Merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) merupakan sebuah tantangan yang dapat menguras emosi dan fisik. Oleh karena itu, merawat ODGJ dibutuhkan komitmen yang sangat kuat dan penuh kesabaran.
Pola komunikasi yang baik serta menghindari konfrontasi adalah hal yang harus diperhatikan ketika menghadapi ODGJ. Sebab, jika salah menyikapi justru akan memperburuk situasi.
Pasien ODGJ atau disebut rehabilitan bisa sembuh kendati harus minum obat teratur. Tapi, untuk memulangkan pasien yang dinilai sudah sembuh ke keluarganya sering kali tidak mudah karena stigma tidak baik terhadap ODGJ.
Jika mereka dipulangkan, tidak jarang mendapat perundungan, ejekan atau dikucilkan. Namun, jika yang bersangkutan tetap bertahan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) maka justru akan memperlambat pemulihannya, bahkan sakitnya bisa kambuh lagi.
Tantantan seperti itu hingga kini masih sering dihadapi pengelola rumah sakit jiwa, di antaranya yang dihadapi RSJ Tampan Pekanbaru.
Persoalan klise tersebut masih dihadapi RSJ di Tanah Air. Bahkan, warga yang mengantar pasien ODGJ tanpa identitas, justru terus berdatangan sehingga bisa menimbulkan kerawanan melebihi kapasitas yang ada.
Gangguan jiwa merupakan kondisi kesehatan yang melibatkan perubahan emosi, pemikiran, perilaku, atau kombinasi dari ketiganya. Gangguan jiwa berhubungan dengan stres atau masalah pada aktivitas sosial, pekerjaan, dan keluarga.
ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.
Tidak bisa menolak
Manajemen RSJ Tampan di Jl HR Soebrantas No.KM 12,5, Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru, Riau, tidak akan pernah bisa menolak ketika masyarakat mengantarkan orang yang berada dalam gangguan kesehatan jiwa itu untuk dirawat.
Direktur RSJ Tampan, Zainal Arifin, mengemukakan bahwa sesuai standar operasional prosedur pihaknya tidak bisa menolak orang tanpa identitas yang diantar ke RSJ, sebab mereka harus dipelihara oleh negara.
"Biasanya masyarakat mengantar pasien yang mengalami gangguan jiwa itu, paling sering pasien yang 'ditemukan' di jalan. Itu sudah memang menjadi tanggung jawab kami. Tapi ironis, ketika sudah mulai 'pulih', justru keluarga sering kali tidak mau menerima kepulangan mereka karena stigma," kata Zainal Arifin menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
Pola komunikasi yang baik serta menghindari konfrontasi adalah hal yang harus diperhatikan ketika menghadapi ODGJ. Sebab, jika salah menyikapi justru akan memperburuk situasi.
Pasien ODGJ atau disebut rehabilitan bisa sembuh kendati harus minum obat teratur. Tapi, untuk memulangkan pasien yang dinilai sudah sembuh ke keluarganya sering kali tidak mudah karena stigma tidak baik terhadap ODGJ.
Jika mereka dipulangkan, tidak jarang mendapat perundungan, ejekan atau dikucilkan. Namun, jika yang bersangkutan tetap bertahan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) maka justru akan memperlambat pemulihannya, bahkan sakitnya bisa kambuh lagi.
Tantantan seperti itu hingga kini masih sering dihadapi pengelola rumah sakit jiwa, di antaranya yang dihadapi RSJ Tampan Pekanbaru.
Persoalan klise tersebut masih dihadapi RSJ di Tanah Air. Bahkan, warga yang mengantar pasien ODGJ tanpa identitas, justru terus berdatangan sehingga bisa menimbulkan kerawanan melebihi kapasitas yang ada.
Gangguan jiwa merupakan kondisi kesehatan yang melibatkan perubahan emosi, pemikiran, perilaku, atau kombinasi dari ketiganya. Gangguan jiwa berhubungan dengan stres atau masalah pada aktivitas sosial, pekerjaan, dan keluarga.
ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.
Tidak bisa menolak
Manajemen RSJ Tampan di Jl HR Soebrantas No.KM 12,5, Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru, Riau, tidak akan pernah bisa menolak ketika masyarakat mengantarkan orang yang berada dalam gangguan kesehatan jiwa itu untuk dirawat.
Direktur RSJ Tampan, Zainal Arifin, mengemukakan bahwa sesuai standar operasional prosedur pihaknya tidak bisa menolak orang tanpa identitas yang diantar ke RSJ, sebab mereka harus dipelihara oleh negara.
"Biasanya masyarakat mengantar pasien yang mengalami gangguan jiwa itu, paling sering pasien yang 'ditemukan' di jalan. Itu sudah memang menjadi tanggung jawab kami. Tapi ironis, ketika sudah mulai 'pulih', justru keluarga sering kali tidak mau menerima kepulangan mereka karena stigma," kata Zainal Arifin menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024