatatan dari hasil karyanya dan nantinya ilmu ini bisa ditularkan ke yang lain.
Sementara itu, Kepala Pusat PVT dan Perijinan Pertanian Kementan RI, Prof. Erizal Jamal, mengatakan bahwa bidang perlindungan tanaman itu masih baru, belum banyak orang yang mengetahuinya. Ujungnya adalah untuk perkembangan insustri perbenihan.
“Di bidang varietas tanaman, hak PVT bukanlah sistem atau mekanisme perlindungan satu-satunya atas suatu varietas tanaman. Suatu varietas tanaman dapat dilindungi dengan beberapa sistem perlindungan yang tersedia di Indonesia. Yaitu hak PVT, pendaftaran varietas, dan pelepasan varietas tanaman. Hak PVT merupakan hak yang diberikan kepada pemulia dan/atau pemegang hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu (UU No. 29/2000). Pendaftaran varietas tanaman merupakan kegiatan mendaftarkan suatu varietas untuk kepentingan pengumpulan data mengenai varietas lokal,” ujarnya.
Workshop ini dihadiri oleh para praktisi, akademisi dan pemerhati terkait PVT yang berasal dari Jawa, Sumatera dan Papua.(dh/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Dalam sambutannya, Wakil Rektor Bidang Inovasi, Bisnis dan Kewirausahaan, Prof. Dr. Erika B Laconi menyampaikan bahwa IPB memiliki banyak sekali inovasi-inovasi yang harus dilindungi hak kekayaan intelektualnya. Salah satunya dalam bidang varietas tanaman.
“Mendapatkan Kekayaan Intelektual (KI) itu tidak mudah. Oleh karena itu harus dilindungi hasil karyanya. Karena KI itu merupakan hasil karya dari kecerdasan manusia yang telah melalui curahan tenaga, pikiran, daya cipta, rasa serta karsa yang mempunyai nilai atau manfaat ekonomi bagi kehidupan manusia dan lingkungan. Sebagai suatu kekayaan, KI dikategorikan sebagai aset tak berwujud (intangible asset) yang perlu dikelola dengan baik dengan sistem perlindungan KI yang telah berlaku secara global,” ujarnya.
Sistem KI merupakan perlindungan terhadap karya intelektual yang berbasis hukum dan digunakan sebagai salah satu instrumen bisnis. Saat ini, terdapat tujuh jenis KI yang telah berkembang dan disahkan melalui undang-undang oleh pemerintah Indonesia, yaitu Hak Cipta, Paten, Merek dan Indikasi Geografis, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST), Rahasia Dagang, dan Perlindungan Varietas Tanaman (PVT).
Ke depan varietas lain pun akan mendapatkan perlakuan yang sama, misalnya benih ikan. Satu contoh ikan sidat. Menurut Prof. Erika, ikan sidat di dunia itu jagoannya di Indonesia. Bahkan Jepang ingin ambil ikan sidat Indonesia. Tidak hanya itu, benih-benih lain pun perlu dilindungi.
“Untuk melindungi varietas sapinya, Australia menggunakan chip pada semua sapinya sehingga dibawa kemana pun mereka tahu bahwa itu punya Australia dan penyeberangan termonitor dengan baik. Saat ini ada sekitar 1.450 inovasi karya IPB. Sehingga karya IPB ini perlu dilindungi dan dihitung juga dalam bentuk royalti. Oleh sebab itu, ini yang kita harus pelajari dengan cermat. Segera adakan perlindungan terhadap verietas kita. Tidak boleh nyebrang sebelum ada logonya,” terangnya.
Harapannya dari workshop ini, peserta yang akan melakukan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bisa memahami aturan-aturan yang berlaku, tidak salah dalam melakukan pencatatan dari hasil karyanya dan nantinya ilmu ini bisa ditularkan ke yang lain.
Sementara itu, Kepala Pusat PVT dan Perijinan Pertanian Kementan RI, Prof. Erizal Jamal, mengatakan bahwa bidang perlindungan tanaman itu masih baru, belum banyak orang yang mengetahuinya. Ujungnya adalah untuk perkembangan insustri perbenihan.
“Di bidang varietas tanaman, hak PVT bukanlah sistem atau mekanisme perlindungan satu-satunya atas suatu varietas tanaman. Suatu varietas tanaman dapat dilindungi dengan beberapa sistem perlindungan yang tersedia di Indonesia. Yaitu hak PVT, pendaftaran varietas, dan pelepasan varietas tanaman. Hak PVT merupakan hak yang diberikan kepada pemulia dan/atau pemegang hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu (UU No. 29/2000). Pendaftaran varietas tanaman merupakan kegiatan mendaftarkan suatu varietas untuk kepentingan pengumpulan data mengenai varietas lokal,” ujarnya.
Workshop ini dihadiri oleh para praktisi, akademisi dan pemerhati terkait PVT yang berasal dari Jawa, Sumatera dan Papua.(dh/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018