Bekasi (Antaranews Megapolitan) - Kebijakan pemerintah daerah dalam memfasilitasi penambahan skor calon siswa sekolah negeri melalui jalur zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018 masih menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat Kota Bekasi, Jawa Barat.

Sebagian kalangan menilai proses seleksi nilai PPDB lewat skema perhitungan jarak rumah dengan sekolah itu kurang memenuhi rasa keadilan pada sebagian calon siswa yang sudah bekerja keras meraih nilai murni maksimal pada ujian nasional.

Salah satu orang tua siswa di Kota Bekasi, Sugih Hidayah (49), gagal meloloskan putranya bernama Fachri Soewardjadina saat mendaftar di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 9 Kota Bekasi Kecamatan Jatiasih melalui jalur zonasi periode pendaftaran 3-5 Juli 2018.

Siswa lulusan Sekolah Dasar Negeri Jatiasih X itu mengantongi nilai ujian nasional 2018 total 270,58 yang terdiri atas mata pelajaran Bahasa Indonesia 83,750, Matematika 95,330 dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 91,500.

Ketiadaan gedung SMP negeri di lingkungan RW dan kelurahan tempat tinggalnya, membuat Sugih memutuskan menyekolahkan Fachri ke SMPN 9 Jatiasih karena masih dalam wilayah kecamatan tempatnya tinggal.

Dalam ketentuan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi, penambahan skor untuk jalur zonasi jenjang SMP terdiri atas calon siswa berdomisili satu Rukun Warga (RW) dengan sekolah dan irisannya diberikan tambahan skor 240, calon siswa berdomisili satu Kelurahan dengan sekolah diberikan tambahan skor 180, calon siswa berdomisili satu Kecamatan dengan sekolah diberikan tambahan skor 150.

Merujuk pada ketentuan tersebut, Fahcri pun memperoleh tambahan 150 poin yang secara otomatis ditambahkan pada nilai ujian nasional menjadi total 420,58.

Meski awalnya cukup percaya diri bisa meloloskan Fachri masuk di sekolah favorit itu, namun warga Perumahan Pondok Mitra Lestari, Kelurahan Jatirasa, Kecamatan Jatiasih tersebut terpental keluar dari susun peringkat nilai yang tercantum pada laman https://bekasi.siap-ppdb.com, Kamis (5/7) sore. Nama Fachri pun hilang dari peringkat terbawah PPDB online di SMPN 9 Kota Bekasi tepat pukul 14.30 WIB yang ditutup dengan nilai peringkat buncit 421,93 dari total 187 siswa.

Menurut Sugih, komposisi tambahan skor pada jalur zonasi hanya menguntungkan calon siswa yang tinggal dalam satu zona RW dengan sekolah, sebab nilai murni ujian nasional bisa terkatrol cukup tinggi hingga 240 poin.

"Anak saya yang rata-rata nilainya 9 pada ujian nasional saja tidak lulus, kalah dengan calon siswa yang rata-rata nilainya di bawah 7 karena terkatrol dengan 240 poin tambahan radius RW. Anak saya sampai protes, apakah saya harus dapat nilai ujian nasional 10 semua" katanya.

Menurut dia, kerja keras sang anak untuk memperoleh nilai tinggi pada ujian nasional tidak berkorelasi dengan jaminan kemudahan masuk sekolah negeri di Kota Bekasi yang jaraknya berdekatan dengan rumah tingal. Kekecewaan sang anak pun bertambah saat mengetahui calon siswa lain dengan rata-rata nilai ujian nasional murni di bawah 170,00 bisa lolos diterima masuk sekolah tersebut melalui jalur afirmasi bagi siswa tidak mampu secara ekonomi.

Di tengah kekecewaan sang anak, Sugih pun berupaya mengonfirmasi nasib Fachri kepada pihak sekolah. Hasilnya, pihak sekolah membuka gelombang kedua jalur zonasi pada 9-12 Juli 2018 dengan kuota 54 kursi kosong yang tidak diambil peserta gelombang zonasi pertama saat pendaftaran ulang.

"Alhamdulillah, akhirnya anak saya berhasil lolos di gelombang kedua zonasi dengan peringkat ketiga dari 54 peserta," kata Sugih.

Orang tua calon siswa lainnya, Rina (50) warga Kecamatan Mustikajaya mencurigai adanya oknum calon siswa yang sengaja pindah alamat dalam Kartu Keluarga (KK) untuk mengatrol nilai tambahan dalam sistem zonasi di SMPN 26 Mustikajaya.

Ia menduga, ada sejumlah siswa yang mendaftar di SMP Negeri 26 bukan warga asli kelurahan tempat sekolah itu berada, namun lolos seleksi dengan skor tambahan melalui jalur zonasi dengan cara menumpang KK kerabatnya yang tinggal dalam satu wilayah RW sekolah tersebut.

Oknum tersebut diketahuinya memindahkan nama anaknya ke dalam Kartu Keluarga (KK) kerabat yang dekat dengan sekolah tujuan agar sejak enam bulan sebelum PPDB dimulai. Informasi itu didapat Rina dari teman sekelas anaknya yang berasal dari luar keluarahan namun bisa lolos lantaran mendapatkan skor tambahan cukup tinggi.


Penurunan Kualitas Lulusan

Pemerhati pendidikan dari Insitut Bisnis Muhammadiyah Bekasi Hamludin El Karimy mengatakan penerapan sistem zonasi pada PPDB SMP negeri di wilayah setempat dapat berpengaruh pada beban kerja guru dalam mewujudkan lulusan berkualitas di sekolah negeri.

Interval tambahan skor yang cukup tinggi pada masing-masing irisan wilayah sekolah membuat iklim belajar siswa tidak kondusif karena siswa dengan kemampuan belajar yang tinggi harus bercampur dengan siswa berkemampuan belajar yang rendah.

"Masing-masing anak punya kemampuan sendiri-sendiri. Mereka yang pandai namun tidak diterima di sekolah akan berbeda hasilnya dengan yang asal-asalan tapi diterima. Dalam perjalanannya nanti bisa berpengaruh pada motivasi belajar," katanya.

Menurut dosen ilmu komunikasi itu, kualitas seorang siswa akan ditentukan dua hal, yakni modal kapital dan sosial, hal itu akan menjadi tanggung jawab guru dalam mengadaptasi keduanya dalam sistem belajar mengajar yang sama.

Ketidakmampuan siswa dengan tingkat kecerdasan di bawah rata-rata harus mau beradaptasi dengan siswa yang memiliki kemampuan belajar yang tinggi agar tingkat kelulusan siswa bisa maksimal.

Guru tersebut dituntut bekerja ekstra untuk menghasilkan angka kelulusan siswa secara merata, khususnya pada sejumlah sekolah favorit yang memiliki iklim belajar yang sudah kondusif.

"Kuota zonasi PPDB tahun ini pun terbilang cukup besar, yakni sekitar 40 persen dari kapasitas tampung siswa baru di seluruh SMP negeri. Ini butuh kerja keras guru untuk meningkatkan atau sekadar mempertahankan angka kelulusan yang sudah baik setiap tahunnya," katanya.


Evaluasi Sistem Zonasi

Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi Ali Fauzi menilai, kebijakan sistem zonasi merupakan aturan yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang di wilayah itu sudah berlaku sejak tahun ajaran 2017.

Tujuan dari aturan tersebut agar siswa yang tinggal dekat sekolah tidak memilih sekolah lain, selain itu zonasi juga bertujuan untuk pemerataan pendidikan.

Terkait teknis interval skor pada sistem zonasi juga ditetapkan berdasarkan musyawarah yang dilakukan Disdik Kota Bekasi bersama seluruh sekolah penyelenggara dan melibatkan unsur masyarakat.

"Besaran skor tambahan itu ditetapkan sesuai musyarawah. Besarannya tergantung pada kedekatan jarak, mulia dari RW, Kelurahan, hingga Kecamatan. Skor tambahan itu disesuaikan secara proposional," katanya.

Dalam pelaksanaanya, Ali menemukan sejumlah keluhan dari calon siswa maupun orang tuanya, alasannya siswa yang jarak dari rumah dekat dengan sekolah tapi beda Kelurahan tentu hanya dihitung besaran skor tambahan Kecamatan.

Pihaknya juga tengah mengevaluasi penghitungan jarak untuk sistem zonasi berikutnya melalui penerapan aplikasi berbasis Android yang kini mulai diterapkan PPDB SMA/SMK oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Aplikasi itu akan mengukur jarak secara akurat antara rumah siswa dengan sekolah yang akan dituju. Interval penambahan skor pun akan dihitung berdasarkan kalkulasi jarak per kilometer rumah dengan sekolah.

"Peningakatan pelayanan tentu akan terus kita lakukan, ke depan akan kita evaluasi agar lebih baik lagi," kata Ali.
 

Pewarta: Andi Firdaus

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018