Bogor (Antara Megapolitan) - Tangkapan ikan Indonesia berada pada urutan kedua di dunia setelah China. Padahal luas lautan China hanya sepertiga luas laut Indonesia. Kalau diperhatikan, China bisa menangkap hampir 14 juta ton ikan di tahun 2013-2014.

Indonesia hanya mampu menangkap 6 juta ton ikan di tahun yang sama. Pada tahun 2015, Indonesia hanya mampu menangkap 6,2 juta ton ikan, padahal dari data, potensi tangkapan ikan tahun 2015 mencapai 9,93 juta ton.

''Dari data potensi tangkapan ikan tersebut, kita menduga seolah-olah ada banyak stok ikan tetapi hasil tangkapannya masih rendah. Data potensi tangkapan ikan cenderung meningkat hingga tahun 2015 seiring dengan peningkatan hasil tangkapan nelayan. Lalu benarkah nelayan kita selalu menangkap lebih rendah dibandingkan potensi tangkapan yang dicanangkan pemerintah,'' ujar Guru Besar Tetap di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA saat jumpa pers Pra Orasi Ilmiah di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (24/8).

Ia menyampaikan, pengkajian stok ikan adalah proses pengumpulan, penganalisisan dan pelaporan data serta informasi perikanan untuk mengetahui respon sumberdaya ikan.

Pengkajian ini memerlukan data kuantitatif tentang kondisi stok ikan, dugaan banyaknya ikan yang akan dipanen, tangkapan sampingan dan mortalitas (karena alat tangkap), data studi asal usul termasuk pertumbuhan, rata-rata umur atau kelompok umur pertama kali matang gonad, panjang maksimum dan proporsi setiap kelompok umur yang mati setiap tahun.

Data dan informasi potensi tangkap ikan ini sangat diperlukan sebagai salah satu bahan pertimbangan utama dalam pengelolaan, pemanfaatan dan pengembangan perikanan di perairan Indonesia.

''Data ini harus terus diperbaharui secara periodik agar pengaruh perubahan kebijakan terhadap perubahan stok bisa segera diketahui. Kesulitan saat ini adalah data yang ada tidak reliable atau tidak dapat dipercaya karena ada rumor tidak semua tangkapan ikan dilaporkan. Sebenarnya secara umum statistik perikanan di dunia tidak menampilkan data sesungguhnya,'' ujarnya.

Prof. Menno menambahkan bahwa perikanan apalagi perikanan laut itu produknya tidak terlihat, sangat kompleks, penuh dengan ketidakpastian dan bergerak. Bahkan bergerak hingga ribuan kilometer atau pindah ke negara lain.

''Itu pekerjaan yang sangat rumit. Bahkan ada group kajian tentang tuna yang sudah 40 tahun berdiri tapi sampai sekarang masih menghasilkan kajian yang tidak akurat 100 persen. Dugaan potensi tangkapan ikan ini bukan satu-satunya cara dalam mengevaluasi stok ikan di suatu perairan. Cara lainnya adalah pencatatan di tempat pendaratan ikan, sehingga lebih akurat dan elegan,'' tuturnya.

Lalu benarkah hasil tangkapan nelayan kita rendah? Jawaban Prof. Menno adalah sangat mungkin. Mengingat catatan ratusan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di seluruh Indonesia yang masih minim bahkan lebih kecil dari yang seharusnya dilaporkan. Potensi tangkapan yang dicanangkan juga mungkin terlalu tinggi, karena data hasil tangkapan dan potensi tangkapan ikannya tidak pernah diverifikasi.

''Kegiatan pengkajian stok ikan yang dilakukan masih belum bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah selama belum diverifikasi dengan laporan statistik perikanan, yakni hasil tangkapan yang sesungguhnya,'' tandasnya.(zul)

Pewarta: Humas IPB/Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017