Bogor (Antaranews Megapolitan) - Bersamaan dengan masuknya usia yang ke 536 pada tahun ini, Kota Bogor akan segera menyongsong munculnya pemimpin baru. Walikota dan Wakil Wali Kota Bogor periode 2019-2023 akan ditentukan berdasarkan hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah pada bulan Juni ini.
Siapapun yang terpilih dari empat pasangan kandidat yang bertarung di pilkada serentak nanti, mereka akan melanjutkan perjalanan panjang memimpin jalannya pemerintahan Kota Bogor ke masa depan.
Dalam buku Sejarah Kota Bogor 1945 - 1970, tugas memimpin pemerintahan Kota Bogor dilaksanakan pertama kali oleh R.Odang Prawiradipraja selaku Wali Kota Bogor pertama.
Itu jika dihitung setelah proklamasi kemerdekaan RI. Sedangkan jika sejarah diperpanjang ke masa yang lebih jauh di belakang, maka pada buku yang diterbitkan oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Bogor tersebut, yang disebut sebagai pemimpin pertama dalam pemerintahan Kota Bogor adalah Mr. Backhuis. (Sumber lain menulis Mr. A. Bughus –Red.)
Pada tahun 1905, Backhuis menjabat sebagai Burgemeester. Dia memimpin pemerintahan di Buitenzorg, sebagai sebuah wilayah administratif yang baru saja diberi hak otonom dan lepas dari dari wilayah administratif Batavia.
Buitenzorg berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 208 Tahun 1905 adalah sebuah pemerintahan otonom yang disebut Stadsgemeente. Wilayahnya mencakup sebuah kawasan seluas 22 km². Terdiri dari 2 distrik dan 7 desa dan diproyeksikan menampung penduduk sebanyak 30.000 jiwa.
Dengan penetapan itu, bisa dibilang Bogor menjadi salah satu pemerintah kota yang cukup tua di Indonesia. Bahkan lebih tua dari Kota Bandung sebagai ibukota Jawa Barat. Sebab status Kota Bandung sebagai Stadsgemeente baru ditetapkan pada tahun 1906.
Istilah Stadsgemeente dalam pengelolaan pemerintahan di Kota Bogor hanya dipergunakan sampai dengan tahun 1942. Pada saat Jepang mengambil alih pemerintahan, seluruh istilah yang berbahasa Belanda diganti tanpa mengganti sistem pemerintahannya. Stadsgemeente pun kemudian diganti menjadi Si dan istilah Burgemeester diganti menjadi Sico.
Pemerintah pendudukan Jepang juga mengganti nama-nama daerah di Jawa dan Madura. Sebutan Residentie Buitenzorg sebagai wilayah administratif yang mencakup Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur, diganti menjadi Bogor Syuu.
Kota Bogor atau Buitenzorg waktu itu masih menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Bogor bersama Ciawi, Cibinong, Parung, Leuwiliang, Jasinga dan Cibarusa. Pada masa ini pula nama Buitenzorg diganti menjadi Bogor.
Wilayah Residentie Buitenzorg di jaman kolonial merupakan wilayah koloni yang dikembangkan sejak tahun 1689. Waktu itu Pemerintah Hindia Belanda menunjuk Kapten Tanujiwa sebagai regent atau pemimpin wilayah koloni yang disebut sebagai Kampung Baru. Para penulis sejarah di Belanda kemudian menyebut Tanujiwa sebagai peletak dasar wilayah yang sekarang disebut Bogor.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, lahirlah Undang Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang pemerintahan yang erat kaitannya dengan pemerintahan daerah. Pada masa inilah R. Odang Prawiradipraja muncul sebagai orang pertama yang memimpin Kota Bogor.
Namun karena Belanda kembali menguasai kota-kota di Indonesia setelah berlangsungnya agresi, R. Odang hanya memimpin selama 1 tahun. Kedudukannya kemudian diambil alih oleh J.J. Penoch yang menjabat sebagai Burgemesteer dari tahun 1958-1950. Catatan lain menyebutkan di era itu juga ada nama M. Witjaksono Wirjodihardjo sebagai Walikota Bogor.
Ketika kekuasaan Indonesia kembali pulih pada tahun 1950, istilah Stadsgemeente diganti menjadi Kota Praja. Jabatan Walikota dipegang oleh R. Djoekardi selama dua tahun sampai dengan 1952. Setelah itu tercatat penerusnya, masing-masing adalah R.S.A Kartadjumena (1952 – 1956), Pramono Notosudiro ( 1956 -1959), R.Abdul Rachman (1960 - 1961), Letkol. Achmad Adnawidjaya (1961 – 1965) dan Kol. Achmad Sham ( 1965 – 1979).
Berikutnya menyusul Achmad Sobana,SH. (1979 – 1984), Ir. Muhammad (1984 – 1989), Drs. Suratman (1989 -1994), Drs. Eddy Gunardi (1994 – 1999), Iswara Natanegara,SH.(1999 -2004), Drs. Diani Budiarto, Msi (2004 – 2014), Dr.Bima Arya (2014-2018), Ir. Usmar Hariman (Plt Walikota 2018) Sejak tahun 2004, dalam tugasnya Wali Kota Bogor didampingi Wakil Wali Kota Bogor. Masing-masing adalah Moch. Said ( 2004 – 2009), dr. Achmad Ru’yat ( 2009 – 2014) dan Ir. Usmar Hariman (2014 – 2018) yang dalam perjalanannya ditetapkan sebagai Plt. Wali Kota Bogor.
Perubahan Status dan Wilayah
Sejalan dengan keberadaan dan pergantian para pemimpin pemerintahan di Kota Bogor, status pemerintahan daerah di Kota Bogor terus berkembang dan berganti. Berdasarkan Undang Undang Nomor 16 tahun 1950 Buitenzorg berganti nama menjadi Kota Besar Bogor. Selanjutnya berdasarkan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1957, nama pemerintahan berubah menjadi Kota Praja Bogor.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 18 Tahun 1965 dan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974, Kota Praja Bogor diubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor. Berikutnya menjadi Pemerintah Kota Bogor berdasarkan Undang Undang Nomor 22 tahun 1999.
Pada masa pemerintahan Wali Kota Bogor Achmad Sham, telah terjadi perubahan-perubahan pada status wilayah. Sebelumnya Kota Bogor terbagi dalam dua wilayah administratif kecamatan, masing-masing Kecamatan Kota Kaler dan Kecamatan Kota Kidul. Kecamatan Kota Kaler terdiri dari empat desa, yaitu Panaragan, Paledang, Pabaton dan Bantarjati. Kecamatan Kota Kidul juga empat desa, masing-masing Babakan Pasar, Tegal Lega, Batutulis dan Bondongan.
Pada tahun 1968 terbit Surat Keputusan Wali Kotamadya Bogor Nomor 5422/1/68 Tahun 1968. Beradasarkan surat tersebut, wilayah Kota Bogor dibagi menjadi 5 wilayah kecamatan. Masing-masing Kecamatan Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan dan Bogor Tengah.
Tahun 1992 berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 1992, terbentuk Kecamatan Tanah Sareal yang wilayahnya merupakan beberapa kelurahan yang sebelumnya masuk sebagai bagian dari Kecamatan Bogor Utara.
Sejarah lainnya terjadi pada luas wilayah Kota Bogor. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 2 tahun 1995 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor dan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, lwilayah Kota Bogor diperluas sekitar 5 kali lipat. Berdasarkan peraturan tersebut, luas wilayah Kota Bogor yang semula 2.156 Ha kemudian menjadi 11.850 Ha.
Perluasan wilayah kota mencakup 11 desa yang berada di Kecamatan Semplak, 6 desa di Kecamatan Ciomas, 5 desa di Kecamatan Dramaga, 10 desa di Kecamatan Kedung Halang, 11 desa di Kecamatan Ciawi dan 3 desa di Kecamatan Cijeruk. Sejak itu sampai dengan sekarang wilayah Kota Bogor terbagi pada 6 kecamatan dan 68 kelurahan.
Kini Kota Bogor menatap masa depan. Kota yang telah melewati perjalanan sejarah yang teramat panjang ini, menjadi pemukiman yang semakin ramai. Penduduknya telah melampaui jumlah 1 juta jiwa. Lahannya menjadi semakin padat dan kehidupannya telah semakin hiruk pikuk dengan berbagai aktivitas sosial, ekonomi, politik maupun budaya masyarakatnya.
Posisinya yang strategis menyangga kehidupan Ibu Kota Jakarta, telah menjadikan Bogor perlu perhatian khusus dari pemerintah pusat maupun dari para pemimpin Kota Bogor beserta warganya. Agar di masa depan nanti, Kota Bogor tidak hanya mampu memberikan kemanfaatannya yang lebih besar hanya kepada warganya, melainkan berkontribusi lebih besar pada kemajuan bangsa dan negara.
Oleh karena itu dengan berbagai perkembangannya nanti, Kota Bogor harus terjaga agar tetap genah tumaninah. Menjadi kota yang nyaman bagi siapapun dan menjadi kota yang dapat menyuguhkan kehidupan yang tenang serta damai. Dirgahayu Kota Bogor! (Advertorial)
Sumber: Selayang Pandang Sejarah Kota Bogor 1945 – 1970.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Siapapun yang terpilih dari empat pasangan kandidat yang bertarung di pilkada serentak nanti, mereka akan melanjutkan perjalanan panjang memimpin jalannya pemerintahan Kota Bogor ke masa depan.
Dalam buku Sejarah Kota Bogor 1945 - 1970, tugas memimpin pemerintahan Kota Bogor dilaksanakan pertama kali oleh R.Odang Prawiradipraja selaku Wali Kota Bogor pertama.
Itu jika dihitung setelah proklamasi kemerdekaan RI. Sedangkan jika sejarah diperpanjang ke masa yang lebih jauh di belakang, maka pada buku yang diterbitkan oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Bogor tersebut, yang disebut sebagai pemimpin pertama dalam pemerintahan Kota Bogor adalah Mr. Backhuis. (Sumber lain menulis Mr. A. Bughus –Red.)
Pada tahun 1905, Backhuis menjabat sebagai Burgemeester. Dia memimpin pemerintahan di Buitenzorg, sebagai sebuah wilayah administratif yang baru saja diberi hak otonom dan lepas dari dari wilayah administratif Batavia.
Buitenzorg berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 208 Tahun 1905 adalah sebuah pemerintahan otonom yang disebut Stadsgemeente. Wilayahnya mencakup sebuah kawasan seluas 22 km². Terdiri dari 2 distrik dan 7 desa dan diproyeksikan menampung penduduk sebanyak 30.000 jiwa.
Dengan penetapan itu, bisa dibilang Bogor menjadi salah satu pemerintah kota yang cukup tua di Indonesia. Bahkan lebih tua dari Kota Bandung sebagai ibukota Jawa Barat. Sebab status Kota Bandung sebagai Stadsgemeente baru ditetapkan pada tahun 1906.
Istilah Stadsgemeente dalam pengelolaan pemerintahan di Kota Bogor hanya dipergunakan sampai dengan tahun 1942. Pada saat Jepang mengambil alih pemerintahan, seluruh istilah yang berbahasa Belanda diganti tanpa mengganti sistem pemerintahannya. Stadsgemeente pun kemudian diganti menjadi Si dan istilah Burgemeester diganti menjadi Sico.
Pemerintah pendudukan Jepang juga mengganti nama-nama daerah di Jawa dan Madura. Sebutan Residentie Buitenzorg sebagai wilayah administratif yang mencakup Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur, diganti menjadi Bogor Syuu.
Kota Bogor atau Buitenzorg waktu itu masih menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Bogor bersama Ciawi, Cibinong, Parung, Leuwiliang, Jasinga dan Cibarusa. Pada masa ini pula nama Buitenzorg diganti menjadi Bogor.
Wilayah Residentie Buitenzorg di jaman kolonial merupakan wilayah koloni yang dikembangkan sejak tahun 1689. Waktu itu Pemerintah Hindia Belanda menunjuk Kapten Tanujiwa sebagai regent atau pemimpin wilayah koloni yang disebut sebagai Kampung Baru. Para penulis sejarah di Belanda kemudian menyebut Tanujiwa sebagai peletak dasar wilayah yang sekarang disebut Bogor.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, lahirlah Undang Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang pemerintahan yang erat kaitannya dengan pemerintahan daerah. Pada masa inilah R. Odang Prawiradipraja muncul sebagai orang pertama yang memimpin Kota Bogor.
Namun karena Belanda kembali menguasai kota-kota di Indonesia setelah berlangsungnya agresi, R. Odang hanya memimpin selama 1 tahun. Kedudukannya kemudian diambil alih oleh J.J. Penoch yang menjabat sebagai Burgemesteer dari tahun 1958-1950. Catatan lain menyebutkan di era itu juga ada nama M. Witjaksono Wirjodihardjo sebagai Walikota Bogor.
Ketika kekuasaan Indonesia kembali pulih pada tahun 1950, istilah Stadsgemeente diganti menjadi Kota Praja. Jabatan Walikota dipegang oleh R. Djoekardi selama dua tahun sampai dengan 1952. Setelah itu tercatat penerusnya, masing-masing adalah R.S.A Kartadjumena (1952 – 1956), Pramono Notosudiro ( 1956 -1959), R.Abdul Rachman (1960 - 1961), Letkol. Achmad Adnawidjaya (1961 – 1965) dan Kol. Achmad Sham ( 1965 – 1979).
Berikutnya menyusul Achmad Sobana,SH. (1979 – 1984), Ir. Muhammad (1984 – 1989), Drs. Suratman (1989 -1994), Drs. Eddy Gunardi (1994 – 1999), Iswara Natanegara,SH.(1999 -2004), Drs. Diani Budiarto, Msi (2004 – 2014), Dr.Bima Arya (2014-2018), Ir. Usmar Hariman (Plt Walikota 2018) Sejak tahun 2004, dalam tugasnya Wali Kota Bogor didampingi Wakil Wali Kota Bogor. Masing-masing adalah Moch. Said ( 2004 – 2009), dr. Achmad Ru’yat ( 2009 – 2014) dan Ir. Usmar Hariman (2014 – 2018) yang dalam perjalanannya ditetapkan sebagai Plt. Wali Kota Bogor.
Perubahan Status dan Wilayah
Sejalan dengan keberadaan dan pergantian para pemimpin pemerintahan di Kota Bogor, status pemerintahan daerah di Kota Bogor terus berkembang dan berganti. Berdasarkan Undang Undang Nomor 16 tahun 1950 Buitenzorg berganti nama menjadi Kota Besar Bogor. Selanjutnya berdasarkan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1957, nama pemerintahan berubah menjadi Kota Praja Bogor.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 18 Tahun 1965 dan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974, Kota Praja Bogor diubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor. Berikutnya menjadi Pemerintah Kota Bogor berdasarkan Undang Undang Nomor 22 tahun 1999.
Pada masa pemerintahan Wali Kota Bogor Achmad Sham, telah terjadi perubahan-perubahan pada status wilayah. Sebelumnya Kota Bogor terbagi dalam dua wilayah administratif kecamatan, masing-masing Kecamatan Kota Kaler dan Kecamatan Kota Kidul. Kecamatan Kota Kaler terdiri dari empat desa, yaitu Panaragan, Paledang, Pabaton dan Bantarjati. Kecamatan Kota Kidul juga empat desa, masing-masing Babakan Pasar, Tegal Lega, Batutulis dan Bondongan.
Pada tahun 1968 terbit Surat Keputusan Wali Kotamadya Bogor Nomor 5422/1/68 Tahun 1968. Beradasarkan surat tersebut, wilayah Kota Bogor dibagi menjadi 5 wilayah kecamatan. Masing-masing Kecamatan Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan dan Bogor Tengah.
Tahun 1992 berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 1992, terbentuk Kecamatan Tanah Sareal yang wilayahnya merupakan beberapa kelurahan yang sebelumnya masuk sebagai bagian dari Kecamatan Bogor Utara.
Sejarah lainnya terjadi pada luas wilayah Kota Bogor. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 2 tahun 1995 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor dan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, lwilayah Kota Bogor diperluas sekitar 5 kali lipat. Berdasarkan peraturan tersebut, luas wilayah Kota Bogor yang semula 2.156 Ha kemudian menjadi 11.850 Ha.
Perluasan wilayah kota mencakup 11 desa yang berada di Kecamatan Semplak, 6 desa di Kecamatan Ciomas, 5 desa di Kecamatan Dramaga, 10 desa di Kecamatan Kedung Halang, 11 desa di Kecamatan Ciawi dan 3 desa di Kecamatan Cijeruk. Sejak itu sampai dengan sekarang wilayah Kota Bogor terbagi pada 6 kecamatan dan 68 kelurahan.
Kini Kota Bogor menatap masa depan. Kota yang telah melewati perjalanan sejarah yang teramat panjang ini, menjadi pemukiman yang semakin ramai. Penduduknya telah melampaui jumlah 1 juta jiwa. Lahannya menjadi semakin padat dan kehidupannya telah semakin hiruk pikuk dengan berbagai aktivitas sosial, ekonomi, politik maupun budaya masyarakatnya.
Posisinya yang strategis menyangga kehidupan Ibu Kota Jakarta, telah menjadikan Bogor perlu perhatian khusus dari pemerintah pusat maupun dari para pemimpin Kota Bogor beserta warganya. Agar di masa depan nanti, Kota Bogor tidak hanya mampu memberikan kemanfaatannya yang lebih besar hanya kepada warganya, melainkan berkontribusi lebih besar pada kemajuan bangsa dan negara.
Oleh karena itu dengan berbagai perkembangannya nanti, Kota Bogor harus terjaga agar tetap genah tumaninah. Menjadi kota yang nyaman bagi siapapun dan menjadi kota yang dapat menyuguhkan kehidupan yang tenang serta damai. Dirgahayu Kota Bogor! (Advertorial)
Sumber: Selayang Pandang Sejarah Kota Bogor 1945 – 1970.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018