Bogor (Antaranews Megapolitan) - Sejumlah warga di Kelurahan Sempur dan Bantarjati, Kota Bogor, Jawa Barat, mulai membuang sampah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung.
Hal ini terlihat dari tumpukan sampah di sisi kiri dan kanan Sungai Ciliwung, Selasa.
Tumpukan sampah rumah tangga terlihat mulai meninggi dibibir sungai, lokasinya dekat pintu air Cibagolo, Lebak Pilar, diperkirakan sudah dua pekan ini warga membuang sampah pascameluapnya Sungai Ciliwung 5 Februari 2018.
Ibu Oom (70) warga Kelurahan Bantarjati, Kecamatan Bogor Utara yang tinggal di pinggir Sungai Ciliwung dekat pintu air Cibagolo mengatakan warga tidak memiliki akses untuk membuang sampah ke tempat penampungan sementara (TPS).
Karena tidak memiliki akses ke TPS, sudah lama warga terbiasa membuang atau membakar sampah di pinggir kali atau Sungai Ciliwung.
"Kalau saya biasanya dibakar, karena tidak ada petugas yang mengambil sampah," kata Oom.
Hal senada juga disampaikan Mariana (30) cucu dari Oom. Menurutnya tidak ada petugas sampah yang datang mengambil sampah di wilayahnya. Selain itu, wilayah tersebut juga tidak memiliki TPS.
"Udah aja ditaruh di pinggir kali, kalau sudah banyak dibakar," kata ibu satu anak ini.
Ketua Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) Bogor, Een Irawan Putra menyebutkan setiap Sabtu relawan KPC rutin melakukan aksi mulung sampah di Sungai Ciliwung.
Sabtu lalu (16/2) aksi mulung dan menyusuri Ciliwung dipusatkan di titik Lebak Pilar. Sungai membelah Kelurahan Sempur Kecamatan Bogor Tengah dan Kelurahan Bantarjati, Kecamatan Bogor Uatra.
Sebanyak 11 orang relawan KPC dikerahkan untuk mulung sampah. Sekitar 10 plastik sampah warna hitam terisi penuh oleh sampah yang berserakan di DAS Ciliwung.
Pascameluapnya sungai Ciliwung ke level 240 centi meter dua pekan lalu, sudah terlihat beberapa tumpukan sampah di DAS Ciliwung yang membelah dua kecamatan tersebut.
"Ini harus menjadi perhatian serius RW dan lurah setempat, untuk menjaga DAS Ciliwung dari sampah. Timbulan-timbulan sampah ini ketika sungai meluap akan hanyut terbawa arus," katanya.
Ketika volume Sungai Ciliwung meninggi, membawa serta material sampah. Sampah-sampah tersebut tersangkut di jembatan Satu Duit, Warung Jambu, yang menyebabkan air meluap hingga ke jalan.
Relawan KPC Bogor, Parno J Kartosomo mengatakan limbah sampah plastik dan "styrofoam" sudah sangat mengkhawatirkan jumlahnya di DAS Ciliwung.
Ia mengatakan, sejak tahun 2000 jumlah sampah styrofoam sudah sangat banyak di temukan di DAS Ciliwung. Bahkan karena kebanyakan pecahan-pecahan "styrofoam dalam" ukuran kecil membuat cadas Ciliwung memutih seperti salju.
"Sampah `styrofoam` sudah keterlaluan, saking banyaknya, sudah kayak salju betebaran," katanya.
Parno menyebutkan tidak hanya "styrofoam" yang banyak ditemukan, sampah plastik juga jumlahnya sangat tinggi, sampah kain, bahkan pakaian dalam dan sepatu serta sandal jomblo juga banyak ditemukan di pinggiran DAS Ciliwung.
"Sandal jomblo tu maksudnya sandal yang tidak ada pasangannya, hanyut di DAS Ciliwung," katanya.
Sampah plastik, "styrofoam" dan kain adalah sampai yang sulit terurai. Sangat berbahaya bagi makhluk hidup, karena mikropartikelnya tidak bisa hilang.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Hal ini terlihat dari tumpukan sampah di sisi kiri dan kanan Sungai Ciliwung, Selasa.
Tumpukan sampah rumah tangga terlihat mulai meninggi dibibir sungai, lokasinya dekat pintu air Cibagolo, Lebak Pilar, diperkirakan sudah dua pekan ini warga membuang sampah pascameluapnya Sungai Ciliwung 5 Februari 2018.
Ibu Oom (70) warga Kelurahan Bantarjati, Kecamatan Bogor Utara yang tinggal di pinggir Sungai Ciliwung dekat pintu air Cibagolo mengatakan warga tidak memiliki akses untuk membuang sampah ke tempat penampungan sementara (TPS).
Karena tidak memiliki akses ke TPS, sudah lama warga terbiasa membuang atau membakar sampah di pinggir kali atau Sungai Ciliwung.
"Kalau saya biasanya dibakar, karena tidak ada petugas yang mengambil sampah," kata Oom.
Hal senada juga disampaikan Mariana (30) cucu dari Oom. Menurutnya tidak ada petugas sampah yang datang mengambil sampah di wilayahnya. Selain itu, wilayah tersebut juga tidak memiliki TPS.
"Udah aja ditaruh di pinggir kali, kalau sudah banyak dibakar," kata ibu satu anak ini.
Ketua Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) Bogor, Een Irawan Putra menyebutkan setiap Sabtu relawan KPC rutin melakukan aksi mulung sampah di Sungai Ciliwung.
Sabtu lalu (16/2) aksi mulung dan menyusuri Ciliwung dipusatkan di titik Lebak Pilar. Sungai membelah Kelurahan Sempur Kecamatan Bogor Tengah dan Kelurahan Bantarjati, Kecamatan Bogor Uatra.
Sebanyak 11 orang relawan KPC dikerahkan untuk mulung sampah. Sekitar 10 plastik sampah warna hitam terisi penuh oleh sampah yang berserakan di DAS Ciliwung.
Pascameluapnya sungai Ciliwung ke level 240 centi meter dua pekan lalu, sudah terlihat beberapa tumpukan sampah di DAS Ciliwung yang membelah dua kecamatan tersebut.
"Ini harus menjadi perhatian serius RW dan lurah setempat, untuk menjaga DAS Ciliwung dari sampah. Timbulan-timbulan sampah ini ketika sungai meluap akan hanyut terbawa arus," katanya.
Ketika volume Sungai Ciliwung meninggi, membawa serta material sampah. Sampah-sampah tersebut tersangkut di jembatan Satu Duit, Warung Jambu, yang menyebabkan air meluap hingga ke jalan.
Relawan KPC Bogor, Parno J Kartosomo mengatakan limbah sampah plastik dan "styrofoam" sudah sangat mengkhawatirkan jumlahnya di DAS Ciliwung.
Ia mengatakan, sejak tahun 2000 jumlah sampah styrofoam sudah sangat banyak di temukan di DAS Ciliwung. Bahkan karena kebanyakan pecahan-pecahan "styrofoam dalam" ukuran kecil membuat cadas Ciliwung memutih seperti salju.
"Sampah `styrofoam` sudah keterlaluan, saking banyaknya, sudah kayak salju betebaran," katanya.
Parno menyebutkan tidak hanya "styrofoam" yang banyak ditemukan, sampah plastik juga jumlahnya sangat tinggi, sampah kain, bahkan pakaian dalam dan sepatu serta sandal jomblo juga banyak ditemukan di pinggiran DAS Ciliwung.
"Sandal jomblo tu maksudnya sandal yang tidak ada pasangannya, hanyut di DAS Ciliwung," katanya.
Sampah plastik, "styrofoam" dan kain adalah sampai yang sulit terurai. Sangat berbahaya bagi makhluk hidup, karena mikropartikelnya tidak bisa hilang.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018