Bekasi (Antara Megapolitan) - Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Jawa Barat mencatat 18 perusahaan industri di sepanjang bantaran Kali Bekasi sedang dalam proses pembinaan, terkait pentingnya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
"Mereka kita bina sampai hari ini, sejak tim kami mendeteksi adanya ketidakwajaran dalam IPAL mereka pada Desember 2016. Situasi itu berindikasi pada pencemaran sungai," kata Kepala Dinas LH Kota Bekasi Jumhana Luthfi di Bekasi, Rabu.
Menurut dia, belasan perusahan itu tidak semuanya memproduksi limbah cair, ada pula yang memproduksi limbah padat.
Hingga saat ini, kata dia, baru satu perusahaan yang telah menerima sanksi penutupan IPAL yakni CV Millenium yang bergerak dalam bidang usaha laundry celana jeans di Bantargebang, Kota Bekasi.
"Kebijakan ini pun berimbas pada putusnya mata pencarian 40 pekerja di perusahan itu, bahkan kita sempat dilaporkan kepada Komnas HAM atas kejadian tersebut," katanya.
Belajar dari pengalaman itu pula, Luthfi mengaku tidak bisa sembarangan memberikan sanksi penyetopan sementara industri yang terbukti mencemari lingkungan.
Sebanyak 18 perusahaan yang kini dalam tahap pembinaan, kata dia, telah menunjukan perbaikan dalam proses pengolahan limbahnya.
"Kita minta mereka buat surat pernyataan untuk memperbaiki limbahnya. Sejauh ini cukup efektif membuat mereka serius memperbaiki IPAL," katanya.
Sekretaris Dinas LH Kota Bekasi Kustantina menambahkan, ke-18 perusahan ini saat ini dituntut untuk menyediakan IPAL yang ideal dan ramah lingkungan.
"IPAL itu memiliki sejumlah fungsi, yakni fisika, biologi atau kimia. Untuk yang menghasilkan ketiga kadar tersebut wajib dilengkapi IPAL yang bisa mengolah seluruh limbahnya sesuai baku mutu sebelum dibuang ke permukaan," katanya.
Menurut dia, momentum krusial dalam pengolahan limbah ada pada waktu tinggal limbah tersebut saat masuk ke IPAL sampai teroleh sesuai baku mutu.
"Yang perlu diwaspadai juga endapan lumpurnya, karena harus rutin dikuras agar tidak meninggalkan bahaya lingkungan. Paling lama 8-13 jam limbah tersebut harus diolah," katanya.
Kustantina mengatakan, sejauh ini baru satu dari 18 perusahaan yang bertindak tidak koperatif terhadap pola pembinaan yang dilakukan pihaknya.
"Salah satu perusahaan di Pangkalan VI perbatasan Kota Bekasi dan Kabupaten Bogor, tepatnya di Cileungsi, menolak menandatangani berita acara pembinaan," katanya.
Kepada perusahan itu, pihaknya menyampaikan ketegasan bahwa Dinas LH bisa saja memberikan rekomendasi kepada Pemprov Jabar untuk menutup IPAL mereka.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
"Mereka kita bina sampai hari ini, sejak tim kami mendeteksi adanya ketidakwajaran dalam IPAL mereka pada Desember 2016. Situasi itu berindikasi pada pencemaran sungai," kata Kepala Dinas LH Kota Bekasi Jumhana Luthfi di Bekasi, Rabu.
Menurut dia, belasan perusahan itu tidak semuanya memproduksi limbah cair, ada pula yang memproduksi limbah padat.
Hingga saat ini, kata dia, baru satu perusahaan yang telah menerima sanksi penutupan IPAL yakni CV Millenium yang bergerak dalam bidang usaha laundry celana jeans di Bantargebang, Kota Bekasi.
"Kebijakan ini pun berimbas pada putusnya mata pencarian 40 pekerja di perusahan itu, bahkan kita sempat dilaporkan kepada Komnas HAM atas kejadian tersebut," katanya.
Belajar dari pengalaman itu pula, Luthfi mengaku tidak bisa sembarangan memberikan sanksi penyetopan sementara industri yang terbukti mencemari lingkungan.
Sebanyak 18 perusahaan yang kini dalam tahap pembinaan, kata dia, telah menunjukan perbaikan dalam proses pengolahan limbahnya.
"Kita minta mereka buat surat pernyataan untuk memperbaiki limbahnya. Sejauh ini cukup efektif membuat mereka serius memperbaiki IPAL," katanya.
Sekretaris Dinas LH Kota Bekasi Kustantina menambahkan, ke-18 perusahan ini saat ini dituntut untuk menyediakan IPAL yang ideal dan ramah lingkungan.
"IPAL itu memiliki sejumlah fungsi, yakni fisika, biologi atau kimia. Untuk yang menghasilkan ketiga kadar tersebut wajib dilengkapi IPAL yang bisa mengolah seluruh limbahnya sesuai baku mutu sebelum dibuang ke permukaan," katanya.
Menurut dia, momentum krusial dalam pengolahan limbah ada pada waktu tinggal limbah tersebut saat masuk ke IPAL sampai teroleh sesuai baku mutu.
"Yang perlu diwaspadai juga endapan lumpurnya, karena harus rutin dikuras agar tidak meninggalkan bahaya lingkungan. Paling lama 8-13 jam limbah tersebut harus diolah," katanya.
Kustantina mengatakan, sejauh ini baru satu dari 18 perusahaan yang bertindak tidak koperatif terhadap pola pembinaan yang dilakukan pihaknya.
"Salah satu perusahaan di Pangkalan VI perbatasan Kota Bekasi dan Kabupaten Bogor, tepatnya di Cileungsi, menolak menandatangani berita acara pembinaan," katanya.
Kepada perusahan itu, pihaknya menyampaikan ketegasan bahwa Dinas LH bisa saja memberikan rekomendasi kepada Pemprov Jabar untuk menutup IPAL mereka.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017