Banyak uraian senada soal kekokohan kedudukan manusia, salah satunya dikemukakan Bernard Marr, 2024, pada artikelnya ”AI Won't Replace Humans – Here's The Surprising Reason Why”.
Pada tulisan itu Marr berargumentasi bahwa otak manusia merupakan sistem pemrosesan informasi yang komplek juga efisien. Jika dibandingkan, perangkat berbasis AI (artificial intelligence atau kecerdasan buatan) yang mampu memproses hingga petabyte data lengkap dengan pengenalan polanya, masih kalah kemampuannya dari manusia dalam memahami nuansa.
Pemahaman nuansa yang dimaksud Marr contohnya AI mampu menilai situasi emosi, dari ekspresi wajah. Tapi sedalam apa situasi emosi itu, tak dapat dinyatakan dengan pasti. Mengandalkan neuroscience, sensor AI dapat melacak perbedaan senang dari sedih. Namun seberapa senang dan seberapa sedih seseorang, tak dapat dipastikan.
AI baru jadi perangkat augmentasi, yang mengekstensi kemampuan manusia. Walaupun pada tulisan yang lain, “The Third Wave of AI Is Here: Why Agentic AI Will Transform the Way We Work”, Bernard Marr yang mengutip pendapat Silvio Savarese, Wakil Presiden Eksekutif dan Kepala Ilmuwan Salesforce AI Research, menyebut perkembangan AI hari ini ada di gelombang ketiga.
Adapun pembagiannya: gelombang awal, merupakan perkembangan AI prediktif. Pada perkembangan awal ini, AI memfasilitasi bisnis untuk memprediksi kecenderungan, berikut diambilnya keputusan berdasarkan data.
Gelombang awal ini diikuti gelombang kedua yang menghadirkan Generatif AI. AI jenis ini mampu menghasilkan konten dan berelasi dengan manusia. Baik AI di gelombang awal maupun gelombang kedua, kemampuannya menyarankan dan mendukung pekerjaan manusia.
Karena di dua gelombang itu AI bersifat membantu, maka patut disebut sebagai Assistant AI.
Sedangkan di gelombang ketiga sekarang ini, yang mulai marak digunakan adalah Agentic AI. AI yang mampu menjalankan tugas mandiri sebagai agen, dan berinteraksi dengan Agentic AI lainnya. Namun demikian Marr masih tetap pada pendapatnya semula: AI ‘hanya’ mentransformasi cara manusia bekerja, bukan menggantikannya.
Ilustrasi beroperasinya Agentic AI adalah operasi mobil tanpa pengemudi. Sebagai agen yang berbasis kecerdasan jenis ini, mobil mampu menilai situasi secara real time seraya melakukan adaptasi yang diperlukan.
Mobil memulai operasi dengan pemeriksaan kecukupan energi penggerak, memastikan keamanan dan kenyamanan di dalam kabin, penyesuaian kecepatan berdasar situasi jalan raya, juga berinteraksi dengan penumpang untuk memastikan kenyamanannya. Dalam hal terjadinya keadaan genting, dipilih tindakan untuk menghindari kecelakaan. Kalaupun terdapat situasi tak terelakkan, dalam waktu sangat cepat dipilih tindakan yang meminimalkan kerugian.
Bagaimana Agentic AI berinteraksi dengan data, memanfaatkannya membentuk informasi, hingga memunculkan karakterisik agen yang mandiri, diuraikan Erik Pounds, 2024, dalam “What Is Agentic AI?”.
Dari aneka argumentasi para ahli itu di atas, juga penjelasan mekanisme yang mudah dipahami, Agentic AI bukan keajaiban peradaban. Pengembangannya yang simultan meletakkan AI pada kecanggihan termutakhir. Agentic AI bukan lagi bayangan masa depan, namun keberadaannya sudah terlihat di depan mata.
*) Dr. Firman Kurniawan S adalah Pemerhati Budaya dan Komunikasi Digital, Pendiri LITEROS.org
Baca juga: Kementerian BUMN dorong pemanfaatan AI di media sosial
Baca juga: Kemkomdigi ajak pemangku kepentingan rumuskan regulasi AI
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2025