Bogor (Antaranews Megapolitan) - Hawis Maddupa peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (ITK-FPIK IPB) menjelaskan pentingnya membudidayakan rajungan di Indonesia pada workshop Sustainability of Rajungan Production in Indonesia. Workshop yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Teknologi Kelautan (Himateka) di Ruang Serba Guna Departemen Ilmu Teknologi Kelautan (ITK), Kampus IPB Dramaga (25/03) dihadiri peserta dari IPB dan Universitas Diponegoro.
“Rajungan merupakan komoditas yang banyak diminati di Amerika. Harga rajungan sangat menguntungkan bagi nelayan, supplier, sampai pengekspor. Rajungan juga merupakan penyumbang nomor tiga devisa negara dalam hal komoditas impor. Tidak hanya itu, semua dari bagian rajungan dapat dimanfaatkan, mulai dari cangkang, daging, hingga limbahnya,” ujar Hawis.
Indonesia sudah banyak melakukan pembudidayaan rajungan sejak tahun 2014 di berbagai kota, diantaranya Medan, Kendari, Pamekasan, Sidoarjo, Gresik, Pati, Pemalang, Sampit, dan Jakarta. Pemanfaatan rajungan tidak hanya sebagai bahan baku pangan, tetapi dapat juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Ternak yang diberi pakan dari limbah rajungan mengalami peningkatan berat badan dan akan lebih aktif, tambah pria yang kini menjabat sebagai Executive Director Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI).
Ketua pelaksana kegiatan, Sihar Aditia, mengatakan bahwa workshop hidrobiologi tersebut bertujuan untuk memperluas wawasan mahasiswa terkait penelitian rajungan. Menurutnya penelitian mahasiswa ITK hanya berfokus pada ekosistem pesisir, seperti terumbu karang, ekosistem mangrove, ekosistem karang, tetapi jarang yang mengangkat komoditas rajungan.
“Padahal staf pengajar kami di ITK ada yang mendalami penelitian terkait rajungan dan menjadi salah satu dari Executive Director di APRI. Sehingga ilmu dari beliau dapat kita manfaatkan untuk mengembangkan penelitian denga n tema yang baru,” jelas Sahir.
Peserta yang hadir juga dilatih bagaimana menjadi seorang enumerator yang akan berhadapan langsung dengan para nelayan dan rajungan. Peserta dilatih cara berkomunikasi dengan para nelayan, mengidentifikasi aktivitas nelayan, menghitung pemasukan rajungan dan perolehan hasil laut lain, menganalisis kelayakan rajungan (berat, panjang, jenis kelamin, kematangan), sampai mengidentifikasi alat tangkap yang digunakan nelayan.
Hawis berharap mahasiswa dapat memanfaatkan wawasan baru ini sebagai bekal pasca kampus nanti. “Saya berharap mahasiswa tidak hanya sibuk kuliah tetapi memperluas wawasan juga, sehingga ketika pasca kampus nanti tidak lagi bingung mau bekerja apa. Kalian juga harus percaya diri dengan keilmuan yang dimiliki, agar keilmuan kalian itu dapat diimplementasikan di dunia kerja,” harap Hawis.(UAM/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
“Rajungan merupakan komoditas yang banyak diminati di Amerika. Harga rajungan sangat menguntungkan bagi nelayan, supplier, sampai pengekspor. Rajungan juga merupakan penyumbang nomor tiga devisa negara dalam hal komoditas impor. Tidak hanya itu, semua dari bagian rajungan dapat dimanfaatkan, mulai dari cangkang, daging, hingga limbahnya,” ujar Hawis.
Indonesia sudah banyak melakukan pembudidayaan rajungan sejak tahun 2014 di berbagai kota, diantaranya Medan, Kendari, Pamekasan, Sidoarjo, Gresik, Pati, Pemalang, Sampit, dan Jakarta. Pemanfaatan rajungan tidak hanya sebagai bahan baku pangan, tetapi dapat juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Ternak yang diberi pakan dari limbah rajungan mengalami peningkatan berat badan dan akan lebih aktif, tambah pria yang kini menjabat sebagai Executive Director Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI).
Ketua pelaksana kegiatan, Sihar Aditia, mengatakan bahwa workshop hidrobiologi tersebut bertujuan untuk memperluas wawasan mahasiswa terkait penelitian rajungan. Menurutnya penelitian mahasiswa ITK hanya berfokus pada ekosistem pesisir, seperti terumbu karang, ekosistem mangrove, ekosistem karang, tetapi jarang yang mengangkat komoditas rajungan.
“Padahal staf pengajar kami di ITK ada yang mendalami penelitian terkait rajungan dan menjadi salah satu dari Executive Director di APRI. Sehingga ilmu dari beliau dapat kita manfaatkan untuk mengembangkan penelitian denga n tema yang baru,” jelas Sahir.
Peserta yang hadir juga dilatih bagaimana menjadi seorang enumerator yang akan berhadapan langsung dengan para nelayan dan rajungan. Peserta dilatih cara berkomunikasi dengan para nelayan, mengidentifikasi aktivitas nelayan, menghitung pemasukan rajungan dan perolehan hasil laut lain, menganalisis kelayakan rajungan (berat, panjang, jenis kelamin, kematangan), sampai mengidentifikasi alat tangkap yang digunakan nelayan.
Hawis berharap mahasiswa dapat memanfaatkan wawasan baru ini sebagai bekal pasca kampus nanti. “Saya berharap mahasiswa tidak hanya sibuk kuliah tetapi memperluas wawasan juga, sehingga ketika pasca kampus nanti tidak lagi bingung mau bekerja apa. Kalian juga harus percaya diri dengan keilmuan yang dimiliki, agar keilmuan kalian itu dapat diimplementasikan di dunia kerja,” harap Hawis.(UAM/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018