Jakarta (Antaranews Megapolitan) - Kepala Center for Islamic Studies in Finance, Economics and Development (CISFED) Farouk Abdullah Alwyni mengatakan perlu membangun kesadaran politik yang berdampak langsung bagi meningkatnya kualitas hidup masyarakat.
"Kita mengharapkan terbentuknya demokrasi `substantif`, bukan demokrasi semu. Demokrasi yang baik itu harusnya mengubah birokrasi menjadi instrumen pelayanan masyarakat," katanya di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan demokrasi yang berjalan saat ini masih melahirkan elit-elit politik yang belum berdampak fundamental untuk pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara.
Dosen UI ini menambahkan kesadaran politik yang perlu dibangun adalah terkait penumbuhan keberanian masyarakat untuk menuntut perbaikan layanan publik di berbagai aspek mulai dari birokrasi pemerintahan seperti pengurusan akte lahir, akte kematian.
Begitu juga dengan pembuatan kartu keluarga, dan pemakaman, isu perbaikan akses dan kualitas pendidikan serta kesehatan, pembangunan infrastruktur jalan yang memadai dan transportasi publik, isu perlindungan konsumen, kebersihan lingkungan, sampai dengan perbaikan layanan institusi penegakan hukum dan peradilan.
Menurut dia setiap kepala daerah harus dituntut seoptimal mungkin memberikan layanan yang prima kepada publik, harus ada upaya mengurangi `paper work` dan lebih menuju `paperless` birokrasi. Untuk itu dibutuhkan perampingan birokrasi layanan publik, yang sekarang ini terlalu panjang mulai dari RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Wali Kota, hinga Gubernur.
"Perlu ada pemotongan struktur birokrasi agar masyarakat tidak di bebani kebutuhan tanda tangan yang terlalu banyak," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, media juga hanya menjejali masyarakat dengan isu politik elite, SARA, dan lainnya, yang hanya sekadar menguras energi masyarakat tanpa memberikan perbaikan kongkret terhadap kualitas hidup rakyat secara mendasar.
Sementara tujuan dari reformasi dan demokrasi itu adalah perbaikan kualitas kehidupan masyarakat.
Merujuk data Bank Dunia, 10 persen penduduk menguasai sekitar 77 persen kekayaan negara. Bahkan lebih buruk lagi, 1 persen orang terkaya memegang setengah dari seluruh kekayaan negara.
Itu sebabnya, Farouk melihat, pentingnya membangun kesadaran politik yang berdampak langsung bagi kualitas hidup masyarakat, bukan sekedar isu politik elit untuk kepentingan politik elite sendiri.
Menurut Farouk, begitu banyak pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan. Sebab, berdasarkan sejumlah indikator indeks internasional, negara kita masih ketinggalan dengan negara lain. Seperti indeks-indeks the Ease of Doing Business (EODB), Competitiveness Index, Corruption Perception Index, Rule of Law Index, Passport Index,Logistics Performance Index,dan Human Development Index.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
"Kita mengharapkan terbentuknya demokrasi `substantif`, bukan demokrasi semu. Demokrasi yang baik itu harusnya mengubah birokrasi menjadi instrumen pelayanan masyarakat," katanya di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan demokrasi yang berjalan saat ini masih melahirkan elit-elit politik yang belum berdampak fundamental untuk pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara.
Dosen UI ini menambahkan kesadaran politik yang perlu dibangun adalah terkait penumbuhan keberanian masyarakat untuk menuntut perbaikan layanan publik di berbagai aspek mulai dari birokrasi pemerintahan seperti pengurusan akte lahir, akte kematian.
Begitu juga dengan pembuatan kartu keluarga, dan pemakaman, isu perbaikan akses dan kualitas pendidikan serta kesehatan, pembangunan infrastruktur jalan yang memadai dan transportasi publik, isu perlindungan konsumen, kebersihan lingkungan, sampai dengan perbaikan layanan institusi penegakan hukum dan peradilan.
Menurut dia setiap kepala daerah harus dituntut seoptimal mungkin memberikan layanan yang prima kepada publik, harus ada upaya mengurangi `paper work` dan lebih menuju `paperless` birokrasi. Untuk itu dibutuhkan perampingan birokrasi layanan publik, yang sekarang ini terlalu panjang mulai dari RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Wali Kota, hinga Gubernur.
"Perlu ada pemotongan struktur birokrasi agar masyarakat tidak di bebani kebutuhan tanda tangan yang terlalu banyak," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, media juga hanya menjejali masyarakat dengan isu politik elite, SARA, dan lainnya, yang hanya sekadar menguras energi masyarakat tanpa memberikan perbaikan kongkret terhadap kualitas hidup rakyat secara mendasar.
Sementara tujuan dari reformasi dan demokrasi itu adalah perbaikan kualitas kehidupan masyarakat.
Merujuk data Bank Dunia, 10 persen penduduk menguasai sekitar 77 persen kekayaan negara. Bahkan lebih buruk lagi, 1 persen orang terkaya memegang setengah dari seluruh kekayaan negara.
Itu sebabnya, Farouk melihat, pentingnya membangun kesadaran politik yang berdampak langsung bagi kualitas hidup masyarakat, bukan sekedar isu politik elit untuk kepentingan politik elite sendiri.
Menurut Farouk, begitu banyak pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan. Sebab, berdasarkan sejumlah indikator indeks internasional, negara kita masih ketinggalan dengan negara lain. Seperti indeks-indeks the Ease of Doing Business (EODB), Competitiveness Index, Corruption Perception Index, Rule of Law Index, Passport Index,Logistics Performance Index,dan Human Development Index.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018