Rektor Universitas Pancasila Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo, IPU mengatakan Security Risk Assessment penting dalam mewaspadai serangan siber Ransomware
"Di dunia keamanan komputer tidak ada sistem yang dijamin keamanannya, oleh sebab itu pentingnya security awareness culture," kata Marsudi Wahyu Kisworo di Jakarta, Jumat.
Sebagai salah satu pakar keamanan siber yang juga Guru Besar Bidang IT, Marsudi Wahyu Kisworo memberikan pandangannya tentang tantangan dan solusi dalam memulihkan dan menjaga keamanan pusat data nasional sebelum sebuah sistem beroperasi, maka harus dilakukan security risk assessment.
Baca juga: Rektor UP: Pembelajaran Pancasila harus disesuaikan dengan zaman sekarang
Dalam penilaian ini diidentifikasikan semua asset-aset strategis, kelemahannya (vulnerability) apa saja, setelah itu dibuat sebuah perencanaan pengamanan yang berisi langkah-langkah mitigasi untuk mencegah (deter), menolak (defend), dan mengidentifikasi (detect) serangan tersebut.
“Langkah ini semakin diperlukan mengingat sekitar 20 persen kejahatan siber dilakukan dengan modus ransomware, yaitu penyanderaan data dengan teknik enkripsi sehingga pemilik data tidak lagi dapat mengakses data maupun seluruh isi dalam media penyimpanan, karena data tersebut dikunci dan hanya si penjahat yang memegang kuncinya," jelasnya.
Pemilik data akan dituntut membayar sejumlah uang dan ketika dibayar maka penjahat akan memberikan kunci dan melepas data kembali ke pemiliknya.
Baca juga: Prof Marsudi dilantik sebagai rektor Universitas Pancasila periode 2024-2028
Lebih lanjut dikatakan di AS peretasan virus Ransomware disamakan dengan aksi terorisme.
"Saya rasa kita di Indonesia juga perlu mempertimbangkan hal tersebut dan oleh karena itu saya setuju bahwa dalam kasus PDN ini, saya setuju bahwa pemerintah jangan membayar atau mengikuti kemauan dari para teroris," katanya.
Prof. Marsudi menjelaskan sebagai antisipasi jangka panjang perlu kita ajarkan pendidikan mengenai kejahatan siber ini kepada para mahasiswa, sehingga SDM Indonesia ke depannya akan semakin terampil.
Baca juga: Sekolah Pascasarjana UP terima 42 mahasiswa baru
Misalnya dalam perkuliahan di jurusan IT Universitas Pancasila, ditambahkan dalam kurikulum mata kuliah kejahatan siber, atau bisa juga menjadi sebuah mata kuliah peminatan yang dapat diikuti oleh seluruh mahasiswa Universitas Pancasila baik dari Fakultas Hukum, Ekonomi & Bisnis, Teknik, Pariwisata, Farmasi, Psikologi dan Komunikasi.
Sehingga nanti di dunia kerja mereka dapat berhati-hati atau justru menjadi ahli dalam mengatasi model kejahatan seperti ini, katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
"Di dunia keamanan komputer tidak ada sistem yang dijamin keamanannya, oleh sebab itu pentingnya security awareness culture," kata Marsudi Wahyu Kisworo di Jakarta, Jumat.
Sebagai salah satu pakar keamanan siber yang juga Guru Besar Bidang IT, Marsudi Wahyu Kisworo memberikan pandangannya tentang tantangan dan solusi dalam memulihkan dan menjaga keamanan pusat data nasional sebelum sebuah sistem beroperasi, maka harus dilakukan security risk assessment.
Baca juga: Rektor UP: Pembelajaran Pancasila harus disesuaikan dengan zaman sekarang
Dalam penilaian ini diidentifikasikan semua asset-aset strategis, kelemahannya (vulnerability) apa saja, setelah itu dibuat sebuah perencanaan pengamanan yang berisi langkah-langkah mitigasi untuk mencegah (deter), menolak (defend), dan mengidentifikasi (detect) serangan tersebut.
“Langkah ini semakin diperlukan mengingat sekitar 20 persen kejahatan siber dilakukan dengan modus ransomware, yaitu penyanderaan data dengan teknik enkripsi sehingga pemilik data tidak lagi dapat mengakses data maupun seluruh isi dalam media penyimpanan, karena data tersebut dikunci dan hanya si penjahat yang memegang kuncinya," jelasnya.
Pemilik data akan dituntut membayar sejumlah uang dan ketika dibayar maka penjahat akan memberikan kunci dan melepas data kembali ke pemiliknya.
Baca juga: Prof Marsudi dilantik sebagai rektor Universitas Pancasila periode 2024-2028
Lebih lanjut dikatakan di AS peretasan virus Ransomware disamakan dengan aksi terorisme.
"Saya rasa kita di Indonesia juga perlu mempertimbangkan hal tersebut dan oleh karena itu saya setuju bahwa dalam kasus PDN ini, saya setuju bahwa pemerintah jangan membayar atau mengikuti kemauan dari para teroris," katanya.
Prof. Marsudi menjelaskan sebagai antisipasi jangka panjang perlu kita ajarkan pendidikan mengenai kejahatan siber ini kepada para mahasiswa, sehingga SDM Indonesia ke depannya akan semakin terampil.
Baca juga: Sekolah Pascasarjana UP terima 42 mahasiswa baru
Misalnya dalam perkuliahan di jurusan IT Universitas Pancasila, ditambahkan dalam kurikulum mata kuliah kejahatan siber, atau bisa juga menjadi sebuah mata kuliah peminatan yang dapat diikuti oleh seluruh mahasiswa Universitas Pancasila baik dari Fakultas Hukum, Ekonomi & Bisnis, Teknik, Pariwisata, Farmasi, Psikologi dan Komunikasi.
Sehingga nanti di dunia kerja mereka dapat berhati-hati atau justru menjadi ahli dalam mengatasi model kejahatan seperti ini, katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024