Sejauh mana pelaksanaan program Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) di Indonesia setelah satu dekade berlalu?

Program yang telah diinisiasi sejak 2006 itu merupakan upaya pemerintah mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan anak.

Pelaksanaan KLA masih menghadapi berbagai tantangan, seperti, perbedaan antara kriteria penilaian KLA dengan kondisi yang ada di daerah. 

Di sisi lain terlalu banyak regulasi (hiper regulasi) yang menimbulkan tumpang tindih pengaturan, baik secara vertikal maupun horizontal, serta memberi beban dalam proses harmonisasi peraturan.

Bayangkan, saat ini di Indonesia telah memiliki 56.452 peraturan yang masih berlaku dan 19.602 di antaranya merupakan peraturan daerah. Data itu diambil dari  peraturan.go.id per 17 Desember 2024 pukul 13.35 WIB. 

Baca juga: Pemkot Bogor targetkan penghargaan Kota Layak Anak kategori Utama

Tantangan lain yang terjadi adalah rotasi pegawai yang cukup sering terjadi di daerah. Kondisi ini tentu menjadikan koordinasi dan proses transfer pengetahuan menjadi terhambat karena terputusnya informasi dengan dan dari pegawai yang sebelumnya terlibat dalam program KLA. Lalu ruang partisipasi anak yang diberikan oleh orang tua maupun lingkungan, masih terbatas, lantaran anak kerap masih dianggap sebagai objek pembangunan.

Berbagai tantangan yang dihadapi tentu perlu direspons melalui evaluasi secara komprehensif untuk dapat mengukur bagaimana dampak atas kebijakan dan implementasi bagi anak di seluruh pelosok negeri.

Pelibatan seluruh pemangku kepentingan dalam proses evaluasi kebijakan menjadi penting dilakukan untuk dapat mengumpulkan data, menganalisis, memahami, serta memastikan bahwa kebijakan terkait KLA yang selama ini telah diterapkan dapat lebih tepat sasaran, tidak berlebihan dan tidak memberatkan.

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah dengan mengidentifikasi pemangku kepentingan mana saja yang akan terlibat dan secara aktif dapat memberikan masukan serta pendapat tentang kebijakan yang telah diterapkan.

Baca juga: KemenPPPA: Indeks Perlindungan Anak dan KLA tak sejalan

Langkah selanjutnya adalah dengan mengumpulkan data serta informasi dari berbagai sumber serta menganalisis dampaknya dengan mempertimbangkan berbagai aspek.

Selanjutnya adalah menentukan indikator keberhasilan yang relevan dengan tujuan kebijakan serta mencerminkan suara dari tiap pemangku kepentingan yang terlibat.

Setelahnya dapat dilakukan diskusi untuk mendapatkan hasil serta umpan balik yang kemudian dapat dijadikan sebagai bahan rekomendasi perbaikan.

Sebelum memasuki langkah terakhir, tentu perlu dibuat laporan hasil yang dapat dipahami dan diakses oleh semua pihak.

Terakhir, perlu dipastikan adanya tindak lanjut atas rekomendasi hasil evaluasi kebijakan yang telah dilakukan sehingga kegiatan evaluasi tidak sekadar kegiatan formalitas, namun juga membawa dampak secara nyata.

Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat kesadaran dari seluruh pemangku kepentingan bahwa kepentingan terbaik bagi anak perlu diupayakan serta untuk mewujudkan cita-cita mulia Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030 dan Indonesia Emas 2045


*) Aprilia Lilis Wulandari adalah penelaah teknis kebijakan pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA)

Baca juga: Melihat lebih dekat implementasi PISA di Kota Bogor

 

Pewarta: Aprilia Lilis Wulandari*)

Editor : Budi Setiawanto


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024