Penjabat Bupati Bogor Asmawa Tosepu memaparkan strategi menangani kasus perundungan dan kekerasan terhadap anak di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kepada jajaran Komisi X DPR RI.

Beberapa strategi tersebut ia paparkan dalam agenda kunjungan kerja anggota Komisi X DPR RI ke Kantor Bupati Bogor, Cibinong, Selasa.

"Permasalahan terkait perundungan dan kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah memang menjadi keprihatinan kita bersama," ungkap Asmawa.

Ia menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Bogor telah menyediakan sistem pelaporan tindak kekerasan yang menimpa perempuan dan anak secara online melalui aplikasi atau via website Sigadis.

Kemudian, mengadakan pelatihan bagi tenaga pendidik dalam hal pencegahan, penanganan indikasi kekerasan pada satuan pendidikan, serta membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan dan dinas.

Pemerintah Kabupaten Bogor juga telah menerbitkan beberapa regulasi mengenai hal itu, seperti Perda Nomor 5 tahun 2015 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dari Tindak Kekerasan, Perda Nomor 3 tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Kabupaten Layak Anak.

Kemudian, Peraturan Bupati Bogor Nomor 67 tahun 2021 tentang Sistem Layanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Berbasis Masyarakat. Lalu, Surat Keputusan Bupati Bogor Nomor 400.3/500/KPTS/Per-UU/2023 tentang Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Pemerintah Kabupaten Bogor saat ini juga telah membentuk beberapa lembaga penanganan, yaitu Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Wilayah I-V, Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak Tingkat Kabupaten, Kecamatan, Desa dan Kelurahan, Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), Forum Anak Daerah Kabupaten Bogor serta KPAD Kabupaten Bogor.

Menurut dia, perlu komitmen bersama untuk mewujudkan lingkungan sekolah yang aman bagi anak. Sehingga, Pemerintah Kabupaten Bogor perlu memastikan satuan tugas (satgas) anti perundungan di sekolah atau TPPK yang di dalamnya ada kepala sekolah, guru, dan komite sekolah, berfungsi dengan efektif.

“Sejumlah kasus yang terjadi di Kabupaten Bogor menunjukkan teknologi digital meningkatkan paparan risiko kekerasan terhadap anak sekolah, antara lain terkait: keamanan siber dan pelanggaran privasi, konten berbahaya, perilaku adiktif, perundungan di medsos, kekerasan, dan eksploitasi seksual,” ujar Asmawa.

Ia menambahkan, perlu upaya literasi digital atau kampanye digital yang lebih intensif untuk mencegah agar anak tidak menjadi korban tindak kekerasan elektronik, serta memiliki kesadaran kritis agar mampu melakukan deteksi dini dan terhindar dari bahaya kekerasan yang dipicu oleh interaksi di dunia maya.

“Tidak kalah penting, upaya pengawasan juga perlu didukung sarana prasarana, perundungan sebagai tindak kekerasan terjadi karena ada pembiaran atau kesempatan bagi para pelaku. Ruang itu harus kita persempit dengan melengkapi lingkungan sekolah dengan sarana CCTV yang memadai,” tuturnya.

Sementara, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf yang memimpin rombongan kunjungan kerja, menyebutkan Kabupaten Bogor memiliki wilayah yang luas dan jumlah penduduk mencapai 5,6 juta jiwa atau hampir setara negara Singapura.

Ia mengaku ingin memastikan penanganan kasus perundungan dan kekerasan yang menjadi perhatian bagi Komisi X DPR RI dapat dilakukan dengan maksimal di Kabupaten Bogor, meski dengan jumlah penduduk yang banyak.

"Kami ingin tahu bagaimana satgas yang sudah dibentuk di Kabupaten Bogor dan langkah-langkan Pemkab Bogor agar permasalahan perundungan dan kekerasan angkanya bisa menurun," kata Dede Yusuf.

Pewarta: M Fikri Setiawan

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024