Bogor (Antara Megapolitan) - Rektor Institut Pertanian Bogor Prof Herry Suhardiyanto menyatakan perlu ada strategi atau skenario untuk mengetahui kebutuhan sumberdaya manusia (tenaga kerja) Indonesia sehingga memudahkan perguruan tinggi dalam mencetak lulusan yang siap diterima oleh pasar.

"Saya mengusulkan perguruan tinggi masuk dalam ranah yang lebih selektif agar kita dapat arahan dan pencerahan, perlu dirumuskan strategi atau skenario kebutuhan sumberdaya manusia Indonesia," kata Herry saat membuka "Indonesia Career Center Summit" 2017 di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa.

Ia mengatakan, setiap perguruan tinggi menghadapi persoalan yang sama, ketika ada pertanyaan kemana kompetensi yang dihasilkan oleh perguruan tinggi dan kenapa masih banyak pengangguran.

Menurut dia, setiap perguruan tinggi tidak memiliki dasar yang kuat dalam menentukan program studi apa yang harus diambil oleh calon mahasiswa agar dapat memenuhi pasar kerja. Perguruan tinggi masih dikejar oleh upaya untuk memenuhi daya tampung yang ada.

"Sehingga boleh jadi jumlah sarjana yang kita luluskan itu tidak sesuai dengan kebutuhan industri," katanya.

Herry mengatakan, bisa jadi satu perguruan tinggi mencetak terlalu banyak sarjana teknik dibandingkan kebutuhan industri mesin atau terlalu banyak sarjana pertanian. Hal tersebut karena perguruan tinggi tidak memiliki strategi kebutuhan sumberdaya manusia Indonesia.

Dalam situasi ini lanjut Herry, peran Indonesia Career Center Network (ICCN) sangat diperlukan sehingga perguruan tinggi dapat bersama-sama menghadapi permasalahan dan pemangku kepentingan yang sama.

Ia menyebutkan, kalau perguruan tinggi bisa merumuskan itu, maka kita bisa memberikan sinyal bagaimana menyiapkan para lulusan dan berapa banyak yang berkompetensi besar agar perguruan tinggi tidak ketinggalan.

"Karena meluluskan sarjana memerlukan waktu, maka perlu dievaluasi, merancang kebutuhan tenaga kerja baik di bidang ekonomi dan pelayanan, dalam 10 tahun akan datang seperti apa konfigurasinya sehingga kita tau berapa banyak harus menerima mahasiswa prodi tertentu," kata Herry.

Herry mengatakan, saat ini pergerakan sangat cepat, seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam orasi Dies Natalis ke-54 IPB pekan lalu. Perubahan yang berlangsung sangat cepat sehingga kampus-kampus harus melakukan penyesuaian.

Menurut dia, tidaklah mudah melakukan penyesuaian, karena perguruan tinggi dihadapkan juga dengan ketentuan akreditasi prodi yang tidak cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Aturan tersebut yang membuat gerak perguruan tinggi dalam menyediakan program studi (prodi) baru sesuai perkembangan zaman menjadi tidak fleksibel.

"Perkembangan saat ini setiap prodi masih diharuskan mempunyai enam pendidik bergerak magister pada bidang yang sama dengan bidang yang diselenggarakan, padahal tantangan ke depan, ada logistis, digital ekonomi, teknologi multimedia, dan sebagainya berlangsung cepat," katanya.

Sementara itu, tenaga pengajar yang ada saat ini baik yang sudah lulus maupun sedang menempuh pendidikan magister maupun dokter belum memiliki prodi yang ada. Belum tentu juga, tenaga pengajar yang sedang disiapkan saat ini dibutuhkan pula pada masa lima atau 10 tahun yang akan datang karena perkembangan yang cepat tadi.

"Karena itu, kampus-kampus diberikan keleluasaan, di satu sisi dapat menjaga sistem mutunya, tetapi diberikan keleluasaan merancang prodi yang disesuaikan dengan kebutuhan bangsa. Sehingga SDM yang dihasilkan perguruan tinggi dapat meningkat daya saingnya untuk menghadapi globalisasi," kata Herry.

Herry mengapresiasi peran "Indonesai Career Center Network" yang dalam waktu singkat selama satu tahun bisa menghasilkan aplikasi yang bisa membantu mahasiswa lulusan perguruan tinggi dalam memasuki pasar kerja.

ICCN menyelenggarakan "Indonesia Career Center Summit" 2017 dihadiri 230 pengelola pusat karir dan pengembangan karir/SDM se Indonesia untuk berhimpun, berkumpul, bertukar informasi, bersilaturahim dan saling menguatkan peran dalam menjembatani lulusan perguruan tinggi memasuki pasar kerja dan berdaya saing dalam globalisasi. 

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017